Kamis, 26 Juni 2014

Salah

Salah. Minggu lalu, gw pergi ke salah satu mal kondang di daerah Jakarta, sebutlah Mal Klender. *kondang di antara tukang ojeg dan abang rujak di stasiun Jatinegara* Ngga, kok. Beneran mal kondang. Terus tiba-tiba, gw dimampiri oleh staff kartu kredit suatu bank ternama di Indonesia, Bank Kesawan.

Pak, apply kartu kreditnya, pak?
Jangan panggil saya dengan sebutan 'pak'! Saya masih muda, kamu tahu itu!
Oh. Maaf. Kartu kreditnya, mbak?
Ngga usah, mas. Saya udah punya. Sample white coffeenya secangkir aja, ada?
Bisa apply langsung platinum lho, mas. Ngga pake slip gaji, cukup sertakan KTP dan kartu member Delta spa di jaringan mana saja.

Pendek kata, gw terbujuk rayuan si masnya. Gw kasih KTP dan kemudian tanya jawab layaknya pemohon kartu kredit dan sales bank pun berlangsung.

Gaji bapak per bulan berapa?
950ribu. Uang makan 12.500 per hari. Rokok 1 slop per bulan.
Divisi bapak di kantor?
PR, mas...
Oh Viar.. *dia tulis di kertas*
Bukan, mas. PR.
Oh gini, mas. VR...
Public Relations, mas...
Oke, Pablic Reliasions.. *yang kebacanya di kertas masnya seperti itu*

Gw pun nyerah. Ambil pulpen dan nulis sendiri di kertas masnya. Lain kali ditanya jabatan, mungkin gw akan bilang sebagai kuli atau tukang setrika di komplek perumahan aja, yang kedengerannya umum di telinga masyarakat dan gampang ditulis. Aku ngga marah ke masnya sih, walau agak kecewa kenapa Roma Irama ngga jadi maju nyapres.

Salah tempat. Facebook sudah layaknya ajang kampanye. Ah, tapi sudahlah. Itu udah terlalu mainstream. Kita bahas salah tempat yang lain. Tersebutlah pasangan suami-istri yang sedang dalam proses perceraian; Marshindi dan Ben Kainkafan. Secara jujur, gw ngga pernah yang namanya menyukai Marshindi. Pada jamannya sinetron Bidadari dulu, gw sama sekali ngga pernah mendukung dia dengan perannya sebagai gadis baik, alim, dan tak berdaya. Dia terlihat angkuh dan sombong layaknya anak SD dengan uang jajan di atas Rp 10.000 dan pulang pergi diantar dengan sedan.

Di sinetron Bidadari, gw lebih berharap agar Ibu Peri suatu hari salah mengonsumsi nasi uduk basi terus kemudian diare dan meninggal sehingga tidak bisa membantu Lala ketika dia sedang kesusahan. Atau, Bom-Bom (musuhnya Lala) yang pada akhirnya bisa menyakiti atau sekedar membunuh Lala (Marshindi) di kantin sekolah ketika Lala sedang antri membeli cilok dan es serut. Tapi itu tidak pernah terjadi, walau tetap pada akhirnya Andida Mutiara Sabila Purnomosidi lah yang berhasil menyakiti Marshindi di dunia nyata. Thanks, Din.

Ben Kainkafan. Gw pertama tau dia di radio dan kemudian dia masuk ke dunia pertelevisian alias sinetron. Entah bagaimana caranya, akhirnya Marshindi dan Ben Kainkafan menikah. Ben menikahi Marshindi dengan status Marshindi sebagai mantan artis gagal move on di Youtube dan bekas bintang iklan Es Mony yang gagal di pasaran, pada masanya. Ben mungkin melihat masa depannya yang cerah jika hidup dengan Marshindi, artis dengan segudang kegagalan di hidupnya.

