Rabu, 25 Desember 2013

(Belajar untuk) Tidak Heran

Sering ada yang ngomong ke gw, "Kok lo kerjaannya tiap hari komen terus sih? Ini dikomplen, itu dikomplen, yang sana dikritik, yang di situ dihina, sikat gigi mama dipake, rokok bapak dimakan, sepeda adik kamu bakar, kabel listrik kamu kepang. Kamu tuh sebenernya kenapaaa?"

Mereka heran sama gw, selaku tukang komplen. Ya abis gimana? Gw hidup di dunia yang penuh dengan ketidaksempurnaan ini. Baru keluar rumah, tau-tau macet karena ada komunitas yang minta sumbangan pembangunan mesjid di tengah jalan, yang kagak keliatan pembangunannya ada di mana, mungkin di dalam tanah. Baru ujan dikit, udah macet total karena ada terowongan jalan layang yang 3/4 lajurnya ditutup oleh pemotor yang berteduh. YA LU PAKEIN BUAT KONDANGAN ANAK LU AJA SEKALIAN ITU KOLONG JALAN LAYANG, BIAR NGGA PERLU NYEWA TENDA. Nanti lagi asik-asik nikmatin macet Jakarta, mendadak ada iringan pejabat yang minta dikasih jalan, yang lebih pengen gw kasih santet aja.

Tapi ya, gw ngga boleh terlalu heran sama kelakuan mereka yang begini-begitu. Dulu (sekitar tahun 2007), ada dosen  gw yang bilang bahwa kacaunya cara berkendara pemotor itu, ya karena mayoritas dari mereka uneducated atau less educated, atau fully educated tapi cuma sebatas kepemilikan ijazah aja. Bener juga sih.

Tapi itu dulu. Kalo sekarang, menurut gw, pengendara motor udah hadir dari kalangan kelas A-, B, dan C. Semua pakai. Uneducated bikernya jadi berkurang dong? Ya ngga. Makin banyak toh kita liat di jalan raya, pemotor ABG tanpa helm; yang cowo sambil ngerokok, yang cewe seakan bangga dengan rambutnya yang berkibar-kibar kena angin minta dijambak. Pasti dia ngga pernah ke salon. Gw mah sayang deh rambut kena asap knalpot gitu. Makin banyak juga kita liat pemotor nyelonong aja padahal lampu lalu lintas lagi berwarna merah. Kalo dibilang buta warna, pasti tidak. Karena motor mereka pastilah colorful, mereka tahu cara memilih motor yang lebih berwarna dibanding padanan make upnya Ashanty.

Kenapa makin banyak pemotor berkelakuan minus padahal pengendara motor udah ngga cuma hadir dari kalangan uneducated saja? Karena kebodohan itu menular, sedangkan kepandaian susah untuk ditularkan. 1000 orang pintar akan kalah dengan 200 orang bodoh. Dari 10 pemotor yang berhenti di lampu merah, 6 darinya akan menerobos lampu merah, 2 pemotor akan kemudian ikut-ikut menerabas, dan sisanya ragu-ragu karena pada dasarnya melanggar lampu merah itu sungguh tempting dan mudah dilakukan buat pemotor. Kebodohan itu menular.

FPI, Forum Betawi Rempug, Forum Betawi Ala-ala, Forum Ummat Terbelakang, dan forum-forum lainnya makin berkembang. Fungsi mereka apa? Ngga ada. Besarnya forum mereka juga ngga bikin monorail atau MRT jadi cepat terbangun. Membahananya aksi mereka ngga membuat lokasi prostitusi di Jakarta Utara berkurang, malah makin seger. Padetnya aksesoris di badan ketua mereka ngga membuat tampilan ketuanya jadi lebih enak diliat. Terutama Habieb Resik, dokter-dokter operasi plastik di Korea juga bakal angkat tangan ngeliat muka bang Habieb. Jadi, forum mereka itu sebenernya ngga menawarkan solusi, ngga menjanjikan masa depan, ngga bikin pinter, and the most important thing is forum mereka ngga bikin ganteng.

Tapi forum mereka semakin besar aja. Kenapa bisa begitu? Karena lebih mudah membuat (kumpulan) orang bodoh dibanding menciptakan orang pintar. It takes decades for people to create an engineer, a doctor, a pilot, a nurse, a lawyer, a copywriter, etc. But it only needs 10 minutes for brainless people to create another brainless creature. Menularkan kebodohan itu no effort. Jadi ya jangan heran kenapa gerombolan mereka makin banyak. Bikinnya gampang!

Dunia hiburan Indonesia juga ngga kalah ruwetnya dengan lalu lintas Jakarta. Satu yang jadi concern gw adalah saluran tivi nasional Tranz dengan tayangan YKS (Yuk Kita Sembrono) nya. Tayang setiap hari mulai bulan Agustus 2013 dan sampai hari ini ngga mati-mati juga. Kenapa bisa tayang terus padahal isinya tidak mendidik--bahkan tidak menghibur?

Mari kita jabarkan beberapa pengisi acaranya di sini:

1. Deni Cagur: Tidak cakep, tidak lucu, tidak bisa bawain acara, bisa joget (tepatnya cuma satu joget; 100 hari acara, per acara durasinya 3 jam, cuma mengandalkan keahlian satu jogetnya doang, ngga mending pulang aja ke rumah nemenin istrinya kutekan?). Kesimpulan: tidak layak menghibur.

2. Raffi Ahmed: Tidak bisa melucu, ganteng sih (tapi masih lebih ganteng Chico Jericho), pembicaraan ngawur (bahkan kadang gw meyakini dia hadir dengan sisa mabok 40%), dan ngga bisa bawain acara. Coba deh kalian tonton 10 menit aja pas Raffi lagi ngelucu. Boro-boro ketawa, tersenyum pun tidak. Kesimpulan: belum layak keluar Lapas.

3. Cinta Laureuz: Mahasiswa Amerika, katanya udah diangkat jadi asisten dosen, dan IPnya cum laude. Tapi kok mau-maunya tampil di YKS dan joget-joget bareng artis murahan. Bitch, please? Kalo mau ngebohong soal study-nya, mbok ya jangan sampe muncul di tivi dan bisa diliat oleh gw. Ngelucu ngga bisa, bawain acara apalagi, nyanyi? Mungkin cuma dia dan nyokapnya aja yang bisa nikmatin. Akting? Di film "hollywood" ala-ala aja, dia cuma kebagian satu bait dialog dan adegan jatuh dari dari Monas, sungguh adegan yang gw harapkan bisa benar-benar terjadi buat Cinta. Kesimpulan: cocoknya masuk Universitas Bung Karno jurusan Teknik Mesin, instead of Columbia University, America.

4. Olga Syahputri: Jujur, dulu gw sempet anggap dia lucu, lho. Tapi makin lama, kemampuan ngelucunya ngilang. Jadi gemar menghina, ngomong seenak jidat, kelakuan urakan, dan suka memakai heels. Gw juga gemar menghina sih, tapi at least gw ngga suka memakai heels. Gw suka menghina, tapi alasan gw kuat soal apa yang gw lagi hina. Penyanyi dengan suara jelak, contoh. Penari dengan liukan tubuh sekaku adonan donat yang kurang air, misalnya. Tapi Olga? Seakan menghina tanpa disertai pikiran yang jernih dan otak yang pernah diisi pelajaran PPKn dan Bahasa Indonesia kelas 1-6 SD. Pernah dia komen ke salah satu penyanyi seriosa papan atas seperti ini: "Bapak ngga cape mulutnya mencong-mencong gitu pas nyanyi?" Cong, please? Kesimpulan: Sudah tidak pantas diberikan kehidupan di dunia ini.

5. Caisar si pemilik goyang Caisar: Udah? Udah belum jogetnya? Ya, cuma bisa joget yang itu-itu aja. 6 bulan, setiap hari, jogetnya itu-itu lagi bentukkannya. Gw ngeliatnya aja bosen tanpa pernah sebelumnya menyukai joget tersebut. Yang bisa dilakukan selain joget? Ngerokok, ngomong, jalan kaki, duduk, melihat, naik tangga, makan, minum, bernafas. Kesimpulan: lanjutin SMP sampe kelar aja dulu.

Dari kelima (dengan total tauk lah ada berapa) pengisi acara YKS tersebut, semuanya ngga ada yang layak menghibur di mata gw. Tapi kok acaranya laris? Ya karena 80% komposisi penonton tivi nasional adalah mereka-mereka yang, sebutlah tidak pintar. Acara yang ngga pintar memang cuma bisa ditonton oleh orang-orang dengan kemampuan berpikir yang ngga tinggi-tinggi amat. Simplenya, ngga mungkin lah ada alay mau nonton program Brain Games di Natgeo atau ada cabe-cabean yang sudi nonton Primetime News di Metro TV.

Jadi, jangan heran soal kenapa YKS bisa banyak iklannya padahal acaranya ngga lucu dan ngga sedikitpun mendidik. Lah wong penontonnya juga ngga ada yang terdidik. Selama mayoritas penonton tivi nasional belum memiliki kualitas otak seperti layaknya isi otak yang dimiliki oleh lulusan diploma, tayangan YKS dan yang serupanya juga akan terus diminati dan berkibar di negeri ini.

Jadi, masih mau heran dengan ketidaksempurnaan-yang-gw-maksudkan-di-topik-ini yang ditawarkan di negeri kita ini? Kalo gw sih, tidak. Gw akan coba berhenti heran ketika melihat penyanyi dengan kualitas suara yang tidak lebih merdu dari suara Jessica Iskandar tapi kok laku. Ya karena mayoritas penikmat musik lebih melihat ke paras dan sensasi yang ditawarkan si penyanyi kelas karbit.

Gw akan berhenti ngga habis pikir kenapa Enji bisa setega itu meninggalkan Ayu Ting-ting seperti halnya gw akan berhenti heran soal ayahnya Ayu Ting-ting yang kemayu dan bertutur kata lembut seperti putri-putri jawa itu.


Katanya, penjualan albumnya udah memasuki angka 7x platinum (1 platinum = 75.000 keping album rekaman). Iiih, banyak ya? Gw awalnya heran banget. Malah sempat curiga. Albumnya kan dijual di store KFC, mungkin orangnya salah ngitung kali. Instead of ngitung penjualan albumnya Fatin, mas-masnya malah ngitung penjualan ayam paha KFC harian. Ketuker gitu. Masa bisa banyak banget yang beli album si penyanyi seukuran botol kecap ini?

Tapi ya, gw ngga boleh heran. Mungkin emang publik cuma membeli dramanya Fatiningsih; gadis lugu yang bersuara emas (plis deh), gadis berperawakan desa, yang lebih cocok mencuci baju di sungai Cisadane-kemudian-terbawa-hanyut-arus-aliran-banjir-kiriman, namun ternyata (dianggap) bisa nyanyi, dan karna Fatin adalah juara X-Factor Indonesia. Semua orang fokusnya ke Fatin sebagai juara X Factor, tanpa melihat bahwa juri X Factor Indonesia itu salah satunya adalah Ahmad Dini, yang buat ngejuriin lomba balap karung tingkat RT aja sebenernya dia ngga akan kompeten, secara otak dan sikap. Juri lainnya? Ah yasudahlah. Alhamdulillah acara tersebut sudah berakhir dan menelurkan satu artis orbitannya yang suaranya tidak lebih baik dari juara-4 lomba nyanyi di Mal Taman Anggrek.

Belakangan, Fatin ngeluarin buku yang menurut gw, covernya lebih cocok buat dijadiin cover album foto versi Fuji Film. Fokus ke gaya hormat Fatin di depan Musee du Louvre di foto atas. Oh, please. Ngga ada gaya lain? Itu ngajak orang foto buat cover buku atau lagi foto-foto buat kepentingan study tour? Fotografernya gimana? Yang ngedesign cover albumnya gimana? Semua pihak nampak tidak total, sama dengan keahlian bernyanyi Fatin. Jadinya ya ngga heran. Fatin selalu dikelilingi oleh orang-orang yang sekualitas dengannya; manajemennya, krunya, dan penggemarnya, semuanya datang dengan kualitas yang sama dengan Fatiningsih dan tentunya mendukung dan mencintai kekurangan dia.

Di lagu Fatin dengan judul Aku Memilih Setia, semua bagian dinyanyikan dengan teknik ngeden, suara serak-serak basah yang gagal, dan tanpa bagian-bagian klimaks sehingga membuat lagu menjadi datar-sedatar alunan cerita sinteron Tukang Bubur Naik Haji episode ke 1000 yang ditayangakan pada tanggal 25 Desember. Oh dear, Fatin. Sesungguhnya dari kesan awal aja, nama kamu lebih cocok dijadikan sebagai nama Warteg: Warteg Fatin. Atau Warnet Fatin. Atau Pijit Bu Fatin. Pokonya bukan nama artis.

