Kamis, 26 Juni 2014

Salah

Salah. Minggu lalu, gw pergi ke salah satu mal kondang di daerah Jakarta, sebutlah Mal Klender. *kondang di antara tukang ojeg dan abang rujak di stasiun Jatinegara* Ngga, kok. Beneran mal kondang. Terus tiba-tiba, gw dimampiri oleh staff kartu kredit suatu bank ternama di Indonesia, Bank Kesawan.

Pak, apply kartu kreditnya, pak?
Jangan panggil saya dengan sebutan 'pak'! Saya masih muda, kamu tahu itu!
Oh. Maaf. Kartu kreditnya, mbak?
Ngga usah, mas. Saya udah punya. Sample white coffeenya secangkir aja, ada?
Bisa apply langsung platinum lho, mas. Ngga pake slip gaji, cukup sertakan KTP dan kartu member Delta spa di jaringan mana saja.

Pendek kata, gw terbujuk rayuan si masnya. Gw kasih KTP dan kemudian tanya jawab layaknya pemohon kartu kredit dan sales bank pun berlangsung.

Gaji bapak per bulan berapa?
950ribu. Uang makan 12.500 per hari. Rokok 1 slop per bulan.
Divisi bapak di kantor?
PR, mas...
Oh Viar.. *dia tulis di kertas*
Bukan, mas. PR.
Oh gini, mas. VR...
Public Relations, mas...
Oke, Pablic Reliasions.. *yang kebacanya di kertas masnya seperti itu*

Gw pun nyerah. Ambil pulpen dan nulis sendiri di kertas masnya. Lain kali ditanya jabatan, mungkin gw akan bilang sebagai kuli atau tukang setrika di komplek perumahan aja, yang kedengerannya umum di telinga masyarakat dan gampang ditulis. Aku ngga marah ke masnya sih, walau agak kecewa kenapa Roma Irama ngga jadi maju nyapres.

Salah tempat. Facebook sudah layaknya ajang kampanye. Ah, tapi sudahlah. Itu udah terlalu mainstream. Kita bahas salah tempat yang lain. Tersebutlah pasangan suami-istri yang sedang dalam proses perceraian; Marshindi dan Ben Kainkafan. Secara jujur, gw ngga pernah yang namanya menyukai Marshindi. Pada jamannya sinetron Bidadari dulu, gw sama sekali ngga pernah mendukung dia dengan perannya sebagai gadis baik, alim, dan tak berdaya. Dia terlihat angkuh dan sombong layaknya anak SD dengan uang jajan di atas Rp 10.000 dan pulang pergi diantar dengan sedan.

Di sinetron Bidadari, gw lebih berharap agar Ibu Peri suatu hari salah mengonsumsi nasi uduk basi terus kemudian diare dan meninggal sehingga tidak bisa membantu Lala ketika dia sedang kesusahan. Atau, Bom-Bom (musuhnya Lala) yang pada akhirnya bisa menyakiti atau sekedar membunuh Lala (Marshindi) di kantin sekolah ketika Lala sedang antri membeli cilok dan es serut. Tapi itu tidak pernah terjadi, walau tetap pada akhirnya Andida Mutiara Sabila Purnomosidi lah yang berhasil menyakiti Marshindi di dunia nyata. Thanks, Din.

Ben Kainkafan. Gw pertama tau dia di radio dan kemudian dia masuk ke dunia pertelevisian alias sinetron. Entah bagaimana caranya, akhirnya Marshindi dan Ben Kainkafan menikah. Ben menikahi Marshindi dengan status Marshindi sebagai mantan artis gagal move on di Youtube dan bekas bintang iklan Es Mony yang gagal di pasaran, pada masanya. Ben mungkin melihat masa depannya yang cerah jika hidup dengan Marshindi, artis dengan segudang kegagalan di hidupnya.

