Selasa, 05 November 2013

Berandai-andai

Eh, topik yang kayak gini udah pernah gw bahas belum sih? *ngerasa lama-lama kayaknya topik pembicaraan gw itu-itu saja* *oknum yang dibicarakan juga itu-itu aja sih* *ENYAH KAU FATIN dan AUREL dari pikiran gw!!* *kemudian Aurel dan Fatin lari tunggang langgang dengan penuh perasaan bahagia*

Berandai-andai. Salah satu kegiatan yang hampir semua manusia suka untuk lakukan, termasuk gw. Iya, walaupun hati gw dark, kelakuan tidak terpuji, omongan ngga bisa dipercaya, tapi gw tetaplah manusia. Gw pun suka berandai-andai. Berandai-andai jikalau artis Indonesia pada lebih berkualitas lagi, pastilah gw ngga akan menjadi orang yang nyinyir seperti sekarang. Berharap kalau penyanyi-penyanyi pendatang baru Indonesia pada bisa lebih merdu suaranya--paling tidak suaranya ngga bikin penonton berucap astagfiruloh--, mungkin gw ngga akan menjadi orang yang penuh iri dan dengki seperti sekarang. Coba saja temen-temen gw semuanya berkelakuan normal, ngga dandan menor terus foto selfie ribuan kali dan diupload di fesbuk ratusan kali, ngga bentar-bentar foto pake jilbab, besoknya foto pake kaos dan kacamata item padahal lokasinya lagi di depan sekolah dasar, yakinlah bahwa gw akan memiliki hati yang suci, ngga akan segelap ini. Andai saja.

Berandai-andai untuk yang sudah terjadi
Gw dan banyak manusia Jakarta lainnya: "Coba tadi bangunnya lebih pagi! Ngga akan gw telat begini"
Marshandeuh: "Andai gw ngga upload video gw di Youtube beberapa tahun lalu, pastilah gw ngga perlu repot-repot berjilbab biar mengesankan kalo gw udah waras sekarang"
Pretty Asmara: "Kalau saja gw lebih bisa mengatur pola makan" | "Ngga sih, mba! Ngga akan bisa. Percaya gw!" <-- *gw yang jawab*
Musdalifiuhh: "Andai aku bisa lebih punya waktu untuk pilih suami kedua, pasti bedak dan lipstik aku ngga akan cepat habis karna dipakai suami seperti ini..." | "Ya macam bisa dandan aja, mba. Tampil di tivi aja mukanya polos ngga pake bedak, kalah sama kesemek. <-- *masih gw yang jawab*

Di satu buku yang berjudul La Tahzan (Jangan Bersedih), yang kebetulan gw cuma baca 10 halaman pertama karena gw ngga bakat baca sesuatu yang serius dan panjang-panjang, ada satu tulisan yang melarang kita untuk terlalu larut berandai-andai akan apa yang sudah terjadi karena hal tersebut merupakan perbuatan yang sia-sia dan membuang waktu. True.  Tapi ada ngga sih buku yang judulnya Jangan Menyinyir? Aku mau baca... :(

Di banyak qoutes juga banyak yang bilang kalau kita harus fokus melihat ke depan dan hanya sesekali saja melihat ke belakang untuk introspeksi. "Hari ini adalah 10 tahun jadian kita, andai masih bersama," demikian salah satu status di media sosial berbunyi. Woelah, mbak. Hari ini juga 23 tahunnnya gw untuk pertama kalinya memakan tempe. TERUS KENAPE? Move on nape.

Berandai-andai untuk yang belum terjadi (antisipasi)
Mengatur Plan A dan Plan B kalau bahasa kerennya. Kalau ternyata hari hujan, terpaksa bazarnya kita pindahkan ke dalam gedung. Jikalau yang datang ke pernikahan kita hanya sedikit, lebih baik makanan catering kita sumbangkan ke panti jompo sebelah biar tidak mubajir. Jikalau memang tidak diberkati suara yang merdu, ya jangan bikin single. Kalau muka ngga cantik-cantik amat, jangan keseringan muncul di tivi. Jikalau tetep mau jadi artis, ya luluran dulu atau suntik putih dulu biar keliatannya ngga burem dan ganggu mata penonton. #DearAurel

Dibanding beranda-andai untuk masa lalu, memang akan lebih baik jika kita ngayal soal yang akan terjadi di depan saja. Buat ancang-ancang aja soal apa yang mau kita lakukan. Seperti yang dilakukan oleh penguasa wilayah ujung Jakarta yang bernama Ratu Kentut. Mungkin dalam bayangan dia, dalam 3 tahun muka dia akan penuh keriput, kulit dia akan kusam, rambutnya akan rontok, dan hidungnya akan memesek 1 cm tiap 6 bulan. Jadi dia rajin perawatan di luar negeri yang biayanya miliaran. Kulitnya mulus memang, tapi wilayah yang dia pimpin jadi ngga keurus, seakan kontras dengan licinnya muka beliau.