Sebagai penyanyi, aura bintang ngga ada, kualitas diva ngga punya, suara emas (mudah-mudahan sampe tua) juga ngga dapet. Yaudah lah. Mumpung masih banyak uang, mending beli tanah dan bikin empang buat disewain untuk pemancingan warga.

Aku sih ngga heran.

Selasa, 05 November 2013

Berandai-andai

Eh, topik yang kayak gini udah pernah gw bahas belum sih? *ngerasa lama-lama kayaknya topik pembicaraan gw itu-itu saja* *oknum yang dibicarakan juga itu-itu aja sih* *ENYAH KAU FATIN dan AUREL dari pikiran gw!!* *kemudian Aurel dan Fatin lari tunggang langgang dengan penuh perasaan bahagia*

Berandai-andai. Salah satu kegiatan yang hampir semua manusia suka untuk lakukan, termasuk gw. Iya, walaupun hati gw dark, kelakuan tidak terpuji, omongan ngga bisa dipercaya, tapi gw tetaplah manusia. Gw pun suka berandai-andai. Berandai-andai jikalau artis Indonesia pada lebih berkualitas lagi, pastilah gw ngga akan menjadi orang yang nyinyir seperti sekarang. Berharap kalau penyanyi-penyanyi pendatang baru Indonesia pada bisa lebih merdu suaranya--paling tidak suaranya ngga bikin penonton berucap astagfiruloh--, mungkin gw ngga akan menjadi orang yang penuh iri dan dengki seperti sekarang. Coba saja temen-temen gw semuanya berkelakuan normal, ngga dandan menor terus foto selfie ribuan kali dan diupload di fesbuk ratusan kali, ngga bentar-bentar foto pake jilbab, besoknya foto pake kaos dan kacamata item padahal lokasinya lagi di depan sekolah dasar, yakinlah bahwa gw akan memiliki hati yang suci, ngga akan segelap ini. Andai saja.

Berandai-andai untuk yang sudah terjadi
Gw dan banyak manusia Jakarta lainnya: "Coba tadi bangunnya lebih pagi! Ngga akan gw telat begini"
Marshandeuh: "Andai gw ngga upload video gw di Youtube beberapa tahun lalu, pastilah gw ngga perlu repot-repot berjilbab biar mengesankan kalo gw udah waras sekarang"
Pretty Asmara: "Kalau saja gw lebih bisa mengatur pola makan" | "Ngga sih, mba! Ngga akan bisa. Percaya gw!" <-- *gw yang jawab*
Musdalifiuhh: "Andai aku bisa lebih punya waktu untuk pilih suami kedua, pasti bedak dan lipstik aku ngga akan cepat habis karna dipakai suami seperti ini..." | "Ya macam bisa dandan aja, mba. Tampil di tivi aja mukanya polos ngga pake bedak, kalah sama kesemek. <-- *masih gw yang jawab*

Di satu buku yang berjudul La Tahzan (Jangan Bersedih), yang kebetulan gw cuma baca 10 halaman pertama karena gw ngga bakat baca sesuatu yang serius dan panjang-panjang, ada satu tulisan yang melarang kita untuk terlalu larut berandai-andai akan apa yang sudah terjadi karena hal tersebut merupakan perbuatan yang sia-sia dan membuang waktu. True.  Tapi ada ngga sih buku yang judulnya Jangan Menyinyir? Aku mau baca... :(

Di banyak qoutes juga banyak yang bilang kalau kita harus fokus melihat ke depan dan hanya sesekali saja melihat ke belakang untuk introspeksi. "Hari ini adalah 10 tahun jadian kita, andai masih bersama," demikian salah satu status di media sosial berbunyi. Woelah, mbak. Hari ini juga 23 tahunnnya gw untuk pertama kalinya memakan tempe. TERUS KENAPE? Move on nape.

Berandai-andai untuk yang belum terjadi (antisipasi)
Mengatur Plan A dan Plan B kalau bahasa kerennya. Kalau ternyata hari hujan, terpaksa bazarnya kita pindahkan ke dalam gedung. Jikalau yang datang ke pernikahan kita hanya sedikit, lebih baik makanan catering kita sumbangkan ke panti jompo sebelah biar tidak mubajir. Jikalau memang tidak diberkati suara yang merdu, ya jangan bikin single. Kalau muka ngga cantik-cantik amat, jangan keseringan muncul di tivi. Jikalau tetep mau jadi artis, ya luluran dulu atau suntik putih dulu biar keliatannya ngga burem dan ganggu mata penonton. #DearAurel

Dibanding beranda-andai untuk masa lalu, memang akan lebih baik jika kita ngayal soal yang akan terjadi di depan saja. Buat ancang-ancang aja soal apa yang mau kita lakukan. Seperti yang dilakukan oleh penguasa wilayah ujung Jakarta yang bernama Ratu Kentut. Mungkin dalam bayangan dia, dalam 3 tahun muka dia akan penuh keriput, kulit dia akan kusam, rambutnya akan rontok, dan hidungnya akan memesek 1 cm tiap 6 bulan. Jadi dia rajin perawatan di luar negeri yang biayanya miliaran. Kulitnya mulus memang, tapi wilayah yang dia pimpin jadi ngga keurus, seakan kontras dengan licinnya muka beliau.

Karena gw punya sodara yang tinggal di wilayah yang dimaksud di atas, jadi lumayan sering gw berkunjung ke sana, sebutlah kawasan BCD. Mewah, jalannya mulus, mal-mal gres ada di sana, dilengkapi hiasan hijau pohon-pohon yang mungkin dibiayai oleh developer perumahan di sana. Tapi kalo minggir sedikit dari megahnya jalan utama BCD, kondisinya amit-amit. Ada jalanan yang dari jamannya gw belum lancar bahasa Inggris, masih juga rusak sampe sekarang. Pernah sekali gw lewat situ, lipstik nyokap gw pindah ke jidat dan bulu mata gw rontok ke pipi saking bikin berguncang-guncangnya jalanan di sana. *dulu belum ngetrend bulu mata anti badai btw* Ribet ngurusin masalah sendiri, masalah orang lain jadi (yang sebenrnya jadi masalahnya juga) dilupakan. Saking asik ngerencanain yang jauh di depan, yang ada di depan mata ngga keurus.

Masih ngomongin Ratu Kentut barusan, beberapa hari lalu gw dikirimin foto si ratu dengan jilbab merah dan mukanya yang juga merah karena muka hasil perawatannya ngga kuat kepanasan (panas matahari di luar ruangan). Matching sih. Jilbab merah, muka merah. Tapi apa jadinya kalo dia lagi pake jilbab kuning terus kepanasan? Muka merah, jilbab kuning. Warna-warni macam barisan getuk yang dijual abang-abang pake gerobak itu. Terbukti teknologi belum cukup memuaskan sang Ratu. Sabar ya, Ratu. Kamu sih perawatannya lebay.

Eh, tapi gw menyampaikan belasungkawa atas kandasnya kisah cinta bitchy and the beast antara Andi Suralaya dan ... Siapa namanya suaminya? Gw cuma inget muka suaminya aja, lumayan bikin shock sih perawakannya, jadi gampang diinget, namanya sih lupa. Mereka akhirnya bercerai setelah menikah selama... 2 tahun ada ngga sih? Kayaknya dia nikah pas ruko di belakang rumah gw mulai dibangun. Sekarang rukonya masih 3/4 jadi, mereka udah cerai. Lah gimana sih ini?

Andi termasuk orang yang juga terlalu concern sama apa yang akan terjadi di depan. Dia mungkin khawatir nantinya ngga akan ada orang yang bisa membiayai glamornya kehidupan dia, membayar mahalnya tas Andi, dan membelikan Andi apartemen mewah di tengah Jakarta. Dinikahilah pria pengusaha batu bara yang secara tampang, mungkin yaaa... Memang terlalu sering bergumul dengan batu bara panas. #Geseng #Kumel #AbangAbang #TampangKayakGituJugaBanyakDiSenen

Andi menikah tanpa takut dicemooh teman-temannya, tanpa khawatir bagaimana perasaan anaknya menanggapi perubahan dari tampang bapaknya yang sebelumnya berkulit putih bak pualam, kemudian berganti menjadi geseng bak... Sebutlah batu bara. Andi tidak sadar siksaan batin setiap hari karena menikahi pria yang dari daftar 1 miliar orang terganteng di ASEAN pun suaminya ngga akan masuk urutan. Andi ngga sadar bahwa setiap pagi (bangun tidur), dia akan melihat seseorang di sampingnya yang tidak lebih indah dari pantat cobek (ulekan). Berlimpah harta mungkin telah andi dapatkan, tapi jutaan cemooh dan sayatan batin akan menyiksa dia kemudian.

Kemudian diketahui bahwa suami Andi Suralaya itu memilih cerai karena Andi matre. Yaaa, begini ya. Beberapa alasan kuat utama perempuan memilih lelaki adalah karena hal-hal berikut:
1. Lelaki tersebut ganteng
2. Lelaki tersebut membuat nyaman
3. Chemistry
4. Lelaki tersebut banyak uang
5. Dijodohkan
6. Tidak ada lelaki lain
7. Punya hutang budi
8. Ingin balas dendam terhadap ibu dari lelaki tersebut dengan menghabisi harta kekayaan keluarganya

Alasan Andi menikahi suaminya sudah barang tentu bukan karena alasan nomor 1, 2, 3, 6, 7, 8. Ganteng? Masih lebih ganteng Mandra didandanin. Chemistry? Yakali ah, pasangan macam heels merk LV dengan sendal jepit merk Sinar Baru (<-- nama hotel di kawasan Serang) gitu. Jadi seharusnya sang suami sadar kalo tujuan Andi menikahinya adalah karena uang. Karena apalagi?
  
Ngomong-ngomong soal cemooh, dulu gw sempat bekerja di perusahaan yang dipimpin oleh wanita yang, sebutlah hedon dan tajir. Di setiap kehidupan hariannya selalu mengesankan (dan memang membuktikan) kalau dia memang tajir. Ke kantor pake mobil yang harganya di atas 1 miliar, handphonenya 10juta, make upnya harus beli New York, member Pilates di tempat heboh, jadwal clubbing seminggu sekali, dan lain yang hedon-hedon. Suatu ketika, dia pergi ke Singapura dan sepulangnya dari sana dia membawakan oleh-oleh buat para pegawainya. Apa oleh-olehnya? Jam dengan merk Gucci, Guess, dan LV yang KW laknat dengan harga 50ribuan (mungkin bisa ditawar sampe 7ribu kalo memang mau).

Temen gw-A: "Ini beli di Glodok apa yak?"
Temen gw-B: "Masih lebih mahalan harga tisu WC deh kayaknya..."
Gw: *gali tanah* *buat nguburin jam tangan yang ngga lebih berharga dari daun pepaya seiket*

Oleh-oleh memang harus diapresiasi, jangan lihat harganya. Tapi kan bisa ngasih yang lain. Jam tangan 50ribuan tanpa merk kan lebih asik. Makanan 20ribuan kan lebih enak. Lah ini, mau diihat wah, tapi kok maksa dan mencerminkan kalo malah dia ngga punya selera? Seharusnya dia bisa lebih antisipasi nyinyiran yang bakal dia terima karena memberikan karyawannya oleh-oleh jam tangan bermerk KW-yasudahlah. Sekali lagi, orang yang nyinyir ngga pernah salah. Yang salah adalah kenapa ada orang yang musti mancing kita buat nyinyirin situ.

Sama halnya dengan istri Daus Mono. Tiap tampil di layar kaca, sangat mengesankan kalau dia mau jadi orang terkenal juga. Orang biasa mau terkenal? Harus punya skill dan kecantikan! Skill? Tidak ada. Kecantikan? Biar aku jabarkan. Tampilan mbak-mbak, diet ngga pernah, rambut entah kapan terakhir dicreambath, wajah haus facial. Jadi musti gimana? Menikahi artis lah jalan satu-satunya untuk menjadi terkenal. Tapi, artis mana yang mau menikahi perempuan dengan kondisi tanpa skill dan kecantikan yang sudah gw jabarkan di atas? Artis mana yang mau? Daus Mono.

Istri Daus Mono pun terlalu fokus ke impian buat jadi artis. Asal menikahi orang yang ngga akan membuatnya bahagia. Mungkin bahagia sih, gw ngga tau juga istrinya bahagia atau tidak telah menikahi Daus Mono. Tinggi badan mungkin bisa diukur, tapi dalamnya hati dan kebahagiaan tidak. Sampai sekarang, istri Daus Mono cuma muncul sesekali ketika dia lagi ganti popok anaknya dan memasak di dapurnya yang reot, instead of menyanyi dan menari di panggung yang megah atau akting di sinetron yang berkualitas. Well, ngga ada juga sinetron berkualitas di Indonesia sih. Impian tinggallah impian jika tidak disertai pondasi yang jelas.