Sayangnya hubungan mereka harus berakhir. Sayangnya juga berita cerainya harus diumbar-umbar. Sayangnya pula Marshindi masih belum sembuh. Dia pernah suatu kali dateng ke acara bincang-bincang Item-Putih. Dia beberkan semua masalah rumah tangganya di situ sambil nangis-nangis. Tadinya gw nunggu-nunggu dia curhat sambil joget kayak biasa di Youtube, tapi sayang di acaranya ngga diputer lagu Spice Girls. Malah Marshindi yang nyanyi. Nyanyi lagu All of Me by John Legend. Lagu yang enak didenger, tapi susah dinyanyiin. Namun, itu ngga menghalangi Marshindi, selaku artis timbul-tenggelam yang bercita-cita menjadi seorang insiyur pertanian, penyanyi, dan seorang psikolog (based on Wikipedia. Anw, ini nentuin cita-citanya sambil ngupil di pinggir sumur kayaknya ya? Random amat), untuk menyanyikan lagu All of Me tersebut. Hasilnya? Berantakan. Marshanda menyanyikan lagu tersebut dengan terpontang-panting. Ibaratnya, kualitas vokalnya dia memang pantas dicerai suami. Tolong dia, Ibu Peri.

Beberapa hari setelah Marshindi curhat soal perceraiannya di tivi, giliran si Ben tampil di publik dan membongkar masalah rumah tangganya.

Postingan Ben kemudian mendapat banyak emoticon sad, dalam hal ini, banyak orang yang mendukung dia. Buat gw, yah pamer drama aja ni orang. Ben, daripada kamu ngejemput sesuatu yang sia-sia, mending bantuin kakak gw buat ngejemput pembokatnya dari Banjar. Udah dari 14 Februari, dia alasan ngga bisa balik ke rumah. Dua Maret, dia bilang mobil travelnya penuh. 4 Mei, katanya hujan deras dan banjir di kampungnya. 2 Juni, katanya bentrok dengan lomba karoke dangdut di kampungnya. Kakak aku salah apa, Ben? Kakak gw juga punya hak yang sama dengan IRT lain, yakni hak untuk memiliki PRT yang ngga suka dandan dan ngga gemar memakai celana legging ketat kembang-kembang. Ben, aku udah coba telpon dia tapi direject. Terakhir aku telepon dia tapi RBTnya ternyata lagu Mabok Duda versi Pantura Koplo, aku males, jadinya aku tutup telepon di detik ke 184 setelah nada tersambung *ternyata nikmatin sampe lagunya abis* Semoga hati dia melunak bagai duri ikan sarden kalengan yang udah dipanasin 5 kali tapi belum ada yang makan. Aku posting ini karena tidak ada akses lain untuk mencari PRT yang gampang tanpa makan ati. Aku tunggu di depan Mal Klender. Ben, mungkin Caca ngga keluar rumah karena lagi bikin video klip terbaru di Youtube. Kabarin aku kalo udah jadi videonya.

Ngapain sih, Ben, pake umbar-umbar masalah rumah tangga di media sosial? Terbukti setelah dia posting itu, ngga ada tuh orang yang dateng ke depan rumah Caca sambil bawa traktor buat buat ngehancurin pager rumah Caca. Ngga ada tuh segerombolan orang yang dateng sambil bawa spanduk "Front Pembela Ayah Rindu Anak".

Dapet apa dari umbar masalah di media sosial? Iba? Apa yang bisa kita manfaatkan dari segunung rasa iba yang diberikan oleh orang lain? Another keterpurukan? Comfort zone di dalam lumpur masalah?

Salah Perhitungan. Tadi pagi, gw jalan ke kantor dengan melewati Stasiun Sudirman demi menghindari kemacetan. Ternyata di sana macet juga. Apa yang bikin macet? Orang-orang yang pada keluar stasiun buat nyebrang jalan. Bukan salah penumpang kereta, bukan juga salah Bunda Dorce, bukan pula salah Melly Goeslaw yang beberapa tahun terakhir dandannya seperti burung merak banci. Jalanan di depan stasiun emang sempit dan letak pintu keluar stasiun yang juga mepet ke jalan. Tumpah ruah di situ, antara penyebrang yang merupakan pekerja yang sedang menuju ke kantor masing-masing, pegawai klub dangdut Asmoro yang siap-siap pulang, atau pencopet yang menyamar sebagai pekerja. Bikin macet.