Sayangnya hubungan mereka harus berakhir. Sayangnya juga berita cerainya harus diumbar-umbar. Sayangnya pula Marshindi masih belum sembuh. Dia pernah suatu kali dateng ke acara bincang-bincang Item-Putih. Dia beberkan semua masalah rumah tangganya di situ sambil nangis-nangis. Tadinya gw nunggu-nunggu dia curhat sambil joget kayak biasa di Youtube, tapi sayang di acaranya ngga diputer lagu Spice Girls. Malah Marshindi yang nyanyi. Nyanyi lagu All of Me by John Legend. Lagu yang enak didenger, tapi susah dinyanyiin. Namun, itu ngga menghalangi Marshindi, selaku artis timbul-tenggelam yang bercita-cita menjadi seorang insiyur pertanian, penyanyi, dan seorang psikolog (based on Wikipedia. Anw, ini nentuin cita-citanya sambil ngupil di pinggir sumur kayaknya ya? Random amat), untuk menyanyikan lagu All of Me tersebut. Hasilnya? Berantakan. Marshanda menyanyikan lagu tersebut dengan terpontang-panting. Ibaratnya, kualitas vokalnya dia memang pantas dicerai suami. Tolong dia, Ibu Peri.

Beberapa hari setelah Marshindi curhat soal perceraiannya di tivi, giliran si Ben tampil di publik dan membongkar masalah rumah tangganya.

Postingan Ben kemudian mendapat banyak emoticon sad, dalam hal ini, banyak orang yang mendukung dia. Buat gw, yah pamer drama aja ni orang. Ben, daripada kamu ngejemput sesuatu yang sia-sia, mending bantuin kakak gw buat ngejemput pembokatnya dari Banjar. Udah dari 14 Februari, dia alasan ngga bisa balik ke rumah. Dua Maret, dia bilang mobil travelnya penuh. 4 Mei, katanya hujan deras dan banjir di kampungnya. 2 Juni, katanya bentrok dengan lomba karoke dangdut di kampungnya. Kakak aku salah apa, Ben? Kakak gw juga punya hak yang sama dengan IRT lain, yakni hak untuk memiliki PRT yang ngga suka dandan dan ngga gemar memakai celana legging ketat kembang-kembang. Ben, aku udah coba telpon dia tapi direject. Terakhir aku telepon dia tapi RBTnya ternyata lagu Mabok Duda versi Pantura Koplo, aku males, jadinya aku tutup telepon di detik ke 184 setelah nada tersambung *ternyata nikmatin sampe lagunya abis* Semoga hati dia melunak bagai duri ikan sarden kalengan yang udah dipanasin 5 kali tapi belum ada yang makan. Aku posting ini karena tidak ada akses lain untuk mencari PRT yang gampang tanpa makan ati. Aku tunggu di depan Mal Klender. Ben, mungkin Caca ngga keluar rumah karena lagi bikin video klip terbaru di Youtube. Kabarin aku kalo udah jadi videonya.

Ngapain sih, Ben, pake umbar-umbar masalah rumah tangga di media sosial? Terbukti setelah dia posting itu, ngga ada tuh orang yang dateng ke depan rumah Caca sambil bawa traktor buat buat ngehancurin pager rumah Caca. Ngga ada tuh segerombolan orang yang dateng sambil bawa spanduk "Front Pembela Ayah Rindu Anak".

Dapet apa dari umbar masalah di media sosial? Iba? Apa yang bisa kita manfaatkan dari segunung rasa iba yang diberikan oleh orang lain? Another keterpurukan? Comfort zone di dalam lumpur masalah?

Salah Perhitungan. Tadi pagi, gw jalan ke kantor dengan melewati Stasiun Sudirman demi menghindari kemacetan. Ternyata di sana macet juga. Apa yang bikin macet? Orang-orang yang pada keluar stasiun buat nyebrang jalan. Bukan salah penumpang kereta, bukan juga salah Bunda Dorce, bukan pula salah Melly Goeslaw yang beberapa tahun terakhir dandannya seperti burung merak banci. Jalanan di depan stasiun emang sempit dan letak pintu keluar stasiun yang juga mepet ke jalan. Tumpah ruah di situ, antara penyebrang yang merupakan pekerja yang sedang menuju ke kantor masing-masing, pegawai klub dangdut Asmoro yang siap-siap pulang, atau pencopet yang menyamar sebagai pekerja. Bikin macet.