Ancang-ancang dengan apa yang mau dilakukan, fokus dengan yang ada di depan mata, dan evaluasi soal apa yang udah terjadi. Jadi begini, sahabat super... *lah ngapa jadi Mario Rebus?* Camel Petir dan Dewi Sanca. Mereka ngga jelas mau ngapain. Cita-citanya terlalu tinggi buat jadi terkenal dengan (cuma) bawa-bawa ular sanca ke pasar dan komen ngga penting di tivi soal artis yang ngga kalah pentingnya.

Kalo sekarang lagi ngetren artis pendatang baru yang tempo-tempo jadi presenter, tapi besoknya nyanyi di acara tivi, besoknya ngelawak di acara lain, besoknya lagi muncul di FTV jadi cameo. Masalahnya, suaranya fals, ngga lucu, dan ngga bisa akting. Jadi ngga jelas mereka tuh maunya jadi apa selain mengganggu penontonnya.

Kalo gw, sekarang sih gw udah jelas sama hidup gw ke depannya. Mau fokus terjun ke dunia hiburan, bikin single, nguluncurin RBT, dan ngebuka penyewaan lapangan futsal khusus berhijab (baik pria maupun wanita) di penjuru Jakarta.

Kalo kamu?

Senin, 16 September 2013

Ngungkit-ngungkit

Beberapa bulan lalu, gw dapet kesempatan buat nonton (gratis) sebuah film yang berjudul Laura&Marsha, film Indonesia yang kayaknya cuma sebentar banget tayang di bioskop--at least ngga lebih lama dari tayangnya film Pokun (Pocong Kuntilanak) di bioskop. Karena nonton gratis, yang diadakan oleh salah satu majalah anak muda ternama di Indonesia, tentu saja kegiatannya diselenggarakan pagi banget (jam 09:00) dan di akhir film akan diselingin dengan diskusi dan kuis seputar "Sebutkan salah satu rubrik di majalah kami" atau "Sebutkan salah satu artis yang pernah menjadi cover majalah kita!" Like, meneketehe? Tapi ada aja lho (ABG) yang bisa jawab. Tadinya gw mau jawab rubrik Ekonomi atau Mobil Dijual aja, tapi kayaknya ngga mungkin mengingat yang ditanyakan adalah majalah remaja. Ahyasudahlah.

Tapi yang mau gw bahas di sini bukan soal itu. Film Laura&Marsha bercerita tentang dua orang gadis yang melakukan perjalanan ke Eropa. Gadis yang satu tipenya cewe banget, yang satu kelewat tomboy--sampe gw kira di akhir film kedua gadis itu akan menikah di Belanda. Di puncak dramanya, mereka bertengkar hebat walau akhirnya baikan juga. Di akhir baikan, cewe yang satu bilang (gw lupa nama artisnya siapa), "Maafin gw ya, udah ngomong kasar kemaren" dan kemudian dibales sama si satunya "Yaudahlah, kan udah lewat. Ngapain dibahas lagi?"

"Yaudahlah, kan udah lewat. Ngapain dibahas lagi?" Jujur, di bagian itu gw agak tersentak karena gw selama ini adalah orang yang suka memperpanjang kasus. Rasanya enak aja bisa bikin hidup orang lain jadi ngga gampang-gampang amat.

Pulpen gw ilang nih. Lo yang minjem kan? Ngaku!
Iya, sorry gw lupa bilang...
Alah alesan! Kemaren lo minjem sisir gw juga ngga bilang-bilang!
Gw udah bilang ke temen lo kok kalo gw mau minjem sisir...
Kenapa ngga bilang ke gw? Minggu lalu lo minjem cermin gw juga ngga pake ijin!
Sorry, kirain gw ngga masalah.
Bulan lalu, lo matahin pinsil alis punya nyokap gw (<-- ngga mau ngaku kalo punya sendiri) juga ngga merasa bersalah!
Iya, sorry...
Tahun lalu, lo juga...

Oke baiklah. Kita hentikan contoh kasus yang berasal dari pengalaman hidup gw dan beralih ke ngomongin orang lain aja karena ngomongin orang lain itu lebih enak, lebih lepas, dan ngga dosa. *sumber:dirahasiakan*

Yaudahlah, kan udah lewat. Ngapain dibahas lagi?
April lalu, kita dikejutkan dengan meninggalnya salah satu ustad ternama Indonesia. I give all my respects to him karena dia udah berhasil membawa angin segar dan suasana "baru" di dunia perdakwahan yang mungkin gw cuma tonton di hari-1 dan kedua Ramadhan aja. Dia meninggalkan seorang istri dan dua orang anak yang (menurut gw) kurang bisa move on. Tiap tampil di tivi, sedih-sedihan. Hobinya flashback ketika ayahnya masih ada. Kemudian si anak perempuan terjun ke dunia tarik suara yang kentara banget dipaksakan dan pake embel-embel kehilangan ayahnya. Terus si Pipiek (istri ustad) juga menyatakan mau terjun ke dunia dakwah dengan membagikan pengalaman sedihnya sewaktu ditinggal ustad. Lah masa dari satu pesantren ke ratusan pesantren lain ngebahasnya itu-itu doang?

Yaudahlah, kan udah lewat. Ngapain dibahas lagi? Gw juga ngeliatnya sedih, beneran. Tapi bisa ngga sih ngebahas hal lain aja? Tempe mahal, rupiah melemah, IHSG anjlok, mobil Gazton Kastanyo terbakar di beberapa minggu menjelang pernikahannya dengan Julia Perez, Mulan menjenguk Dul, Apple ngeluarin iPhone murah, dan Ashanty bedaknya ketebelan tapi ngga pernah sadar. Begitu banyak topik yang betebaran di dunia ini, tapi kenapa saban hari ngebahasnya topik #RinduAyah mulu? Move on, Piek. :( Allah tidak suka ummatnya yang terlalu lama tenggelam dalam masa lalu. *courtesy: Roma Irama dalam film Berkelana*

Serupa halnya dengan Vena Melinjo si Ratu Salsa gedung DPR. Awalnya dia bilang, "Saya ngga akan ngebahas perceraian saya di publik karena hal ini merupakan ranah privat". Tapi kenyataan selanjutnya berbeda. Vena bongkar semua masalah rumah tangganya, sampe mungkin semua orang juga tau apa warna celana dalem suaminya. Dia bongkar pendapatan suaminya yang katanya cuma Rp 40 juta/bulan dan dirasa masih kurang. Yaolooo, tiap hari masak sayur oyong pake kuah berlian ni orang? Dia beberkan sifat buruk suaminya, dia bongkar semua, bongkar! Tapi yang jadi permasalahan gw sekarang, Nassar KDI kemana ya?
Ngilang dia? Udah ngelahirin belom? Ngilang gitu tuh orang. Dunia entertainment jadi 45% lebih straight tanpa dia... *sedih*

Minggu-minggu ini, hampir semua media ngebicarain soal kecelakaan si Doel di tol Cibubur yang menewaskan 5 orang penumpang mobil Gran Max. *Kenapa Gran Max rutin banget jadi korban kecelakaan ya? Momok banget tuh mobil lah.* Sebenernya berita Doel ini belum bisa masuk ke topik ngungkit-ngungkit gw sih. Tapi percayalah, beberapa bulan ke depan, media akan (masih) ngebicarain soal betapa sedihnya keluarga yang ditinggalkan korban dan polisi akan masih ribet ngurusin siapa yang bisa dijadiin tersangka. Semua diungkit-ungkit biar drama.

Lepas dari itu, banyak orang yang mempertanyakan kenapa Doel diperbolehkan menyetir mobil padahal belum cukup umur untuk memiliki SIM--yang hari gini anak umur 8 tahun juga sebenernya bisa punya SIM asalkan ada uang. Kalo menurut gw, ya itu haknya Doel untuk mempersiapkan masa depannya. You know, Republik Cinta mana tau bakal bangkrut. Yaaa, lagu-lagu terbitan Republik Cinta juga kan ngga ada yang berkembang, semua lagu dibuat mirip, lagu The Virgin mirip lagu Dewi-Dewi, lagu Alexa Keys mirip lagu Dewi-Dewi, lagu Mulan mirip lagu Dewi-Dewi, suara penyanyinya apalagi... Mirip semua. Gw ngerasa ngga ada yang salah dengan Dul bisa nyetir di umurnya dia yang belia ini. Itu kan bisa jadi back up karir masa depannya dia. Ngangkot, naksi? Sekolah Doel juga pasti ngga jelas. Jadi, bakal bisa apa dia selain kerja serabutan ketika semua harta ayahnya udah habis?

Yaudahlah, kan udah lewat. Ngapain dibahas lagi? Kalo temen udah minta maaf, yaudahlah maafin aja. Ngapain pake diinget yang jelek-jelek. Kecuali kalo kalian kebetulan lagi berantem sama Aurel Herminsyah. Yaudah, apa boleh buat. Mau sampe kapan pun juga, yang keinget ya bakal yang jelek-jelek aja. Maafin temen, ngga usah pake banyak syarat kayak promo pendaftaran tempat fitnes di mal.

Kalo ternyata nampak tidak bisa termaafkan, yaudah putuskan pertemanan tanpa embel-embel yang ribet. Lo jangan ngehubungin gw sampai kapan pun! Apus nomer gw dari buku telepon lo! <-- drama terjadi pada tahun 90an ketika buku telepon masih merupakan kebutuhan. Sign out lo dari tempat pilates gw biar kita ngga usah ketemu! Jangan sekali-kali lo lewat meja kerja gw! Lo benerin tuh pintu air Manggarai!! <-- lagi berantem sama Jokowi. Ngga usah ribet banget kayak gitu lah. Situ manusia apa kelurahan yang harus pake ribet dan proses berbulan-bulan cuma buat nerbitin e-KTP? Banyak orang yang pengen apa-apa serba instan, teknologi serba cepat, akses internet serba kilat, tapi untuk urusan hati aja lamanya kayak masak rendang pake kompor kayu bakar.

Kita sebagai temen temen juga ngga perlu keribetan ngurusin masalah orang lain... Ngomongin boleh, tapi kalo sampe ngurusin masalah orang lain, itu udah berlebihan. Temen abis kehilangan hape, ngga perlu ditanya sampe bertele-tele soal kapan kejadiannya, siapa pelakunya, hapenya beli berapa juta waktu itu, berapa banyak foto yang disimpen di hape itu, berapa ratus kenangan yang tersimpan di hape itu, sekarang mau beli hape yang kayak gimana lagi, nyesek atau ngga hape mahalnya ilang. Ngga perlu lah lebay kayak gitu.

Andai semua orang di sini bisa kayak Teh Rinai, istri tua (literally tua) AA Gymnasium. Dia orangnya nerimo, kalem, ngga banyak omong di media, ngga banyak bongkar-bongkar masalah pribadi, ngga pernah ngungkit-ngungkit rasa sakit hatinya terhadap istri muda AA walaupun secara penampilan Teh Rinai jelas kalah saing dengan  istri muda AA Gymnasium. Tapi kenapa sih kita ngga bisa kayak Teh Rinai? Dunia damaaai gitu rasanya. Ngga neko-neko orangnya, apa adanya, ke salon aja juga kayaknya ngga pernah, warna bajunya ngga pernah mencolok yang gw bisa pastikan di lemarinya cuma berisi pakaian monokrom berwarna tak lebih dari hitam dan abu-abu. Greeeeyyy gitu kayaknya dunia hiburan tiap ada liputan soal Teh Rinai. Sabar ya, Teh.... :( *mendoakan teteh sambil sisiran bareng Bella Saphireus di pinggiran danau penuh Piranha* *topik awal tulisan jadi kabur*

Sekian dulu ya.

Kamis, 29 Agustus 2013

Where's Your Brain at?

Tadi malem, gw ceritanya lagi ngantri buat ngambil uang di mesin ATM di salah satu sudut ibukota yang ruwet dan penuh masalah ini. Kebetulan di dalem ATM tersebut masih ada orang, jadi sudah barang tentu gw harus nunggu orang tersebut keluar ruangan ATM, baru kemudian giliran gw untuk mengambil uang di ATM tersebut - yang kalo saldonya belum nambah, berarti kegiatan gw di ATM tersebut cuma ngecek saldo dan sedikit membanting helm ke mesin ATM tersebut.

Tapi masalah gw di sini bukan soal apakah saldo gw udah nambah atau belum atau apakah akhirnya gw pukul-pukul mesin ATMnya pake martil (selain bawa helm, juga sering bawa martil kemana-mana), melainkan soal orang yang ujug-ujug dateng-ngelongok ke dalem ruangan ATM-kemudian masuk ke ruangan ATM dan mengantrilah dia di dalem sana. Singkat kata, gw diselak.

Orang tersebut punya 3 kesalahan:
1. Nyelak antrian
2. Antri di dalem ruang mesin ATM, yang sudah jelas dilarang sama otoritas keuangan nasional
3. Dia bau ketek.