Tadinya sepi, beberapa tahun sebelum Stasiun Sudirman diaktifkan kembali seiring dengan hadirnya communter line. Dulu, hampir ngga ada kereta yang berhenti di situ. Tapi kemudian setelah stasiunnya kembali aktif, langsung chaos. Seakan pengaktifan stasiun Sudirman tanpa disertai pemikiran bahwa ada jalan yang musti dilebarin, perlu hadir under pass buat penumpang biar ngga bikin macet jalanan (agak repot sih bikin under pass, penyediaan trotoar layak pakai di jalanan aja baru akan jadi ketika Korea Utara udah jadi negara maju), dan harus disediakan lahan parkir yang memadai di dekat stasiun buat antisipasi parkir liar yang membuat sempit jalanan yang memang sudah ditakdirkan tidak akan lebih luas dari ukuran kuburan orang yang pelit.

Tapi itu masalah kota. Boring. Sampe kontrak Freeport akhirnya habis, ngga akan pernah tercapai solusinya. Mari ngomongin artis. Yuanita, mantan istrinya Daus Mono. Ya, bukan artis juga sih sebenernya, cuma sering nongol di tivi. Dia minggu ini dikabarkan dekat dengan seorang bule, yang ternyata ngga kaya, ngga muda, dan udah punya keluarga. Semuanya (kecuali soal umur) Yuanita ketahui belakangan. Entah apa yang dipikirkannya ketika dia menerima cinta si bule, seperti juga entah kenapa dia mau menerima pinangan Daus Mono pada masa itu. Aku ngga bilang Daus Mono kurang menarik lho. Hanya mempertanyakan alasan Yuanita aja. Termasuk mempertanyakan kenapa make up Yuanita selalu kayak mau ke kondangan di kampung sebelah tiap muncul di tivi. Dunia tivi itu glamor. Ngga mungkin kita keluar rumah dengan mengenakan lipstik Viva, bedak Marcks, atau minyak wangi merk Pucelle. Ngga mungkin. Tapi Yuanita? Seakan melanggar semua kodrat artis. Lumatkan dia di neraka.

Jono. Ada yang familiar dengan nama ini? Dia pria bule, artis, semi-musisi, yang menikahi seorang perempuan asal Aceh. Seorang perempuan yang... Aku ngga mau jahat. Tapi silahkan kalian sendiri yang mencoret pernyataan mana yang tidak sesuai dengan kondisi si perempuan yang diperistri Jono ini ya...

Cantik, kurang cantik, nyablak, ayu, putih, gelap, elegan, agak kampungan, bersih, kotor, seksi, bodi ngejeblak, bergaya, kurang make up, penuh pesona, bodi ngejeblak *diulang*.


Oh sebentar, biar aku bantu, takutnya kalian bingung.

Cantik, kurang cantik, nyablak, ayu, putih, gelap, elegan, agak kampungan, bersih, kotor, seksi, bodi ngejeblak, bergaya, kurang make up, penuh pesona, bodi ngejeblak *diulang*.

Yang gw pertanyakan ke Jono sebenernya masih sama seperti gw mempertanyakan tindakan si Yuanita. Why. "Bule emang doyannya yang kayak gitu," kata orang-orang. Eksotis. Ya bener, gw pun setuju. Tapi akhirnya si Jono berniat meninggalkan si istri. Warna kulit bak gadis Bali, postur tubuh bak hantu Bali.

Gw pernah liat liputan keluarga mereka ketika merayakan tahun baru, yang kebetulan dihabiskan dengan memasak ayam bakar. Si istri kebagian memotong ayam dan dia membelah bagian tubuh ayam seperti... Layaknya tukang ayam menjagal ayam-ayam di pasar. Ngga ada elegan-elegannya sama sekali. Ketika si istri berbicara, seakan di bibirnya terdapat ratusan TOA mesjid ukuran mini yang membuat volume suaranya bagai petir di siang bulan Ramadhan (biasanya sepi). Aku terkejut.

Jono, mengapa kamu menyesal sekarang? Alasan kita meninggalkan seseorang kan umumnya karena orang itu sudah berubah. Dari cantik menjadi tidak cantik. Dari langsing menjadi langsung. Dari kaya menjadi miskinawati. Dari muda menjadi tua. Lah ini, istrinya Jono kan sepengamatan gw kaga ada yang berubah. Begitu-gitu aja. Tidak tambah jelek, apalagi tambah cantik. Tidak bertambah gemuk, walau tidak mungkin juga bertambah langsing. Semua masih sama. Terus kenapa ditinggalin?