Karena gw punya sodara yang tinggal di wilayah yang dimaksud di atas, jadi lumayan sering gw berkunjung ke sana, sebutlah kawasan BCD. Mewah, jalannya mulus, mal-mal gres ada di sana, dilengkapi hiasan hijau pohon-pohon yang mungkin dibiayai oleh developer perumahan di sana. Tapi kalo minggir sedikit dari megahnya jalan utama BCD, kondisinya amit-amit. Ada jalanan yang dari jamannya gw belum lancar bahasa Inggris, masih juga rusak sampe sekarang. Pernah sekali gw lewat situ, lipstik nyokap gw pindah ke jidat dan bulu mata gw rontok ke pipi saking bikin berguncang-guncangnya jalanan di sana. *dulu belum ngetrend bulu mata anti badai btw* Ribet ngurusin masalah sendiri, masalah orang lain jadi (yang sebenrnya jadi masalahnya juga) dilupakan. Saking asik ngerencanain yang jauh di depan, yang ada di depan mata ngga keurus.

Masih ngomongin Ratu Kentut barusan, beberapa hari lalu gw dikirimin foto si ratu dengan jilbab merah dan mukanya yang juga merah karena muka hasil perawatannya ngga kuat kepanasan (panas matahari di luar ruangan). Matching sih. Jilbab merah, muka merah. Tapi apa jadinya kalo dia lagi pake jilbab kuning terus kepanasan? Muka merah, jilbab kuning. Warna-warni macam barisan getuk yang dijual abang-abang pake gerobak itu. Terbukti teknologi belum cukup memuaskan sang Ratu. Sabar ya, Ratu. Kamu sih perawatannya lebay.

Eh, tapi gw menyampaikan belasungkawa atas kandasnya kisah cinta bitchy and the beast antara Andi Suralaya dan ... Siapa namanya suaminya? Gw cuma inget muka suaminya aja, lumayan bikin shock sih perawakannya, jadi gampang diinget, namanya sih lupa. Mereka akhirnya bercerai setelah menikah selama... 2 tahun ada ngga sih? Kayaknya dia nikah pas ruko di belakang rumah gw mulai dibangun. Sekarang rukonya masih 3/4 jadi, mereka udah cerai. Lah gimana sih ini?

Andi termasuk orang yang juga terlalu concern sama apa yang akan terjadi di depan. Dia mungkin khawatir nantinya ngga akan ada orang yang bisa membiayai glamornya kehidupan dia, membayar mahalnya tas Andi, dan membelikan Andi apartemen mewah di tengah Jakarta. Dinikahilah pria pengusaha batu bara yang secara tampang, mungkin yaaa... Memang terlalu sering bergumul dengan batu bara panas. #Geseng #Kumel #AbangAbang #TampangKayakGituJugaBanyakDiSenen

Andi menikah tanpa takut dicemooh teman-temannya, tanpa khawatir bagaimana perasaan anaknya menanggapi perubahan dari tampang bapaknya yang sebelumnya berkulit putih bak pualam, kemudian berganti menjadi geseng bak... Sebutlah batu bara. Andi tidak sadar siksaan batin setiap hari karena menikahi pria yang dari daftar 1 miliar orang terganteng di ASEAN pun suaminya ngga akan masuk urutan. Andi ngga sadar bahwa setiap pagi (bangun tidur), dia akan melihat seseorang di sampingnya yang tidak lebih indah dari pantat cobek (ulekan). Berlimpah harta mungkin telah andi dapatkan, tapi jutaan cemooh dan sayatan batin akan menyiksa dia kemudian.

Kemudian diketahui bahwa suami Andi Suralaya itu memilih cerai karena Andi matre. Yaaa, begini ya. Beberapa alasan kuat utama perempuan memilih lelaki adalah karena hal-hal berikut:
1. Lelaki tersebut ganteng
2. Lelaki tersebut membuat nyaman
3. Chemistry
4. Lelaki tersebut banyak uang
5. Dijodohkan
6. Tidak ada lelaki lain
7. Punya hutang budi
8. Ingin balas dendam terhadap ibu dari lelaki tersebut dengan menghabisi harta kekayaan keluarganya

Alasan Andi menikahi suaminya sudah barang tentu bukan karena alasan nomor 1, 2, 3, 6, 7, 8. Ganteng? Masih lebih ganteng Mandra didandanin. Chemistry? Yakali ah, pasangan macam heels merk LV dengan sendal jepit merk Sinar Baru (<-- nama hotel di kawasan Serang) gitu. Jadi seharusnya sang suami sadar kalo tujuan Andi menikahinya adalah karena uang. Karena apalagi?
  