Yang gw heran, apakah orang itu ngga ngeliat kehadiran gw yang lagi ngantri ATM (juga)? Ataukah gw hanya terlihat tak ubahnya seperti keset, baik yang merknya Welcome atau LV, yang keberadaannya hampir tak pernah digubris oleh kebanyakan orang? #NP: Kekasih Tak Dianggap by Pingkan Mambo dengan iringan marching band dari personil TNI AD Kodam Jaya.

Kalau dilihat dari umurnya, sepertinya orang tersebut berumur 35-40an jadi tidak mungkin dia belum ngerti soal tata cara mengantri di ATM. Atau dia habis jatuh dan kepalanya membetur daun lidah buaya ketika mengejar Metromini sehingga menyebabkannya amnesia? :( Simply bikin gw bertanya-tanya, pikirannya kemana?

Seperti juga pengendara motor yang melawan arus tapi malah mereka yang ngerasa benar dan harus dimaklumi, Nikita Marjani dengan segudang masalah baku hantamnya yang terjadi sebulan sekali, atau Farhat Asbes dengan komentar ngga bermutu-tapi-yaudahlah-apa-yang-musti-kita-harapkan-dari-pengacara-lulusan-universitas-kidzania-itu?. Pikirannya pada kemana? :(

Minggu lalu, salah satu stasiun televisi swasta menggelar hajatan ulang tahunnya yang ke-lupa. Stasiun tivi tersebut membuat MEGAshow (*background banteng lari* <- *Mega yang lain*) dengan judul Eks Faktor Around the World. Tau kan Eks Faktor itu apa? Iya, yang pemenangnya si botol Yakult bersuara ngap-ngap'an itu. Pesertanya dihadirkan dari Australia, Eropa, dan Indonesia. Jurinya ada Paula Abdul, Daniel Bedingfield, Anggun, dan Ahmad Dini. Concern gw tentu saja ke Ahmad Dini. Kenapa juga musti Ahmad Dini yang didapuk jadi juri? Apa sih nilai jualnya Ahmad Dini (sebagai juri)? Kenapa sih dia mau sama Mulan? Kenapa sih jenggotnya ngga pernah dipotong?

Sementara juri yang lain mengomentari peserta dengan menggunakan bahasa Inggris karena judul acaranya aja udah pake embel-embel "World", Ahmad Dini konstan menggunakan bahasa Indonesia yang ternyata ngga kalah kacaunya ketika dia ngomong pake bahasa Inggris. Maksudnya kemana, yang diucapin apaan. Kadang gw berpikir Ahmad Dini ini sudah mendonorkan otaknya ke orang lain di masa lampau. :(

Belakangan gw tau kalo acara tersebut ternyata bukan kompetisi, cuma ajang tampil-tampilan aja. Terus yang jadi pertanyaan, kenapa musti ada juri segala? Ibarat bikin lomba balap karung tapi ngga ada yang menang dan ngga ada yang kalah. Lah, bikin acara ngerujak bareng aja sekalian biar ngga ngabisin tenaga buat melakukan sesuatu yang ngga ngehasilin apa-apa (hadiah)? Ya kan?

Kembali ke Eks Factor. Pun acaranya dibikin kompetisi, bakal memalukan Indonesia sih dengan kehadiran Fatin Sodakiah sebagai pemenang asal Indonesianya. Suara jelas kalah jauh dibanding peserta dari luar negeri lainnya. Kalo dia lagi nyanyi, kadang gw juga bingung suasana yang mau dia bawa seperti apa. Lagu sedih, dibikin seperti lagu religi. Lagu kisah cinta, dibawakan seperti lagu religi. Lagu kemenangan, masih juga dinyanyiin seperti lagu religi. Mendengarkan Fatin bernyanyi itu yang terbayang jadi suasana silaturahmi lebaran, belah-belah ketupat, tuang opor ayam ke piring, terus kasih kucing. Dear Fatin, masalah kita belum usai sampe lo bisa belajar dandan yang ngga menor kayak peserta Jember Fashion Karnaval itu!

Pikirannya di mana?
https://www.facebook.com/photo.php?fbid=475478605881135&set=a.413924528703210.1073741829.413908868704776&type=1&theater

Postingan tersebut gw liat di Facebook beberapa hari yang lalu. Yang diceritakan oleh artikel tersebut adalah perbandingan dua buah potong semangka di mana salah satu semangka diperdengarkan lagu Peterpan dan satu potong semangka yang lain diperdengarkan ayat suci suatu agama yang sayangnya  kebetulan agama yang gw anut.

Musik Peterpan dan ayat suci tersebut diperdengarkan ke semangka selama 3 jam. Yang terjadi setelah 3 hari kemudian? Semangka yang diperdengarkan lagu Peterpan membusuk, yang satunya lagi tidak. Artikel tersebut (ingin) membuktikan soal bahaya musik bagi manusia. Ada hubungannya dengan kabar diharamkannya musik yang ramai dibicarakan di media soasial beberapa hari kemarin? Kurang tau. Yang jelas, penelitian tersebut janggal.

Pertama, hal tersebut diuji ke semangka, bukan ke manusia. Lah, tiap hari gw denger musik Taylor swift, yang pada dasarnya ngga jauh lebih nista dari musik Peterpan, tapi gw ngga busuk-busuk juga. Buat semangka mungkin bisa bikin busuk, buat manusia ya beda soal. Hati yang busuk, mungkin. Jelas, penelitian tersebut ngga apple to apple. Atau watermelon to watermelon dalam kasus ini.

Kedua, yang diuji cuma dua potong semangka. Lah ya, komestik Tje Fuk aja paling dikit butuh 500 tikus hidup buat nguji apakah bahan merkuri di bedaknya bikin manusia gatel-gatel atau ngga... Lah ini, cuma dua potong semangka.

Terus, gimana kalo yang diperdengarkan ke salah satu semangka tersebut bukan lagu Peterpan? Apakah semangka tersebut mendadak terbakar ketika didengarkan lagu Lady Gaga? Mungkinkah semangka tersebut menjadi lemes dan melambai tak beraturan ketika didengarkan lagu Sm*sh? Ataukah semangka tersebut berubah menjadi nangka busuk ketika dilantunkan lagu milik Fatin atau berubah menjadi jilbab dengan corak leopard yang ada bolongan di punggungnya ketika disetel lagu milik Anjel Lega? Ibarat penyusunan skripsi, penelitian di artikel tersebut masih tergolong berada di tahap daftar isi dan penyusunan daftar ucapan terimakasih.

Banyak memang pihak yang bikin kita bertanya-tanya "Pikirannya kemana ya?" Tapi sebagaimanapun itu, just make sure aja kalo kita masih punya pikiran yang paling sehat di antara yang terkesan brainless yang gw bicarakan di tulisan kali ini.

Rabu, 26 Juni 2013

It's Over

SS5. Konser Super Junior yang kelima. Konser mereka yang pertama di Indonesia diselenggarakan tahun... Lupa sih ya. 2010? 2011? Ya anggaplah dalam 3 tahun, mereka udah konser 5 kali. Jadwal minum obat cacing tahunan gw juga kalah. Kayaknya ngga akan selesai-selesai sampe ada SS XII. Ngga salah sih. Namanya juga banyak yang suka. Tapi, emang karyanya udah banyak banget? 3 tahun udah punya 30 lagu? Ntar pas konser, nyanyi lagu itu lagi - itu lagi. Cuma dibedain cara pembawaannya aja; kali ini pake saksofon, bulan depan pake piano, atau taun depannya dinyanyiin dengan mengucapkan "Selamat malam" sebelum tampil yang pastinya merupakan kejutan yang SANGAT luar biasa dan bertalenta buat penontonnya. Tapi ya fansnya banyak banget sih.... Tapi kan?

"Suburrr...Waktumu sudah habis, Subuurrr...." *badan bergetar-getar* Baik aksi perdukunannya Subur, maupun karir infotainmentnya Arya Wiguna, semuanya ngga selesai-selesai. Tampang kurang-layak-tampilnyanya si Arya Wigogon juga ngga selesai-selesai...

Minggu lalu, Nastar KDI bertitah akan menyewa body guard buat anak-anak kesayangannya. Dia tidak peduli dengan apa kata orang, pokonya dia tetap akan menyewa bodyguard buat anak-anaknya. Well, selama ini dia kan dikenal suka pamer harta, sombong, dan agak keperempuan-perempuanan. Tapi seakan tidak mau dibilang pamer kekayaan, Nassar secara berapi-api --dengan tetap ngondek- mengatakan bahwa hal tersebut dilakukan demi keselamatan putri-putrinya.

Demi keselamatan. Padahal, hal-hal yang bersifat demi kecantikan dan demi keayuan mungkin akan lebih cocok diterapkan ke anak-anaknya Nastar. I am not saying bahwa anaknya Nassar itu ngga lebih mulus dari bagian dasar panci yang udah 1324 kali pemasakan atau tidak lebih enak dilihat dibanding tempe mendoan sisa kemaren yang udah dipanasin 3 kali tapi belum ada yang makan, lho. Bukan. Cuma kan agak membuang uang kalo sampe menyewa pengawal putrinya yang sebenernya bisa dilakukan oleh ayahnya sendiri. Memang kesehariannya Nastar ngapain sih? Tampil di tivi juga jarang. Gw ngga yakin dia di rumah sibuk modifikasi motor dan utak-atik mobil lama atau main futsal bareng bapak-bapak sekompleknya. Kan bisa, sebelum merajut baju hangat, antar dulu anaknya sekolah. Selama anaknya sekolah, bisa disambi membeli sayur-sayuran di pasar. Ketika anaknya tiba di rumah, bisa dilanjutkan hobinya memasak. Kan ngga pake biaya.

Mending sewa bodyguardnya buat Nastar pribadi aja. Kan ketawan ada gunanya. Ummm.. Cucok!

It's over. Padanan kata itu bisa berarti Oh sudahlah atau Oke, lebay deh. Kelebayan bisa terjadi karena kita ngga sadar bahwa udah waktunya berhenti melakukan kegiatan tertentu karena ya mungkin... Ya lebay aja sih ya. Kelebayan kerap terjadi pada orang yang baru jadian. Media sosial seakan gedung bioskop atau kafe tempat mereka pacaran. Mereka ngga sadar bahwa di timeline itu ngga ada bunga-bunga indah seperti kalo kita pacaran di taman, ngga ada makanan enak seperti kalo kita pacaran di kafe, atau ngga ada asap kenalpot seperti kalo kalian pacaran di fly over Pasar Senen. Yang ada di timeline cuma penonton yang suka sirik, iri hati, bergunjing, dan mengunfollow kalo kita kelebayan pacaran di media sosial.

Bahkan, sesuatu yang disampaikan tidak secara lebay pun bisa jadi dianggap lebay oleh kita-kita. Seperti status di media sosial yang bunyinya "Alhamdulilaaah..." Atau "Puji Tuhan...". Singkat, tapi bikin sirik. Timeline itu sensitif.

Lagi banyak dirundung masalah juga bisa bikin lebay. Temen ngga bisa ketemu sekali karena agak sibuk, dibilang ngga care. Telepon ngga diangkat dua kali, dibilang "Buat apa lo punya handphone?"-- yang mungkin jawabannya "Ngga cuma buat angkat telepon lo". Atau ngeliat kumpulan orang lagi ngobrol, langsung ngerasa semuanya lagi ngomongin lo. Padahal ngga semuanya di dunia ini care sama lo tau... Even alasan matahari bersinar juga bukan buat menghangatkan lo kayaknya... Jangan sepede itu.

Baru gabung MLM juga bisa bikin lebay. Newsfeed media sosial bakal diisi sama kisah hidup sukses petinggi MLMnya yang gemar posting foto mobil dan rumahnya yang ngga tau juga belinya pake uang yang mana. "Ayo, gabung! Ngapain cape-cape bangun pagi, kita enak dong kerja di rumah!". Helloooo... Gw udah cape bangun pagi, terus musti tambah cape ngeliat usaha lo ngoceh-ngoceh di newsfeed. "Modal cuma 5.000 bisa dapet penghasilan 9 juta per bulan". Helloooo... Ngga sekalian nawarin langsung masuk surga dan lancar meniti jembatan sirotol mustakim aja? Tapi itu hak mereka sih. Dan hak gw juga untuk mendelete orang MLM itu dari rantai pertemanan dan ngomongin mereka di sini.

It's over. Fatin Sodakiah, juara Eks Factor yang tidak perlu diragukan lagi kemamupuannya dalam mengacak-acak lirik lagu orang. Tercatat ada dua kali dia lupa lirik di panggung.Yang paling parah adalah ketika dia menyanyikan lagu dengan judul Everything at Once. 3/4 lagu dia lupa lirik dan cuma "Nggggg, ah, ngga! Nnnnggg... Ah! *kemudian diiringi isakan tangis yang tidak lebih memilukan dari suara tikus kegencet pintu*" Yaolooo. Gw juga ngga tau apa yang menyebabkan dia lupa lirik begitu. Mungkin habis kepleset dan kepalanya membentur meja belajar atau mungkin banyak pikiran sebagaimana layaknya anak sekolah yang bimbang antara berangkat les atau main ke kos-kosan pacar. Tapi apapun itu alasannya, mudah-mudahan dia ngga lupa lirik karena kebanyakan ngapalin hijab tutorial di Youtube.