Salah Terus. Here comes Ahmad Dhoni dengan segala kekacauannya. Selain keputusannya untuk menikahi Maia Estianti dan membentuk grup band Dewa yang bisa tergolong sebagai hal paling benar yang Dhoni lakukan di hidupnya, entah kenapa semua hal yang dia lakukan selalu salah dan entah kenapa dia merasa benar dan wajar-wajar saja dengan hal tersebut. Kasus paling anyar sih soal kampanye politik dengan menggunakan seragam Nazi yang sampai diberitain dengan skala internasional.

Tapi aku ngga peduli dengan permasalahannya dia yang terakhir itu. Kecuali kalo dengan permasalahan ini kemenangan Fatin bisa dihapuskan dari X Factor Indonesia, baru gw akan concern. Apalagi setelah Fatin sekarang menang di ajang AMI Awards dan masuk ke halaman Sosok di Kompas yang membahas soal peluncuran buku barunya, bukan album barunya. Mau sekalian launch hijab tutorial di Youtube? AMI Award. Pada tahun-tahun sebelumnya, AMI Award selalu diselenggarakan di JCC atau gedung yang seukuran dengan itu. Namun pada 2013, AMI Award diselenggarakan di studio TV dan pada 2014, diadakan di Mal Kota Kasablanka. Pardon me? Itu acara award atau peluncuran hape? Dear Fatin, please jangan bangga dan mulai diminum susu Hi-Lo Teen-nya dua gelas setiap hari.

Kembali ke Ahmad Dhoni. Seperti yang pernah gw bilang di beberapa tulisan gw sebelumnya, janganlah kita memaksakan kemampuan dan keterbatasan seseorang. Mungkin memang Ahmad Dhoni bisanya cuma "segitu". Ada yang bilang dia kreatif. Itu dulu, mungkin. Sekarang, berapa banyak lagu karangannya dia yang mirip lagu luar negeri? Berapa banyak band dia yang meniru band luar negeri? Yang jelas, sampai Republik Cincin itu bangkrut, Al dan El sudah pasti masih akan kaku dalam berakting.

Sebenernya masih banyak sih kategori-kategori salah lainnya seperti Salah grammar yang udah ngga terhitung berapa banyak artis yang ngucap dunia entertain atau 'event' yang dilafalkan sebagai 'even' atau Salah Asuhan yang dampaknya menimpa Juwita Gahar yang belum jelas karirnya mau kemana. Menurut aku sih, lanjutin SMPnya aja dulu lah biar lancar baca-tulis.

Apapun itu, sebaik-baiknya pihak yang menyadarkan kesalahan kita adalah diri kita sendiri. But it takes time. Kadang harus terjadi dulu akibat (dari kesalahan kita) nya, baru kita bisa sadar "ada yang salah". Yang paling cepet mengetahui kesalahan di diri kita sih biasanya orang lain. Tapi manusia itu kan sensitif. Gw pun sensitif. Dikasih tau kalo kerjaan gw ada yang ngga bener, ngambek. Dikasih unjuk jalan yang benar buat menuntaskan suatu masalah, jengah dan ngerasa bahwa orang yang ngasih saran itulah yang salah dan sok benar.

Jadi bagaimana harus bersikap? Sebagai orang yang diposisikan salah, lebih baik banyak introspeksi dan ngga menutup diri dari saran orang lain. Namun sebagai pihak yang melihat kesalahan di diri orang lain, kita mending tahan diri dan ngomong di belakang aja. Daripada dia marah, ya ngga sih? Cos every human is vulnarable of making mistakes.

Senin, 17 Maret 2014

Sudden Changes

Sudden changes. Perubahan yang terjadi secara tiba-tiba. Yah namanya juga tiba-tiba, mau itu kabar baik atau berita yang sifatnya buruk, pastilah akan diterima publik dengan (mungkin) penuh rasa keterkejutan.