Tadinya sepi, beberapa tahun sebelum Stasiun Sudirman diaktifkan kembali seiring dengan hadirnya communter line. Dulu, hampir ngga ada kereta yang berhenti di situ. Tapi kemudian setelah stasiunnya kembali aktif, langsung chaos. Seakan pengaktifan stasiun Sudirman tanpa disertai pemikiran bahwa ada jalan yang musti dilebarin, perlu hadir under pass buat penumpang biar ngga bikin macet jalanan (agak repot sih bikin under pass, penyediaan trotoar layak pakai di jalanan aja baru akan jadi ketika Korea Utara udah jadi negara maju), dan harus disediakan lahan parkir yang memadai di dekat stasiun buat antisipasi parkir liar yang membuat sempit jalanan yang memang sudah ditakdirkan tidak akan lebih luas dari ukuran kuburan orang yang pelit.

Tapi itu masalah kota. Boring. Sampe kontrak Freeport akhirnya habis, ngga akan pernah tercapai solusinya. Mari ngomongin artis. Yuanita, mantan istrinya Daus Mono. Ya, bukan artis juga sih sebenernya, cuma sering nongol di tivi. Dia minggu ini dikabarkan dekat dengan seorang bule, yang ternyata ngga kaya, ngga muda, dan udah punya keluarga. Semuanya (kecuali soal umur) Yuanita ketahui belakangan. Entah apa yang dipikirkannya ketika dia menerima cinta si bule, seperti juga entah kenapa dia mau menerima pinangan Daus Mono pada masa itu. Aku ngga bilang Daus Mono kurang menarik lho. Hanya mempertanyakan alasan Yuanita aja. Termasuk mempertanyakan kenapa make up Yuanita selalu kayak mau ke kondangan di kampung sebelah tiap muncul di tivi. Dunia tivi itu glamor. Ngga mungkin kita keluar rumah dengan mengenakan lipstik Viva, bedak Marcks, atau minyak wangi merk Pucelle. Ngga mungkin. Tapi Yuanita? Seakan melanggar semua kodrat artis. Lumatkan dia di neraka.

Jono. Ada yang familiar dengan nama ini? Dia pria bule, artis, semi-musisi, yang menikahi seorang perempuan asal Aceh. Seorang perempuan yang... Aku ngga mau jahat. Tapi silahkan kalian sendiri yang mencoret pernyataan mana yang tidak sesuai dengan kondisi si perempuan yang diperistri Jono ini ya...

Cantik, kurang cantik, nyablak, ayu, putih, gelap, elegan, agak kampungan, bersih, kotor, seksi, bodi ngejeblak, bergaya, kurang make up, penuh pesona, bodi ngejeblak *diulang*.


Oh sebentar, biar aku bantu, takutnya kalian bingung.

Cantik, kurang cantik, nyablak, ayu, putih, gelap, elegan, agak kampungan, bersih, kotor, seksi, bodi ngejeblak, bergaya, kurang make up, penuh pesona, bodi ngejeblak *diulang*.

Yang gw pertanyakan ke Jono sebenernya masih sama seperti gw mempertanyakan tindakan si Yuanita. Why. "Bule emang doyannya yang kayak gitu," kata orang-orang. Eksotis. Ya bener, gw pun setuju. Tapi akhirnya si Jono berniat meninggalkan si istri. Warna kulit bak gadis Bali, postur tubuh bak hantu Bali.

Gw pernah liat liputan keluarga mereka ketika merayakan tahun baru, yang kebetulan dihabiskan dengan memasak ayam bakar. Si istri kebagian memotong ayam dan dia membelah bagian tubuh ayam seperti... Layaknya tukang ayam menjagal ayam-ayam di pasar. Ngga ada elegan-elegannya sama sekali. Ketika si istri berbicara, seakan di bibirnya terdapat ratusan TOA mesjid ukuran mini yang membuat volume suaranya bagai petir di siang bulan Ramadhan (biasanya sepi). Aku terkejut.

Jono, mengapa kamu menyesal sekarang? Alasan kita meninggalkan seseorang kan umumnya karena orang itu sudah berubah. Dari cantik menjadi tidak cantik. Dari langsing menjadi langsung. Dari kaya menjadi miskinawati. Dari muda menjadi tua. Lah ini, istrinya Jono kan sepengamatan gw kaga ada yang berubah. Begitu-gitu aja. Tidak tambah jelek, apalagi tambah cantik. Tidak bertambah gemuk, walau tidak mungkin juga bertambah langsing. Semua masih sama. Terus kenapa ditinggalin?