Seharusnya kalo mau lebih berpikir, sehabis tragedi lupa lirik itu, Fatin memutuskan untuk mengakhiri karirnya di dunia musik aja. Mundur dari Eks Factor, pulang ke rumah, mandi, solat, dan bunuh diri. It's over. Ngga ada yang perlu dilanjutkan lagi karena semuanya sudah jelas. Talenta Fatin biasa aja--sebiasa dandanan Maribeth tahun 2013, suara Fatin tidak istimewa, dan Fatin terlalu alay buat di panggung orang dewasa. Tapi apa nyana, sekarang wajah Fatin sudah terpampang di majalah Hai (edisi Ramadan?) yang kalau dilihat sekilas, jadi nampak seperti majalah Aku Anak Soleh edisi menyambut akhir jaman. Apa boleh buat. Dia tidak menyadari bahwa segalanya sudah harus diselesaikan sejak dia lupa lirik 3/4 lagu pada kala itu, ketika 140juta orang dan 230ribu mahkluk halus marah melihat penampilan dia yang ngga lebih menghibur dari nyanyian pengamen jalanan yang lagi mabok lem.

"Berhenti makan sebelum kenyang". Kalimat yang tepat buat gw pribadi dan buat banyak orang, termasuk Fatin Sodakiah. Tau kapan musti berenti dan tau bahwa kalo kelewatan bakal jadi lebay. Seperti Atjieee Pangestu yang akhir-akhir ini gembar-gembor soal pacar barunya yang umurnya 20 tahun lebih muda darinya. Walau banyak orang yang bilang bahwa Atjieee dan kekasihnya terlihat seperti ayah dan anak, tapi gw lebih melihat mereka bak capster dan pelanggannya. Sudahlah, Atjieee. Keemasaanmu sudah berakhir, even sejak sinetron Tersanjung tamat. Sudahlah, jangan lebay.

Cikita Mede, Eno Lari-larian, dan beragam aris-artis cilik 90an lainnya yang maksa mau terkenal lagi di jaman sekarang. Maksa mau terlihat dewasa yang malah jadi terlihat seperti tante-tante. Terlebih Cikita Mede. Bulan lalu, gw lihat dia di televisi dengan tampang dan make up yang tak ada bedanya dengan tukang kredit panci dan pinjaman keras yang biasa ngider di pasar-pasar tradisional.

Julia Pedes dan Galon Kastanyet. Even yang maha kuasa mungkin juga ngga akan paham kapan pasangan tersebut akan menikah karena tak kunjung mendapatkan restu dari ibunda Julia Pedes, yang penampilannya jauh dari kesan elegan, baik secara ucapan maupun tampilan. Mbok ya kalo ngga direstui, anaknya dipasung aja, dikurung di kamar mandi, atau diasingkan di pulau Rote... Jangan malah dibiarin jalan bareng, nginep bareng di Bali, tampil di tivi bareng sambil melas-melas restu. Gimana sih, bu? Rakyat cape ngeliatnya, bu. Capeee... :(

Tulisan kali ini akan ditutup dengan Aurel Herminsyah. Ada 1 hal yang musti gw puji dari dia, yakni karena dia udah ngga seaktif dulu muncul di publik. Seakan dia pelan-pelan pamit dari gemerlapnya dunia hiburan, dunia yang selama ini telah dia padamkan atas talentanya yang ibarat membawa bencana kemanusiaan. Mungkin dia berangsur-angsur sadar bahwa vokalnya tidak lebih bagus dari Yulia Rahman yang dalam 1 lagu mungkin 3/4nya diisi dengan fals. Atau mungkin akhirnya dia paham bahwa parasnya tidak lebih enak dilihat dibanding anak-anaknya Nastar KDI seperti yang gw ceritakan di atas. Di media sosial pun, dia sudah ngga terlalu banyak kelakar dengan masalah hidup dan percintaannya. Yang dulu mungkin bisa mention nama pacarnya 60 kali dalam sejam. Sekarang mungkin cuma seminggu sekali di mana gw yakin dalam setiap mention, pasti ada fee yang musti dibayar ke pacarnya. Ya seperti kita tahu, ketulusan cuma akan menghampiri oleh orang-orang yang memiliki kelebihan. Karena cantik, dapet banyak perhatian dan traktiran dari bermacam-macam lelaki. Karena suara emas, dapet banyak undangan untuk tampil di beragam acara. Karena pandai, dapet pelbagai beasiswa dari puluhan insititusi pendidikan. Lantas, sudah jelas terlalu berlebihan kan kalau Aurel mengharapkan suatu ketulusan (tanpa embel-embel bayaran) yang dimaksud? I just can't be wrong about this.

Jadi, mari kita sadar kapan kita musti berhenti melakukan sesuatu karena yaaa... Udah ngga tepat aja kalau diterusin, atas kepentingan orang lain dan kenyamanan hidup kita sendiri. Kayak blog ini, rasanya udah harus ditutup sementara sebelum Ramadan. Kalo pun ada dari kalian yang membaca tulisan ini di bulan Ramadan, ya silahkan nikmati sendiri dosanya. Jangan bawa-bawa gw karena gw kan nulis ini pas sebelum Ramadan. Bisa gitu kan? Ngga ya?

Kamis, 09 Mei 2013

Lihat Lebih Dekat

Kemarin, gw nonton film Petualangan Sherina di salah satu stasiun tivi swasta. Gw udah lupa kapan pastinya film Petualangan Sherina ini rilis di bioskop. Udah lama banget. Yang pasti, mungkin sebelum universitas BSI  buka cabang di Depok, Rawamangun, dan belasan cabang di sudut-sudut ruko Jabodetabek lainnya, atau sebelum kuntilanak dihadirkan dengan berbagai macam varian seperti Kuntilanak Keramas, Kuntilanak Ternoda, atau Kuntilanak Berebut Gayung.

Petualangan Sherina. Salah satu lagu di film tersebut yang gw suka adalah yang judulnya Lihat Lebih Dekat. Kira-kira lirik yang mengena seperti ini "Lihat s'galanyaaa, lebih dekat, dan kaaau akaan meengertiii..." Lihat lebih dekat dulu, baru deh kita bisa mengerti.In terms of hubungan bermasyarakat sih... Jangan baru sehari, seminggu, setahun temenan, udah macam hidup bareng sejak lahir. Sok taunya macam Google.

Sering kan, kita temukan orang yang ngedumel, "Lo bukan nyokap gw, jadi ngga usah sok tau soal hidup gw!" Ada benarnya, tapi juga (kadang) ada ke-kurang tepat-an dalam kalimat tersebut jika orang yang mengucapkannya adalah orang yang hiperaktif di media sosial. Mau mandi, ngetwit. Mau makan, ngetwit. Mau bersihin muka, ngetwit. SMS ngga dibales pacar terus kesel, ngetwit. Putus sama pacar terus ngga bisa move on sepanjang dekade, ngetwit. Nangis karena udah sejam ngga dapet taksi di salah satu mal mewah Jakarta, ngetwit. Ngga tau mau ngetwit soal apa, ngetwit. 3 menit sekali, ngetwit. Orang apa detik.com?

Lantas kemudian kalo ada orang lain yang berspekulasi soal kehidupan si pengetwit tadi, "Ih, dia pasti lagi begini deh..." "Ih pasti karna ini deh dia begitu...." Si pengetwit yang hiperaktif itu pun biasanya akan marah-marah "Ngga usah sok tau soal hidup gw! Yang jalanin hidup ini kan gw!!" Padahal kan, kita-kita juga ngga perlu sok tau soal hidupnya dia... Lah wong saban hari juga diumumin soal segala problema dan intrik di hidupnya dia. Palingan publik cuma missed 6 jam aja dari segala aktivitas dia yang dimulai pada jam 12 malam - 6 pagi, pas dia sedang tidur.

"Yang jalanin hidup ini kan gw!!" Ya, kami tau. Kita juga ngga pernah berminat untuk mencampuri kehidupan orang lain mengingat hidup masing-masing orang aja udah banyak persoalan. Tapi kan, kita (secara otomatis) udah jadi saksi perjalanan hidup kamu. Masa kita ngga boleh ngerasa amazed dan berdiam diri sebentar -sambil mengabarkan ke beberapa-cenderung-banyak orang tercinta kita- ketika melihat mobil transparan isi orang telanjang yang melintas di depan kita?

Ya memang, tetap aja kita ngga bisa 100% tahu soal kehidupan orang lain dengan hanya melihat data-data yang ditebarkan lewat media sosial. Tapi, even cuaca dan gunung meletus aja bisa diprediksi kan? Ya walau kadang prediksinya sering meleset, tapi kan banyak orang yang mau percaya sama ramalan tersebut.Ngetwit sedih setiap hari, kita bakal dipercaya public sebagai orang yang pathetic though we are not. Ngetwit marah dan ngedumel setiap hari, orang-orang yang secara aktif ngecek timeline bakal nuduh kita sebagai orang yang ngga tau bersyukur. Kayak gw, setiap hari ngetwit nyinyir. Publik ya taunya gw sebagai orang yang nyinyir. Padahal mah di kehidupan sehari-hari baik-baik aja. Tiap ada temen yang mau pinjem duit, gw baik. Ada ibu-ibu yang kerepotan nyebrang, gw baik. Ngeliat kotak amal melintas di depan mata ketika solat Jumat, gw baik. Tapi publik taunya gw orang yang nyinyir. Persetan dengan kata dan tuduhan orang lain? Ya bisa aja - kalo kalian tinggal di pulau Christmas.

Jauh Dekat Sama Aja
Tersebutlah artis bernama Syahgini. Syahgini merupakan salah satu dari banyak contoh artis yang tanpa prestasi tapi terkenal-terkenal aja tuh. Tampilan dan kelakuannya sangat mengesankan sebagai individu dengan nilai IQ yang tidak lebih tinggi dari 63. Sekalinya dapat 85, mungkin itu didapatkan dengan hasil menyewa joki ketika tes sedang berlangsung. Non-smart artist. Tapi ya gw ngga perlu sok tau lah ya. Siapa gw? Tau kehidupannya dia aja paling cuma 5-20 menit per minggu ketika dia muncul di tivi untuk mengupdate segala kegiatannya yang tidak lebih penting dibanding kabar pemilihan umum di daerah Timbuktu. Sampai kemudian ketika Syahgini menjadi juri di ajang Indonesia Mencari Bakat di salah satu stasiun tivi swasta. Buat gw, fungsi dewan juri di ajang pencarian bakat adalah untuk mengomentari peserta, menghibur penonton, dan menciptakan sensasi benci dari penonton, khusus untuk juri yang biasa dianggap kejam. Tapi Syahgini? Menghibur tidak, komentar pun tidak (pintar). Ibarat butiran kapas yang menempel di kaos ketika kita lagi jogging di pagi hari; berguna, tidak - mengganggu pun tidak.

Beda dengan Nicki Minaj. Di tiap video klip musiknya, selalu terkesan sebagai perempuan "Kurang pintar". Dandanannya kadang 11-12 sama Ki Joko Bodo. Sampai kemudian Nicki Minaj didaulat sebagai salah satu juri American Idol yang ditayangkan di Star World. Bagi yang ngga memiliki akses ke tivi kabel, mungkin bisa menyaksikan American Idol di BChannel. Enak lho BChannel. Hampir ngga ada iklan di sana. Sekalipun ada, mungkin hanyalah iklan salep pengurus badan atau wajan ajaib buat memasak ikan salmon, yang sebetulnya ngga berguna buat ibu rumah tangga kelas B-C karna ngga awam untuk masak salmon di rumah. Kelas A pun ngga akan ada kemampuan untuk masak salmon di rumah.

Nicki Minaj di Idol. Tadinya, yaelah ngapain sih ni orang jadi juri? Emangnya bisa? Ternyata setelah beberapa episode dan seterusnya, komentar Nicki Minaj sering terdengar lebih berbobot dan lebih pintar dibanding juri yang lainnya. Wajar kalo istilah "Lihat segalanya lebih dekat, baru deh kita bisa mengerti" cocok untuk kasus Nicki Minaj di ajang American Idol ini. Kesan luarnya berantakan, tapi ternyata 'isinya' lumayan rapih.

Don't Judge a Book by its Cover. Benar sih. Tapi masa kita mau beli buku yang sampul depannya sobek dan ada petilan upil di atasnya? Ngga kan? Dalam menilai orang, biasanya gw akan selalu ngeliat luarannya dulu. Kalo tampangnya jutek, ngga bersahabat, rambutnya ngga disisir, alis kanan dan kiri ngga simetris, gw biasanya akan menjauh dari orang tersebut. <-- *orangnya perfeksionis* Kalo pun ternyata orang tersebut berkelakuan baik, ramah, dan asik, ya berarti butuh waktu buat gw untuk akhirnya bisa akrab sama orang yang tampilannya kayak gw sebutin di atas. Butuh waktu. Ngga bisa langsung akrab karena tampangnya jutek. Kalo bisa cepet akbrab, padahal kan lebih enak ya? Momen "Gw udah tau kalo kita bakal akrab kayak gini dari awal!" kan terasa lebih sweet dibanding "Lo siihh, ngga mau mengenal gw dari pertama ketemu".