Mendadak Terbuka: Semua tau soal Angel Lega. Semua tau kalo dulunya Angel diperistri secara sirih oleh Bung Romi. Semua tau kalo awal muncul di tivi, si Angel tampilannya sangat rohaniah dan tertutup (walau kayaknya hanya gw yang tau bahwa di dalamnya dia sangat jauh dari kesan gadis mushola). Akhirnya kemudian semua tau kalo Angel dicerai Bung Romi dan Angel melepas atribut keagamaannya, bahkan tampil di majalah dewasa dengan pakaian minim. Semua terkejut. Aku tidak terkejut, tapi tetap ikut-ikutan menghujatnya sebagai perempuan tak tau agama dan tak tau selera dalam memilih laki-laki. Dijanjikan kaya raya boleh, tapi masa musti menikah (secara sirih) dengan pangeran berbulu gitar itu?

Mendadak Tertutup: Angel Lega. Kemudian, setelah beberapa tahun pose menggiurkannya muncul di majalah dewasa, dia kembali tertutup. Mengenakan kerudung yang lebih terlihat seperti kulit lumpia karna saking tipisnya dan kadang menerawang. Rupanya dia sedang terjun ke dunia politik dan bergabung dengan partai keagamaan sehingga membuatnya perlu mengubah penampilannya menjadi lebih tertutup. Semua kembali terkejut. Aku tidak terkejut, tapi tetap mencacinya sebagai perempuan yang butuh diasingkan di pulau Christmas.

Mendadak Putus: Jaman 90an, dunia hiburan ramai membicarakan hubungan asmara Paramitha Rusadi dan Onky Alexandria. Semua orang mengelu-elukan hubungan mereka yang terlihat romantis bak Romi dan Yuli (Romeo dan Juliette versi dalam negeri). Sampai akhirnya mereka putus, semua terkejut. Aku sebenarnya tidak terkejut, tapi melihat nyokap dan kakak gw yang sepertinya menyesalkan kandasnya hubungan dua artis tersebut, tanpa sebelumnya pernah mengenal Onky-Mitha secara personal, aku pun ikut-ikutan iba dengan cara yang agak dipaksakan. Onky kemudian (beberapa minggu setelahnya) menikah dan hidup makmur dengan wanita pilihannya, sedangkan Paramitha terlihat stres dan sedih. Peran sedih yang Paramitha mainkan di semua sinetronnya seakan tidak lebih sedih dari kandasnya hubungan asmara mereka. Tapi Paramitha tetap move on. Dia meneruskan hidupnya dengan tetap berakting dan bernyanyi dengan mengandalkan suara seraknya, yang seakan terdengar semakin serak setelah ditinggal Onky.

Mendadak Dangdut: Back to 10 years ago ketika Titik Kemal membintangi suatu film dengan genre semi komedi (banyak usaha ngelucunya, tapi sedikit bikin tertawa), jadi aku kategorikan sebagai film semi-komedi. Sebelum filmnya rilis di bioskop, Titik digadang-gadang bakal menyanyi di film tersebut. Tidak cuma menyanyi biasa, tapi dia akan menyanyi dangdut! Sungguh tantangan yang sulit buat dilakukan, bukan? Buat gw, dangdut itu butuh keahlian khusus! Kadang musti menyanyi dengan rambut panjang yang dicat pake pewarna sekuat cat tembok, kadang harus tampil dengan kostum yang memancing caci, seringnya juga mereka (penyanyi dangdut) wajib tampil dengan goyangan dan tarian yang lebih rumit dibanding atraksi lompat di lingkaran api atau berjalan di seikat tali yang biasa kita lihat dalam atraksi sirkus.