Salah Terus. Here comes Ahmad Dhoni dengan segala kekacauannya. Selain keputusannya untuk menikahi Maia Estianti dan membentuk grup band Dewa yang bisa tergolong sebagai hal paling benar yang Dhoni lakukan di hidupnya, entah kenapa semua hal yang dia lakukan selalu salah dan entah kenapa dia merasa benar dan wajar-wajar saja dengan hal tersebut. Kasus paling anyar sih soal kampanye politik dengan menggunakan seragam Nazi yang sampai diberitain dengan skala internasional.

Tapi aku ngga peduli dengan permasalahannya dia yang terakhir itu. Kecuali kalo dengan permasalahan ini kemenangan Fatin bisa dihapuskan dari X Factor Indonesia, baru gw akan concern. Apalagi setelah Fatin sekarang menang di ajang AMI Awards dan masuk ke halaman Sosok di Kompas yang membahas soal peluncuran buku barunya, bukan album barunya. Mau sekalian launch hijab tutorial di Youtube? AMI Award. Pada tahun-tahun sebelumnya, AMI Award selalu diselenggarakan di JCC atau gedung yang seukuran dengan itu. Namun pada 2013, AMI Award diselenggarakan di studio TV dan pada 2014, diadakan di Mal Kota Kasablanka. Pardon me? Itu acara award atau peluncuran hape? Dear Fatin, please jangan bangga dan mulai diminum susu Hi-Lo Teen-nya dua gelas setiap hari.

Kembali ke Ahmad Dhoni. Seperti yang pernah gw bilang di beberapa tulisan gw sebelumnya, janganlah kita memaksakan kemampuan dan keterbatasan seseorang. Mungkin memang Ahmad Dhoni bisanya cuma "segitu". Ada yang bilang dia kreatif. Itu dulu, mungkin. Sekarang, berapa banyak lagu karangannya dia yang mirip lagu luar negeri? Berapa banyak band dia yang meniru band luar negeri? Yang jelas, sampai Republik Cincin itu bangkrut, Al dan El sudah pasti masih akan kaku dalam berakting.

Sebenernya masih banyak sih kategori-kategori salah lainnya seperti Salah grammar yang udah ngga terhitung berapa banyak artis yang ngucap dunia entertain atau 'event' yang dilafalkan sebagai 'even' atau Salah Asuhan yang dampaknya menimpa Juwita Gahar yang belum jelas karirnya mau kemana. Menurut aku sih, lanjutin SMPnya aja dulu lah biar lancar baca-tulis.

Apapun itu, sebaik-baiknya pihak yang menyadarkan kesalahan kita adalah diri kita sendiri. But it takes time. Kadang harus terjadi dulu akibat (dari kesalahan kita) nya, baru kita bisa sadar "ada yang salah". Yang paling cepet mengetahui kesalahan di diri kita sih biasanya orang lain. Tapi manusia itu kan sensitif. Gw pun sensitif. Dikasih tau kalo kerjaan gw ada yang ngga bener, ngambek. Dikasih unjuk jalan yang benar buat menuntaskan suatu masalah, jengah dan ngerasa bahwa orang yang ngasih saran itulah yang salah dan sok benar.

Jadi bagaimana harus bersikap? Sebagai orang yang diposisikan salah, lebih baik banyak introspeksi dan ngga menutup diri dari saran orang lain. Namun sebagai pihak yang melihat kesalahan di diri orang lain, kita mending tahan diri dan ngomong di belakang aja. Daripada dia marah, ya ngga sih? Cos every human is vulnarable of making mistakes.

Senin, 17 Maret 2014

Sudden Changes

Sudden changes. Perubahan yang terjadi secara tiba-tiba. Yah namanya juga tiba-tiba, mau itu kabar baik atau berita yang sifatnya buruk, pastilah akan diterima publik dengan (mungkin) penuh rasa keterkejutan.

Mendadak Terbuka: Semua tau soal Angel Lega. Semua tau kalo dulunya Angel diperistri secara sirih oleh Bung Romi. Semua tau kalo awal muncul di tivi, si Angel tampilannya sangat rohaniah dan tertutup (walau kayaknya hanya gw yang tau bahwa di dalamnya dia sangat jauh dari kesan gadis mushola). Akhirnya kemudian semua tau kalo Angel dicerai Bung Romi dan Angel melepas atribut keagamaannya, bahkan tampil di majalah dewasa dengan pakaian minim. Semua terkejut. Aku tidak terkejut, tapi tetap ikut-ikutan menghujatnya sebagai perempuan tak tau agama dan tak tau selera dalam memilih laki-laki. Dijanjikan kaya raya boleh, tapi masa musti menikah (secara sirih) dengan pangeran berbulu gitar itu?