Maka dari itu, lebih baik jika kita berusaha untuk tampil bagus dulu secara tampilan.Kalo ternyata 'isi' diri kita tidak memenuhi persyaratan pihak lain, ya at least kita pernah ada kesempatan untuk menjalin komunikasi dengan orang lain tersebut walau cuma sebentar. Jangan minta orang untuk bisa ngeliat kita dari dekat kalo tampilan luar aja udah amsyong. Siapa yang mau ngedeketin kita? Paling banter tukang somay atau tukang ojek di pinggir jalan yang berharap kita beli jajanan dan servis mereka. Selebihnya, mikir-mikir. Jangankan ngeliat lebih dekat, ngeliat penampakannya dari jauh aja udah baca ayat kursi. I am not talking about kegantengan dan kecantikan walau kadang faktor itu juga mendukung kesuksesan dalam berhubungan di masyarakat. Tapi masa harus dapet transferan 10juta dulu baru bisa senyum ke orang-orang? Masa kena macet dikit aja udah sumpah serapah di timeline macam Arya Wiguna kecipratan becekan waktu mau nyebrang di Jl Ps Minggu? Ngga kan?

Senin, 01 April 2013

Ada yang Sedih, Ada yang Narsis

Kalo ada yang bergembira di atas kesedihan orang lain, itu wajar. Biasa dibahas sama orang-orang. Gw juga sering melakukan itu. Tiap ada orang yang gw ngga suka yang dikabarkan sedang mengalami kegagalan atau kesedihan, gw akan mengunci diri di dalam kamar selama 12 jam dan tertawa seharian sambil nyobek-nyobekin boneka koleksi gw yang mukanya udah dipasangin lembaran foto-wajah orang yang gw benci tersebut.

Dewi Persis juga melakukan itu, ketika dia lagi konpers di tivi menanggapi ditahannya Julia Reus atas aksi jambak-jambakan yang mereka berdua lakukan pada saat syuting film horor yang sangat membanggakan bagi kalangan keluarga Punjabi dan alay-alay se-Indonesia. Dewi berkata dengan muka merona yang seakan siap untuk diajak dangdutan: "Ah aku simpati sama dia (Julia)... Semuanya kan merupakan pelajaran berharga buat kita semua."

Gembira di atas kesedihan orang lain. Kita semua melakukan itu, ketika Marjanda atau yang akrab disapa Chichi sedang rapuh di youtube dan menyatakan kekesalannya atas Adinda Mutiara Sabila Purnomo Sidi yang membully dia di sekolah. "Sama  Muhammad Davi Widodo, yang pernah insult gue (Chichi), yang ngajak gue ke depan kelas. Ingat-ingat lo ngapain!!" Semua diucapkan Chichi sambil nari-nari... Kita semua menertawakan Marjanda kala itu. Menghibur sih. Bahkan gw berharap video itu diangkat ke layar lebar dengan judul Kesumat Sang Gadis Labil.  "Lagu-lagu ini kayaknya sangat cocok buat teman-teman SD gue, yang musuhin gue. Gue nggak punya teman, gue struggle kayak orang gila di sekolah gue sendiri." Padahal aksi dia di youtube juga udah kayakorang gila.. Kok ya ngga sembuh-sembuh dari SD... :( Mungkin dia tidak lagi mendapat bantuan dari Ibu Peri seiring dengan selesainya sinetron Bidadari yang tayang tiap malam di RCTI.

Semua kasus di atas itu merupakan contoh gembira di atas kesedihan orang lain. Hampir mirip sih dengan orang yang gemar narsis di atas kesedihan orang lain. Beberapa minggu lalu, ada salah satu teman gw yang ditinggal pergi (selama-lamanya) oleh teman baiknya. Bagaimana gw bisa tahu beritanya? Lha wong diumumin di status Facebook. Pertama, dia posted status: "Guys.. (dengan ngetag nama-nama temannya), si ini telah mendahului kita... Bla-bla-bla...." Beberapa saat kemudian, dia pasang lagi status serupa dengan ngetag nama-nama teman yang lain. Cukup bisa ditebak, menit selanjutnya dia pasang status yang serupa lagi, begitu seterusnya sampe temannya abis. Kalo jumlah teman di facebooknya dia ada 2345 orang, dia akan tetap pasang status serupa sampai di acara pengajian 1000 hari teman baiknya yang telah pergi itu.

Wajar sih sebenernya, karena kan kabar seperti itu memang perlu diberitahu ke orang lain supaya orang lain bisa berkunjung ke rumah yang "sudah pergi" dan menguatkan keluarga yang ditinggalkan. Cuma yaaa... Kalo sampe puluhan kali masang pengumumannya sih, ini berita duka atau promosi lomba cheerleaders tingkat SMA?

Di keesokan harinya, si temen gw, yang ditinggalkan teman baiknya ini, upload foto suasana pemakaman si teman "yang sudah lebih dahulu pergi" itu. Wajar. Tapi kok ya sampe belasan foto dia upload? Mulai dari foto keluarganya, foto dia bersama teman-teman sewaktu lagi baca doa, foto kuburan temannya dari bagian tampak depan, tampak samping kanan, tampak samping kiri, tampak kurang pencahayaan, sampe tampak mistis, semuaaaaaaa dia upload. Macam orang baru pulang dari liburan yang keranjingan upload foto di facebook. Sedih ngga sih sebenernya ditinggal temennya?

Sampai minggu lalu, dia masih suka pasang status "Kangen si ini... (temannya yang sudah lebih dahulu pergi)" -___- EHYAUDAHLAHYA SONO NYUSUL AJA!

Hal yang agak serupa dilakukan Syahroni. Ketika gunung Merapi meletus tahun 2010 lalu, dia berkunjung ke salah satu lokasi pengungsian. Di sana, si Princess Syahroni terlihat sangaaat sedih dan sempat sesekali menjawab pertanyaan wartawan dengan suara lirih. Namun lain halnya dengan perhiasan dan kostumnya yang sangat memancarkan kebahagiaan. Belum lagi make upnya yang sepertinya harus menghadirkan truk molen untuk mengaduk bedak dasarnya tiap dese melakukan sesi make up. Ngga papa sih. Jadi artis harus dandan, memang. Tapi bisa ngga sih disesuaikan dengan tema? Serupa dengan pejabat-pejabat kita yang suka mendadak pasang poster dengan embel-embel "Berduka untuk korban...." dengan tetap menampilkan foto dirinya dan logo partainya. Atau ribuan kali pasang status "Sabar ya, friend... Dompet lo yang ilang pasti bakal ketemu atas ijin Allah" lengkap dengan puluhan emoticon ':('

The point is, selow lah. Ngunjungin orang sakit cukup bawa buah, ngga perlu bawa semua menu Restoran Sederhana ke rumah sakit. Kalo ada temen yang baru putus dari cowoknya, hiburlah sedikit. Sedikit aja, ngga perlu sampe ngadain yasinan satu divisi kantor. Sampaikan secara private, jangan lewat status. Gitu aja sih. Orang pasti tau kok ketulusan kita dalam memberi sesuatu tanpa kita harus melancarkan ribuan komunikasi verbal yang cetar membahana yang seakaan pengen diliat orang lain bahwa kita adalah orang yang baik. Karena sesungguhnya, kebaikan hanya milik Allah dan kekurangan milik Bunda Dorce.

Minggu, 10 Februari 2013

Y Factor

I mean why? Why.....?

Imlek taun ini diwarnai dengan berita pernikahan Andhika eks Kangen Band yang ke-4 (empat). Udah ngga ngerti lagi gw sama ni orang. Hugh Hefner, pemilik majalah Playboy, punya istri banyak karena uangnya melimpah. Christiano Ronaldo gonta-ganti cewe karena gantengnya tumpah-tumpah. Tapi kemudian Andhika? Bak akibat yang hadir tanpa disertai sebab. Banjir karena hujan dan buruknya drainase. Macet karena kebanyakan mobil. Banyak uang karena karirnya bagus. Andhika nikah 4 (empat) kali? Dulu ada tukang martabak langganan gw yang pacarnya banyak. Karena memang dia ganteng. Tapi Andhika? Ibaratnya petir aja males menyambar dia saking gimanaaa gitu.

Sekarang Andhika lagi menjalani masa hukuman karena dilaporkan telah melakukan tindak penipuan terhadap wanita yang dinikahinya sekarang. Abis ditipu terus mau-maunya dinikahi? Suami-istri ngga ada yang jelas. Buat nikahnya pun cuma dikasih ijin keluar 2 jam dari penjara. Tapi kemudian Andhika, keluarganya, dan istrinya yang sebelumnya melaporkan Andhika ke kepolisian, merasa kecewa karena Andhika cuma dikasih waktu 2 jam buat nikah aja. Ngga sempet ngapa-ngapain dan bulan madu, katanya. Ya robiiii... Emang bulan madunya mau ngapain sih? Pijit-pijitan di pinggir pantai? Mencet-mencetin jerawat Andhika sambil mesra-mesraan di atas fly over Pasar Rebo? Mau ngapain?

Oke. Sebenernya topik ini mau gw fokuskan ke ajang-ajang mencari bakat yang ada di tivi. EksFactor di RTCI. Pertama gw liat, jurinya udah kacau.

Dhani. Ngga pernah lho gw liat dia ngeluarin komentar yang pintar barang satu kaliiii aja. Ya namanya juri kan harus pinter ngomen. Nah dia? Terakhir dia pernah komen "Ini adalah ajang Indonesian Odol yang paling bagus yang pernah saya liat, tapi saya ngga tau kenapa". Lah, Mas? Terus tau bagusnya dari bisikan kuntilanak keramas? Penonton suruh pada nanya ke nenek gayung soal kenapa acara Indonesian Odol yang kali itubisa bagus? Satu lagi komennya dia di luar ajang mencari bakat, dia pernah ngetwit "Emang udah bakatnya lelaki untuk selingkuh, kalo ngga suka ya take it or leave it". Gw lupa susunan asli kalimatnya gimana, yang jelas dia twit itu pas lg ada konflik sama Mulan. Pertama, twitnya dia sangat ngga menghargai Nazzar KD-Oh dan Dr Boyle yang udah nikah tahunan tapi ngga pernah selingkuh dengan wanita lain. Kedua, twitnya dia itu kurang detail karena cuma lelaki banyak uang nan mata keranjang yang ngga tahan godaan aja yang doyan selingkuh. Ya kan? Amen.

Rosses. Gw sih ngga pernah ada masalah sama Rosses mengingat dia bukan tipe artis yang pecicilan dan banyak laga. Dia lebih yang kalem dan ngga suka cari masalah. Tapi lagi-lagi, dia kurang pinter ngasih komen. Kebanyakan peserta diketawain, ditangisin, dan dilebay-lebayin sama dia. Duh, lo jadi penonton aja lah di rumah kalo bisanya cuma ketawa, nangis, dan nambahin drama.

Beb Romero. Yang paling rajin muncul di tivi, istrinya sih. Jadi bintang iklan terselubung di acara gosip. Nyeritain kesibukannya dia terus tau-tau nyuapin anaknya pake multivitamin yang lagi diiklankan. Bikin liputan kegiatan sehari-harinya dia sambil ngasih tau rahasia langsingnya pake susu diet si pengiklan, dan lain-lain. Beb Romeronya sendiri? Ngga tau juga kesibukannya apa. Terakhir gw denger albumnya dia yang merupakan hadiah dari transaksi di KFC sebanyak Rp 1 juta lebih. Selain album Beb Romero, ada juga single Duda Herlino yang, sampe sekarang CDnya udah jadi tatakan obat nyamuk, ngga pernah gw dengerin sedikit pun. Tapi gw pernah denger albumnya Beb Romero. Isinya duet semua, salah satunya sama Rosses. Dan dari kesemua duetnya itu, terdapat 4 kali modulasi (ganti kunci nada) dalam tiap 1 lagu. Ya, suaranya Beb rendah banget kan ya... Jadi pas masuk Rosses, kuncinya tinggi. Tapi pas masuk bagian Beb Romero, kuncinya direndahin lagi. Komentar pendengar? CAPE. Naik-turun-naik-turun. Persetan dengan jenis suara yang (katanya) romantis. Kalo ngga fleksibel, buat apa? Komennya dia pun ngga pernah jelas. Kamu bagus. Kamu punya ciri khas. Kamu keren. Nyokap gw juga bisa kayaknya kalo ditaroh di meja juri Eks Factor.