Kembali ke Titik Kemal, dia akan bernyanyi. Beberapa orang terkejut, tapi aku tidak terkejut karena pada akhirnya pun terbukti bahwa suara Titik sungguh... jauh dari kesan biasa. Andai kualitas biasa itu ada di nilai 6, maka kualitas suara Titik dengan sewajarnya mendapat nilai 3, itupun setelah didongkrak karena dia cantik dan semok. Emang kenapa sih dengan orang (penyanyi) bersuara biasa, mas penulis? Kayaknya dipermasalahkan banget? Begini, penyanyi dengan suara fals itu sama saja dengan astronot yang ngga pandai pelajaran Fisika atau dokter yang ngga paham Biologi. Tidak akan mungkin terjadi, bukan? Tapi di dunia hiburan, apapun bisa terjadi. Jumlah penyanyi dengan suara tak pantas pun akan sama banyaknya dengan pelaku korupsi di Indonesia. Suatu hari, gw pernah dateng ke pernikahan kerabat. Yang gw nilai ketika datang ke pernikahan adalah, (dateng ke nikahan aja pake penilaian, sungguh penulis dengan kehidupan yang penuh pertimbangan) 1. Cocok-tidaknya kedua mempelai baik secara inner dan tampilan, 2. Kualitas dan kuantitas makanan yang disajikan, 3. Kualitas wedding singernya*

*hanya jika pernikahan yang diadakan di gedung, mengingat kalo diselenggarakan di rumah, biasanya akan memakai musik rekaman. Sekalipun ada penyanyi organ tunggalnya, tidak sudilah saya nilai, kasian, boro-boro mikirin kualitas nyanyi, ngeliat make up mereka yang pada luntur karena kepanasan aja udah keburu iba melihatnya*

Balik ke topik pernikahan kerabat gw. Secara asmara, hubungan suami istri yang sedang melangsungkan resepsi tersebut terlihat dan terasa sempurna. Cocok lah gitu. Makanannya lezat dan variatif. Tapi kemudian, wedding singernya terdengar seperti... butuh lebih banyak waktu buat kursus vokal. Gw ingat, penyanyinya sempat menyanyikan lagu dengan judul From This Moment, sebuah lagu andalan untuk dialunkan di pesta kawinan, yang dinyanyikan dengan suara parau dan intonasi yang berantakan. "From this moment, wife das wawan, from this moment, you wa da wa..." Seperti itu lirik yang dinyanyikannya. Bukan cuma butuh kursus menyanyi, tapi sepertinya sang wedding singer juga butuh segera didaftarkan di LBPP LIA cabang Slipi.

Kualitas makanan di pernikahan kerabat gw pun menjadi terasa kurang seiring diperdengarkannya lagu yang dinyanyikan sang penyanyi amatir tersebut. Memberi restu kepada mempelai pun menjadi terasa semakin berat ketika tau bahwa gw harus menghabiskan 60 menit waktu dengan alunan melodi neraka sang wedding singer. Kenapa sih. Kenapa sih harus memaksa menyanyi? Kenapa sih ngga cari kerjaan lain seperti membuka gubuk tahu gejrot atau bakso Malang, yang kebetulan tidak terdapat di pernikahan kerabat gw?

Kenapa sih harus menyanyi? Sebuah pertanyaan yang sering gw ajukan ke tokoh yang membuat perubahan mendadak ini:



Kira-kira, sebanyak 6 orang dari total 15 temen di hidup gw ini (temennya dikit, pantes nyinyir), ngadu ke gw soal perubahan mendadak sang biduan. Sungguh perubahan yang mencengangkan, bukan? Bagaimana tidak, dari yang tadinya bak manusia berbentuk risol gulung isi kornet, kemudian sekarang berubah menjadi seperti gitar spanyol. Dari yang sebelumnya terlihat gemar sarapan kambing guling, sekarang tampil seperti orang yang makan siang sehari-harinya hanya secangkir buah stroberi dan semangkuk kembang kantil. Siapa sangka, gadis yang kini tampil rupawan dan singset, tadinya berwujud tak ubahnya sebagai sapi Australia? Siapa yang bakal menyangka hal tersebut akan terjadi di diri penyanyi tanpa kelas ini?

Aku tidak menyangka. Baru kali ini gw memiliki prediksi yang salah terhadap sesuatu. Gw kira, Aurili akan menjadi sebagai mana seharusnya Aurili; akan selamanya kurang menarik, tidak akan pernah menjadi diva di dunia hiburan manapun (baik yang nyata maupun kasat mata), dan tidak akan menjadi rupawan dengan kulit bak wanita yang setiap hari mandi susu dan mengoleskan lotion Citra halus lembut di sekujur tubuhnya. Prediksi gw salah. Aurili telah berubah.