Ngomong-ngomong soal cemooh, dulu gw sempat bekerja di perusahaan yang dipimpin oleh wanita yang, sebutlah hedon dan tajir. Di setiap kehidupan hariannya selalu mengesankan (dan memang membuktikan) kalau dia memang tajir. Ke kantor pake mobil yang harganya di atas 1 miliar, handphonenya 10juta, make upnya harus beli New York, member Pilates di tempat heboh, jadwal clubbing seminggu sekali, dan lain yang hedon-hedon. Suatu ketika, dia pergi ke Singapura dan sepulangnya dari sana dia membawakan oleh-oleh buat para pegawainya. Apa oleh-olehnya? Jam dengan merk Gucci, Guess, dan LV yang KW laknat dengan harga 50ribuan (mungkin bisa ditawar sampe 7ribu kalo memang mau).

Temen gw-A: "Ini beli di Glodok apa yak?"
Temen gw-B: "Masih lebih mahalan harga tisu WC deh kayaknya..."
Gw: *gali tanah* *buat nguburin jam tangan yang ngga lebih berharga dari daun pepaya seiket*

Oleh-oleh memang harus diapresiasi, jangan lihat harganya. Tapi kan bisa ngasih yang lain. Jam tangan 50ribuan tanpa merk kan lebih asik. Makanan 20ribuan kan lebih enak. Lah ini, mau diihat wah, tapi kok maksa dan mencerminkan kalo malah dia ngga punya selera? Seharusnya dia bisa lebih antisipasi nyinyiran yang bakal dia terima karena memberikan karyawannya oleh-oleh jam tangan bermerk KW-yasudahlah. Sekali lagi, orang yang nyinyir ngga pernah salah. Yang salah adalah kenapa ada orang yang musti mancing kita buat nyinyirin situ.

Sama halnya dengan istri Daus Mono. Tiap tampil di layar kaca, sangat mengesankan kalau dia mau jadi orang terkenal juga. Orang biasa mau terkenal? Harus punya skill dan kecantikan! Skill? Tidak ada. Kecantikan? Biar aku jabarkan. Tampilan mbak-mbak, diet ngga pernah, rambut entah kapan terakhir dicreambath, wajah haus facial. Jadi musti gimana? Menikahi artis lah jalan satu-satunya untuk menjadi terkenal. Tapi, artis mana yang mau menikahi perempuan dengan kondisi tanpa skill dan kecantikan yang sudah gw jabarkan di atas? Artis mana yang mau? Daus Mono.

Istri Daus Mono pun terlalu fokus ke impian buat jadi artis. Asal menikahi orang yang ngga akan membuatnya bahagia. Mungkin bahagia sih, gw ngga tau juga istrinya bahagia atau tidak telah menikahi Daus Mono. Tinggi badan mungkin bisa diukur, tapi dalamnya hati dan kebahagiaan tidak. Sampai sekarang, istri Daus Mono cuma muncul sesekali ketika dia lagi ganti popok anaknya dan memasak di dapurnya yang reot, instead of menyanyi dan menari di panggung yang megah atau akting di sinetron yang berkualitas. Well, ngga ada juga sinetron berkualitas di Indonesia sih. Impian tinggallah impian jika tidak disertai pondasi yang jelas.

Ancang-ancang dengan apa yang mau dilakukan, fokus dengan yang ada di depan mata, dan evaluasi soal apa yang udah terjadi. Jadi begini, sahabat super... *lah ngapa jadi Mario Rebus?* Camel Petir dan Dewi Sanca. Mereka ngga jelas mau ngapain. Cita-citanya terlalu tinggi buat jadi terkenal dengan (cuma) bawa-bawa ular sanca ke pasar dan komen ngga penting di tivi soal artis yang ngga kalah pentingnya.

Kalo sekarang lagi ngetren artis pendatang baru yang tempo-tempo jadi presenter, tapi besoknya nyanyi di acara tivi, besoknya ngelawak di acara lain, besoknya lagi muncul di FTV jadi cameo. Masalahnya, suaranya fals, ngga lucu, dan ngga bisa akting. Jadi ngga jelas mereka tuh maunya jadi apa selain mengganggu penontonnya.

Kalo gw, sekarang sih gw udah jelas sama hidup gw ke depannya. Mau fokus terjun ke dunia hiburan, bikin single, nguluncurin RBT, dan ngebuka penyewaan lapangan futsal khusus berhijab (baik pria maupun wanita) di penjuru Jakarta.

Kalo kamu?