Jenis suara yang cocok dengan selera gw emang limited sih. Harus suaranya bersih, nafas panjang, ngga serak (walau katanya serak menjual) dan ngga mendesah. Praktis, penyanyi yang gw suka cuma Rachel Berry (kalo kalian nonton Glee), Ruth Sahanaya, Bamz Samson, Once, dan Celine Dion.Others named Cakra Khan, Raisa, Shandy Sondoro, Mariah Carey, BCL, The Sisters, Ki Joko Bodo, Nikita Willy, Baim Cilik, Evan Sanders, Melaney Ricardo, ngga ada yang masuk ke selera gw. *kesuluruhan artis disebut tadi sudah memiliki at least 1 single selama hidupnya, termasuk Ki Joko Bodo if you want to believe it*

Mari kembali ke ajang Eks-Factor. Episode pertama, gw ngga nonton karena tadinya gw kira itu acara kesurupan massal yang diliput tv nasional. Di episode kedua  gw mulai nonton. Peserta-peserta dengan kostum yang ngga lebih indah dari hordeng warteg, jas ujan tukang ojek, atau taplak restoran Padang, pun mulai memenuhi layar televisi gw. 

Kostum tidak masalah asalkan kalian punya suara.
Kata siapa? Ngga asik kan liat Britney Spears joget-joget di panggung dengan seragam Pramuka? Yang lagi terkenal di ajang EksFactor sekarang adalah Fatin. Gadis berjilbab yang mencuat ketika dengan mulus nyanyi Bruno Mars. See? Gw yakin masyarakat menilai Fatin 70%nya dari kostum dia. YAKIN. Kenapa? Karena suaranya Fatin biasa banget. Rangenya di situ aja, ngga bisa kemana-mana. Ekspresi? Lebih flat dari lapisan wajan teflon. Terakhir dia tampil dengan baju yang ngga jauh beda dari busana pegawai kelurahan yang lagi siap-siap apel pagi. Suaranya biasa (walau ngga jelek) tapi karena pake jilbab. Widiiiih, padahal pake jilbab ya, tapi suaranya bisa keren begitu.... <-- komentar kumpulan tukang ojek di depan kantor gw. Ngga tau kenapa, tapi pas Fatin nyanyi lagu Bruno Mars Grenade, kuping gw malah mendengarnya lagu Umi by Hadad Alwi.

Yang berlaku sekarang tuh "Ngga papa ngga punya suara selama kalian punya drama". Juri Rosses mengamini hal itu. Tiap ada peserta yang datang dari kalangan tertentu, langsung nangis. Suara bagus dikit tapi kalo profesinya menyayat hati, langsung dilulusin. Dulu peserta Indonesian Odol ada yang ngaku sebagai pengamen di KRL Jabodetabek dan memang bagus pas nyanyi lagu ST12. Sayangnya, bagusnya cuma nyanyi lagu ST12 dan sampe babak final dia nyanyi lagu ST12. Ya lu kira semua orang di Indonesia ini suka sama lagu ST12? Terakhir gw denger dua lagu ST12 berturut-turut, langsung gejala tipes. Terus ada lagi peserta Indonesian Odol yang ngakunya pengamen juga. Tapi tiap mamanya hadir nonton anaknya nyanyi di ajang Odol itu, tampilan mamanya bak wanita yang ngga pernah absen dari kunjungan mingguan ke Erha Clinic. Tu anak ngamennya di mana? Disawernya 20 dolar per jam?

Tampang ngga masalah asalkan suara bagus
Harus gw amini hal tersebut. Tapi percayalah, yang rupawan dan bersuara bagus akan lebih diinginkan dibanding yang "Kok gitu sih" nan bersuara biasa. Dulu gw sempet mengira film serial SwampThing diputer lagi di tivi ketika ngga sengaja nyetel Indonesian Odol yang menampilkan Yoda sebagai salah satu peserta. Suaranya pun standar.

Lalu hadir peserta di EksFactor yang berjenis kelamin lelaki namun bersuara perempuan. Aduh, suaranya biasa banget. Perawakannya pun semacam mampu membuat panggung runtuh, literally. Gw ngga paham kenapa dia bisa lolos terus. Tampang? No. Ada yang bilang tampangnya seperti ibu kos-kosan, while gw merasa tampang dia lebih mirip susi Susanti yang lagi hamil 7 bulan. Suara? Ngga jelas banget. Suara cowo ngga bisa, suara cewe ngga total.Why....?

Komentar untuk Introspeksi
Mulai tahun 2009, gw emang menciptakan satu istilah yang namanya #JumatSilet di salah satu media sosial. Kenapa #JumatSilet? Karena Indonesian Odol ditayangkan di hari Jumat dan selalu gw komenin jahat (silet) di media sosial tersebut. Alhamdulilah tayangan Eks-Factor juga ditangkan di hari Jumat, jadi gw ngga perlu ubah nama sesi persiletan gw menjadi #KamisSilet atau #MingguBerdarah.Respon orang lain atas #JumatSilet gw cukup beragam. Ada yang terhibur, mengamini tapi tidak memiliki cukup keberanian untuk mengRT, mendukung, dan ada juga yang protes. 

Sempet ada yang pernah "teriak" ke gw begini: "Yaudah sih, No. Kalo ngga suka, ya ngga usah ditonton. Jangan malah dinyinyirin gitu." I think he's just missing the point. Ngga suka = ngga boleh (dilakukan) ditonton. Contoh kasus tinggal di Jakarta. Widih, penat bener gw. Tiap hari kesel sama macet yang udah macam ingus kena udara dingin. Mampet pet pet. Kalo ada tawaran kerja di banyuwangi dengan gaji 5 juta per minggu, gw mau pindah deh. Asal AirAsia juga udah buka hub ke sana, sih. <-- banyak syarat. Tapi kan artinya gw masih butuh sama Jakarta. Uang gw ada di sini lah istilahnya, buat gw pake untuk hal-hal yang menyenangkan seperti nyicil mobil dan mulai DP rumah. <-- *mengada-ada* *kredit motor aja masih ngambil yang cicilan 52 bulan* Ngga asik tinggal di Jakarta, tapi menyenangkan. Begitu juga dengan nonton acara Eks Factor. Ngga bagus banget itu acara, at least ngga lebih bagus dari serial Angling Darma di Indosiar, tapi kan menyenangkan. Gw bisa ngetawain pesertanya, menghibur diri karenanya, menghibur follower berikutnya. Memanfaatkan mereka buat kesenangan pribadi dong? Ngga juga kok. Gw selalu berharap mereka-mereka yang gw nyinyirin itu bisa baca komentar gw dan dijadikan bahan introspeksi buat mereka. Jaman sekarang kan jamannya individualisme. Tetangga bermasalah, dicuekin. Temen kena Narkoba, kita tinggalin. Nah gw kan ngga gitu. Kaum-kaum yang bermasalah itu, masih mau gw coba untuk sadarkan supaya mereka bisa kembali ke jalan yang wajar. Gitu aja, sih. You  got my point kan, Ray?

Kamis, 17 Januari 2013

Tampil Cantik (Extended)

Lah? Kok pake extended macam film Eiffel I'm in Love yang ngga ada bagus-bagusnya tapi laris manis? Kalo inget Sampul Rizal di film itu, kayaknya aktingnya dia ngga jauh beda dari Azis Gagap. Belepotan gitu. Tapi laris. Galileo juga ngga bakal paham kenapa film Eiffel I'm in Love bisa laris. Larisnya sampe meminta korban nyawa yang berdesak-desakan di pemutaran perdananya di bioskop mal Cijantung. Mal mana? Mal Cijantung. Oyaudahlahya.

Terus kenapa cerita ini ada extendednya? Karena ada yang komplen:

*juga mungkin maksudnya jangan*


Sebenernya soal isi nyinyirdotcom yang ngga bisa sepanjang ninoynino.blogspot.com itu, ya karena di sini gw bener-bener harus nyari ide segar semacam 80% dari keseluruhan isi blog. Susyeh. Kalo di ninoynino.blogspot.com kan, gw udah punya bahan 80% dari perjalanan gw, jadi tinggal nambah 20%nya lagi buat materi-materi OOT. Kalo di sini, gw cuma punya bahan 20% yang gw peroleh dari hasil nonton infotainment dan 80%nya lagi harus gw pikir sendiri. Susyeh. Apakabarnya kalo gw skip acara gosip sehari? Infotainment yang memenuhi standard kualitas-1 buat gw cuma Insert dengan gabungan host Indra Herlambang dan Fenita Arie aja. Selebihnya, nol. Apalagi acara gosip yang ada di SCTV. Duileh, ngegosipinnya kok artis-artis FTV dan pemain sinetron stasiun TV mereka yang lagi pada baksos, makan mie ayam, bungkus kado, bersihin kandang ayam, atau siap-siap syuting. PENTING BUAT IDUP GW? Rasanya pengen gw tulis di surat pembaca kalo ada acara gosip yang macam begitu-gituan. Kalo gw dapet 3 permintaan dari jin di dalam botol, jelas gw akan meminta 3 permintaan ini:

1. Acara gosip di SCTV dihapus
2. Aurel tidak dilahirkan ke bumi. Well, sebenarnya akan lebih arif kalo gw meminta agar Aurel diberikan suara yang merdu aja. Tapi gw yakin, kekuatan gaib pun ngga akan mampu menyembuhkan dirinya dari kefals-an suaranya yang bisa membunuh 3 ekor ular sanca dalam 1 bait nada
3. Follower twitter gw nambah 100

Jadi, mari kita ulang cerita kemaren dengan beberapa penambahan dikit aja. Biar agak panjangan lah gitu...

Keinginan untuk selalu tampil cantik itu, ngga terbatas umur, latar belakang sosial, profesi, ataupun orientasi seksual. Ngga cewe, ngga cowo, semua berlomba-lomba untuk bisa tampil cantik. Semua? Ngga juga.

(Big) Royal Wedding
Dulu, mungkin sekitar 2 atau 3 tahun yang lalu, ada putri keraton yang melangsungkan pernikahan, yang kebetulan sempet sekilas diliput oleh media massa. Putri keraton. Jabatan yang berat memang. Tapi ketika gw ngeliat prosesi pernikahannya, gw agak bingung buat memastikan yang mana yang putri keraton dan yang mana yang merupakan tenda pernikahannya. Ya, putrinya kegemukan. Gemuk banget sih kalo mau dibilang. Sebenernya kalo ngomongin kegemukan, ini soal yang sensitif. Bisa masuk ke kategori bullying. Tapi yaaa, mengingat itu orang punya jabatan "putri", agak gimana gitu jadinya. Dijaga kek berat badannya. Masa penghulu, meja ijab kabul, dan janur kuningnya sampe pada ketutupan badan dia gitu? Putri keraton ya harus cantik dan semampai, ngga berbadan lokomotif. Kalo ngeliat bentukannya, mungkin dia lebih pas untuk menjabat sebagai Putri Empal Gentong, yang merupakan ambassador untuk makanan-makanan khas Jawa Tengah.

Yaaa, namanya juga putri. Putri salju, Putri Indonesia, putri ayu (salon). Semua kan dikisahkan yang ayu-ayu, cantik, lemah lembut. Tapi dia? Ibaratnya dongeng putri tidur yang harus dicium pangeran dulu baru bisa bangun dari mimpinya, mungkin si putri keraton yang gw maksudkan ini harus kesundut kabel SUTET dulu baru bisa kebangun dari tidur. Sayang, waktu itu liputannya cuma sekilas, jadi gw ngga sempet liat ketika si putri dan suami diarak keliling kota menggunakan dokar. Karena gw sebenernya sempat bertanya-tanya dalam hati, akan menggunakan berapa tenaga ekor kuda untuk menarik si putri keliling kota? 15? 132? Atau diarak menggunakan traktor penghalus aspal jalanan? Entahlah.

Another Big Royal Wedding
Sebenernya, minggu-minggu lalu juga baru aja ada yang menyelenggarakan Big Royal Wedding. Sebutlah Olivia, anak dari buah pernikahan Nia Dihianati dan Farhat Asbes. Olivia mungkin terlahir langsing, tapi sayang bertumbuh agak kelebaran. Kalau Nia dan Olivia disandingkan berdua, akan jelas terlihat perbedaannya. Nia ibarat gelas-gelas kaca, sedangkan Olivia tak ubahnya sebagai gentong-gentong tanah liat. Di acara ulang tahun 17nya Olivia dulu, Nia dan Farhat membelikan Olivia 1 buah mobil Honda Jazz. Pertanyaan gw pada waktu itu adalah: Apakah muat? Mungkin akan lebih cocok kalo dikasih Nissan Terano atau Alphard aja. Okesip. Mungkin uangnya ngga cukup buat beli Alphard.Karna Farhat Asbes juga kan, karirnya kembang-kempis gitu. Kerjannya lebih banyak nyampah di infotainment dibanding bela warga di ruang pengadilan. Mungkin dia lebih cocok bisnis online ajalah. Atau buka lapak pulsa atau nasi rames di ITC. Atau apalah.