Pernah ada satu orang dari luar pertemanan gw yang bilang bahwasanya Aurili itu sebenarnya cantik dan menarik asalkan dia mau berusaha. Terlepas dari komentar yang disampaikan oleh orang dengan kualitas dandanan yang tidak lebih rapih dibanding dandanan seseorang yang baru keluar dari terjangan badai tornado (rambut always berantakan, lipstik ketebelan, dan baju tampak tidak pernah mengenal setrikaan merk Maspion). Bahkan ketika dia menampilkan foto selfie di dunia maya pun, penampilannya masih mengesankan seakan badai tornado terus-menerus terjadi di kehidupannya. Tepi terlepas dari kondisi memilukan sang komentator tersebut, pendapatnya bisa dibilang ada benarnya. Hanya saja, kan kita mempermasalahkan proses dari tampilan biasa saja-menjadi-menariknya si Aurili.

Once, KaDes pernah memberi komentar terhadap penampilan Aurili yang berubah secara mendadak. "Dia emang sering curhat ke aku, ma, aku mau kurus. Aku capek hidup dengan kualitas setidak menarik ini." Kades kemudian melanjutkan, karena itulah Aurili akhirnya niat diet agar mendapatkan tampilan yang lebih menarik.

Masalahnya kemudian, apakah hanya dengan diet lantas kita bisa mendapatkan rahang yang jenjang, alis yang tebal bak iringan ulat bulu cantik, mata lancip bak buah almond impor dari Kanada, bibir tipis sensual bak model majalah dewasa, dan rambut indah bak mayang terurai? Terlebih, semua itu dia dapatkan dalam waktu kurang dari 3 bulan. Apakah tidak bermasalah buat persepsi publik? Mungkin salahnya Aurili juga yang pake curhat masalah kecantikan ke KaDes, selaku ratu suntik sana-sini. Jadinya instan deh perubahannya. Satu yang harus gw syukuri di sini, pita suara ngga bisa dioperasi plastik. Sekali kamu dilahirkan tanpa bakat menyanyi, silahkan pilih cita-cita menjadi insinyur, sutradara, penjaga warteg, tukang pijit, atau karir lain, selain penyanyi. Tapi siapalah gw bisa ngasih pendapat ke artis semulia Aurili itu, toh?

Bulan lalu, ada salah satu temen kantor gw yang melakukan perubahan mendadak. Profil dia selama ini adalah ibu rumah tangga berambut panjang yang ngga terlalu begitu gaul tapi pengen masuk ke lingkungan gaul++ yang penuh dengan apresiasi sesaat. Kemudian suatu hari dia datang ke kantor dengan rambut cepaknya (ya, dia seorang ibu) dan tank top yang dipadu dengan kain ikat. Sesaat gw ngerasa Bunda Dorce masih jauh lebih cantik dari dia. Perubahannya terlalu tiba-tiba dan memancing cibiran.

Mungkin akan ada yang berpendapat, ya itu kan suka-suka dia aja mau ngapain. Buat apa kita harus sebegitunya mengurusi tindak-tanduk orang lain? Ya betul juga. Kita bisa bebas ngapa-ngapain, selama semuanya itu dilakukan di pulau tidak berpenghuni atau ketika planet Mars sudah bisa dihuni. Buang sampah ke teras rumah sambil pake bikini aja bisa jadi cemooh orang kan? Masalahnya lagi, ngga semua orang paham dengan konsep semua bisa dilakukan semau kita. Tiap liburan, gw sangat berhasrat buat upload foto liburan gw sebanyak-banyaknya di media sosial. Tapi akhirnya, gw harus sortir, harus pasang inner circle buat nentuin pihak mana aja yang kiranya ngga akan terganggu dengan postingan liburan gw (ya, postingan liburan, bukan postingan yang ada unsur sara atau materi anonohnya), harus sebisa mungkin buat menghindari cibiran dan ketidaksukaan orang atas foto-foto liburan gw. Semuanya (terpaksa) ngga bisa dilakukan sesuka-suka kita karena, ngga semua (atau bahkan ngga ada) orang yang paham bahwa semuanya bisa dilakukan seenak jidat kita.

Jadi Aurili, boleh share kiat-kiat cantiknya ke Fatiningsih sekarang?