Tampil cantik tapi apa daya
Bedak ditebelin, perhiasan dimenterengin, baju diseksi-seksiin. Tapi tetap, penampilannya ngga bisa meninggalkan kesannya sebagai Aurel Herminsyah. Beberapa minggu lalu, dia sempat tampil di tivi dengan tanktop seksi. Seksi? Ya, seperti melihat bolu kukus karamel yang setengahnya ditutup kertas alumunium. Bedaknya juga ketebelan macam bisa menyerap banjir Jakarta. Tapi gw ngga bilang Aurel jelek lho. Kalo ada peringkat 100 besar artis-artis cantik Indonesia, mungkin Aurel masih ada di posisi 89; tiga tingkat di bawah Omas Wati dan 1 tingkat di atas Abdul Rojak (bokapnya Ayu Ting Ting).

Cantik ngga harus berkutat di penampilan luar. Iya. Langkah Aurel dengan meluncurkan single, yang beberapa di antaranya lebih cocok dijadikan sebagai musik penolak bala, sebetulnya bisa dibenarkan. Mungkin dia ingin memunculkan kecantikannya secara suara, setelah sebelumnya mungkin sadar kalo kecantikan parasnya ngga terlalu bisa diandalkan untuk diumbar. Tapi sayang, lagi-lagi gagal. Kadang, gw mengira suaranya Aurel merupakan tiupan sangkakala yang menandakan bahwa dunia sedang memasuki kiamat. Parau sekali suaranya. Seperti kucing yang mau lahiran dengan proses cesar karena posisi bayinya sungsang. Tapi gw dukung lah usaha Aurel dalam mencari sisi cantik yang ada di dalam dirinya. Mungkin keahlian dia bukan di suara, bukan di paras, apalagi di lekuk tubuh. Tapi siapa yang tahu kalo suatu saat nanti dia bisa sukses menjadi atlit lempar galah yang musti mengakhiri karirnya karena terkilir ketika SEA Games, atau jadi sekretaris perusahaan ternama yang terancam bangkrut setelah menghire Aurel, atau jadi pialang yang ngga pernah dapet klien, atau jadi tukang pecel lele? We will never know but i'll keep nyinyirin her.

(Seharusnya Ngga) Tampil Cantik
Jeremy Teti. Eh, ngga ya? Cantik ngga sih ni orang? Pokonya tiap ini orang tampil di tivi, gw kepengennya manggil dia dengan sebutan bude aja. Suaranya keibuan, tegas ala-ala Ketua PKK yang lagi mengkordinir acara ngerujak bareng 1 RT, bahasa halus, kemayu, dan brewokan. -___- Hah, sudahlah. Gw juga bingung kenapa dia masih dipertahankan buat jadi pembawa berita di salah satu TV nasional.

Sudah panjang belum isi blog gw? Dari cerita di atas, bisa dipetik lah ya pesan intinya. Kalo mengerjakan sesuatu, ya harus total biar keliatan "cantik". Jangan sampe menggeluti satu bidang yang sebenernya kita ngga pengen dan ngga mampu. Karena apa-apa yang ngga kita kerjakan secara total, kemungkinan hasilnya akan jadi sampah aja. Jangan kayak Aurel gitu. Boleh kayak Aurel, tapi please luluran seminggu sekali. Berkarir juga ngga boleh lebay. Jangan kayak Jeremy Teteus yang kayaknya bakal sampe umur 98 tahun dia kekeuh tampil di tivi. Kasih lah kesempatan buat yang muda-muda. Boleh kayak Jeremy, tapi pelase shadingnya jangan ketebelan!

Cantik-ngga cantik, sebenernya kalian sendiri yang menentukan. Bisa tampil cantik, alhamdulilah. Tampil ngga cantik, harus siap diomongin. Gampangnya cuma sekedar rapih aja, ngga menor, baju licin, rambut ngga acak-acakan, ngga pernah ngga mandi tiap ke luar rumah, kelakuan dijaga, tahan emosi tiap PMS, dan ngga suka marah-marah di publik. Gampang kan? Susah.

Sabtu, 05 Januari 2013

Kuno

Perempuan Dilarang Duduk Mengangkang Saat Dibonceng (kompas.com)

Jadi, perempuan di Aceh kalo mau diboncengin pake motor, duduknya harus nyamping kiri. Ngga boleh ngangkang, nyamping kanan, atau madep belakang. Katanya sih, karena tidak sesuai dengan budaya Aceh yang sudah berlaku sejak lama. Ada-ada saja. Mungkin nanti akan ada himbauan bagi kendaraan untuk tidak memfungsikan transmisi/gigi mundur karena Allah tidak suka manusia yang suka "kembali ke belakang" atau mengingat-ngingat masa lalu. Ya bisa saja. Pikiran orang (kolot) mana ada yang tahu.

 

Duduk nyamping. Susah deh, sumpah. Ngeri banget sumpah. <-- *udah pernah*. Di sisi pengemudi, akan sulit menjaga keseimbangan. Apalagi kalo nyetir motornya sambil ngetik SMS, duduk bersila, atau ngobrol pake hape dengan cara menyelipkan ponselnya ke sela-sela antara helm dan kuping. 

 

Duduk nyamping. Mungkin masih ngga lebih berbahaya naik otopet sambil sikap lilin dengan rute Jonggol-Cimahi. Gw pribadi, kalo ada yang minta nebeng, gw akan minta penumpangnya duduk ngangkang atau sekalian duduk di depan aja macam anak balita diajak muter-muter komplek sama bapaknya. Daripada duduk nyamping, keselamatan agak diragukan. Pokonya kalo tiba-tiba ada yang minta dibonceng gw dengan duduk nyamping, gw akan turunin di tengah jalan, baik cowo atau cewe. Kesibukan mikirin adat lama, akhirnya sampai mengesampingkan keselamatan.

 

 Working women. Kekinian, kebutuhan, atau Melanggar Kekunoan?

 

Dulu, pas jaman gw kuliah, mungkin sekitar 1800 tahun sebelum masehi, ada temen gw, sebutlah namanya Android. Dia selalu lantang ngomong "Perempuan ya ngga boleh bekerja! Karena, gw mau istri gw nanti selalu ada di rumah, siap ngelayanin gw, tiap gw kecapean pulang kantor". Tiap ngebahas soal wanita bekerja, dia selalu dengan tegas menyatakan keberatannya seperti itu. Kisah nyata lho, tweeps. Gw juga heran ada orang dengan pemikiran seperti itu. Mendingan si Android piara kucing aja ya. Dikandangin, terus kalo pulang kerja dan merasa stres, bisa main-main sama kucingnya. Lebih ngga ngorbanin perasaan orang kan? Dosanya mungkin lebih sedikit.

 

Tapi apapun itu, gw berharap sekarang si Android udah jadi manager atau direktur di perusahaan terkemuka. Karena kalau tidak, susah cyin. Biaya sekolah mahal. Harga tas naik tiap tahun. Harga apartemen naik tiap hari Senin. Biaya parkir sekarang udah Rp 3000 per jam. TDL naik walau electricity di kota-kota besar masih byar-pet. Ongkos tol udah seharga 1 bungkus nasi rames pake telor dan tempe orek. Susah lah kalo istri ngga kerja. Kecuali kalo yey orang tajir.

 

"Pokonya setelah SMP, gw ngga akan ngelanjutin ke SMA. Buang-buang duit aja! Perempuan mah ujung-ujungnya juga di dapur doang!" -Siti Maesaroh, temen SD gw, diungkapkan ketika lagi pinjem-pinjeman sisir di mushola sekolah- Cita-cita: menjadi ibu rumah tangga. Sungguh cita-cita yang mulia. Walau akan lebih mulia dan makin gress lagi kalo titelnya ditambahkan jadi ibu rumah tangga yang berpendidikan dan berkarir.  

 

Tapi apapun itu, gw berharap kalo Siti Maesaroh sekarang udah ngubah namanya menjadi Cindy atau Jessica. Ya apalah arti sebuah nama, selama itu bukan Siti Maesaroh. Ok bye. Love you.

 

Siapa yang ngga tau kasus Bupati suatu daerah di Jawa Barat dengan nama Aseng Dicky? Saking masifnya pemberitaan, gw sampe yakin kalo kabar soal pernikahan fenomenalnya Aseng juga ditayangin di channel Space Toon. 

 

Aseng. Dicemooh karena ulah kejamnya dengan menikahi gadis belia selama 4 hari saja. Macam frekwensi ganti celana dalem gw, 4 hari sekali. 

 

Yang mau gw bahas di sini adalah soal Aseng, istri Aseng, dan gadis belia yang dinikahi Aseng selama 96 jam itu.  Jadi, istri pertamanya Aseng ternyata memang sudah mengetahui soal pernikahan Aseng dengan gadis belia itu. Dan, istri pertamanya (dengan secara menakjubkan) mengijinkan! Mungkin kalo Aseng ijin mau ganti kelamin juga bakal dibolehin sama istri pertamanya kali. Ngga pedulian atau takut dicerai? Ya kalo sampe dicerai juga, istrinya mau makan apa? Tinggal di mana? Karena setahu gw, istrinya Aseng memang tidak bekerja dan tidak berpenghasilan. Repot yes?

 

Beberapa minggu lalu, gw juga liat pemberitaan soal pejabat negara yang menikah dengan istri kedua dan melupakan istri pertamanya sampai sang istri pertama musti tidur di halaman rumah dengan hanya beratapkan terpal. Sang istri ngga tau lagi mau tinggal di mana karena diusir oleh sang suami. Dasar laki-laki!

 

Gw ngga mau menakutkan kalian, tapi alangkah lebih "aman"nya kalo kita (sebagai istri), *KITAAA?* juga punya pegangan; pendidikan dan karir. Jadi kalo suami kita ngelempar petasan, kita bisa bales dengan ngegelindingin granat ke tempat suami kita berpijak. *KITAAA?* Lihatlah si Halimah, terserah deh lo mau nikahin Mayang! Pokoknya kita cerai kalau sampai gw dimadu! Gw bisa hidup tanpa lo karena punya bisnis dan mampu menghasilkan sendiri.

 

Nyokap gw juga dulu begitu. Tiap berantem sama bokap, dia bisa lebih lantang dan sering banget ngancam cerai sambil tepuk-tepuk dada dengan bilang "AKU BISA HIDUP SENDIRI, AKU BISA!! TAPI URUS ANAK KAMU SI RHINO ITU YA! AKU NGGA MAU! DASAR ANAK TIDAK ADA FUNGSINYA!! KERJANYA TIDUR, MAKAN, DANDAN, TIDUR, MAKAN, DANDAN!! *terlalu buka aib* Pokonya kalo bokap dan nyokap gw berantem, keramik di lantai rumah bakal pada pecah karena nyokap gw lebih suka marah-marah dengan ngelempar dan ngebanting-bantingin ulekan, bukannya piring, saking ngerasa powerfullnya. Sampe sekarang, lantai rumah gw jadinya pake aspal dan sebagian dilapisi beton aja biar kuat.

 

Baiklah. Jadinya gw seperti menggambarkan wanita yang punya karir akan gampang minta cerai, ya? Sebenernya bukan gitu. Namun, tiap ada masalah atau perdebatan, kan akan lebih enak kalo posisi orang-orang yang berdebat itu "sama tinggi". Jadi penyelesaian masalah ngga akan berdasarkan atas siapa yang bisa direndahkan dan diremehkan. Perlombaan aja contohnya. Kan kalo balapan mobil, ya mobil aja yang boleh ikutan. Perlombaan sepeda, ya bajaj ngga boleh ikutan. Semua diseragamkan agar tidak ada yang merasa dirugikan karena bajaj sudah pasti lebih cepat dari sepeda.

 

Wanita bekerja. Itu pilihan. Banyak temen gw yang sekarang berkeluarga tapi kegiatannya jadi ibu rumah tangga aja. Tapi toh mereka semua berpendidikan. Ngga nge-set dirinya dari SD untuk jadi ibu rumah tangga aja dan males memperkaya diri. Sebagian memang memilih jadi IRT karena anaknya masih terlalu kecil untuk ditinggal. Jadi pasti mereka tetap punya pikiran untuk berkarir dan berkarya ketika anaknya sudah besar nanti.

 

Terus gw jadi bingung mau bikin kesimpulannya gimana. -__- Intinya sih, jangan kuno-kuno amat lah jadi orang. Ngga asik kalo udah jamannya ngirim-ngirim pesan pake watsapp, kalian masih suka tukar-tukar pikiran pake burung merpati atau kirim-kiriman ide lewat mimpi.

 

Selebihnya, plis Aurel. Kalo mau tampil di tivi, jangan pake tanktop lagi. Kulit udah macam bocah hobi ngejar layangan gitu, pake segala pamer ketek! Gw ngeliatnya juga iba. Jangan lagi ya, Rel. Pake baju besi atau baju mumi sekalian aja lah biar ngga ngerusak mata penonton.

 

Sampai jumpa!