Mendadak Tertutup: Angel Lega. Kemudian, setelah beberapa tahun pose menggiurkannya muncul di majalah dewasa, dia kembali tertutup. Mengenakan kerudung yang lebih terlihat seperti kulit lumpia karna saking tipisnya dan kadang menerawang. Rupanya dia sedang terjun ke dunia politik dan bergabung dengan partai keagamaan sehingga membuatnya perlu mengubah penampilannya menjadi lebih tertutup. Semua kembali terkejut. Aku tidak terkejut, tapi tetap mencacinya sebagai perempuan yang butuh diasingkan di pulau Christmas.

Mendadak Putus: Jaman 90an, dunia hiburan ramai membicarakan hubungan asmara Paramitha Rusadi dan Onky Alexandria. Semua orang mengelu-elukan hubungan mereka yang terlihat romantis bak Romi dan Yuli (Romeo dan Juliette versi dalam negeri). Sampai akhirnya mereka putus, semua terkejut. Aku sebenarnya tidak terkejut, tapi melihat nyokap dan kakak gw yang sepertinya menyesalkan kandasnya hubungan dua artis tersebut, tanpa sebelumnya pernah mengenal Onky-Mitha secara personal, aku pun ikut-ikutan iba dengan cara yang agak dipaksakan. Onky kemudian (beberapa minggu setelahnya) menikah dan hidup makmur dengan wanita pilihannya, sedangkan Paramitha terlihat stres dan sedih. Peran sedih yang Paramitha mainkan di semua sinetronnya seakan tidak lebih sedih dari kandasnya hubungan asmara mereka. Tapi Paramitha tetap move on. Dia meneruskan hidupnya dengan tetap berakting dan bernyanyi dengan mengandalkan suara seraknya, yang seakan terdengar semakin serak setelah ditinggal Onky.

Mendadak Dangdut: Back to 10 years ago ketika Titik Kemal membintangi suatu film dengan genre semi komedi (banyak usaha ngelucunya, tapi sedikit bikin tertawa), jadi aku kategorikan sebagai film semi-komedi. Sebelum filmnya rilis di bioskop, Titik digadang-gadang bakal menyanyi di film tersebut. Tidak cuma menyanyi biasa, tapi dia akan menyanyi dangdut! Sungguh tantangan yang sulit buat dilakukan, bukan? Buat gw, dangdut itu butuh keahlian khusus! Kadang musti menyanyi dengan rambut panjang yang dicat pake pewarna sekuat cat tembok, kadang harus tampil dengan kostum yang memancing caci, seringnya juga mereka (penyanyi dangdut) wajib tampil dengan goyangan dan tarian yang lebih rumit dibanding atraksi lompat di lingkaran api atau berjalan di seikat tali yang biasa kita lihat dalam atraksi sirkus.

Kembali ke Titik Kemal, dia akan bernyanyi. Beberapa orang terkejut, tapi aku tidak terkejut karena pada akhirnya pun terbukti bahwa suara Titik sungguh... jauh dari kesan biasa. Andai kualitas biasa itu ada di nilai 6, maka kualitas suara Titik dengan sewajarnya mendapat nilai 3, itupun setelah didongkrak karena dia cantik dan semok. Emang kenapa sih dengan orang (penyanyi) bersuara biasa, mas penulis? Kayaknya dipermasalahkan banget? Begini, penyanyi dengan suara fals itu sama saja dengan astronot yang ngga pandai pelajaran Fisika atau dokter yang ngga paham Biologi. Tidak akan mungkin terjadi, bukan? Tapi di dunia hiburan, apapun bisa terjadi. Jumlah penyanyi dengan suara tak pantas pun akan sama banyaknya dengan pelaku korupsi di Indonesia. Suatu hari, gw pernah dateng ke pernikahan kerabat. Yang gw nilai ketika datang ke pernikahan adalah, (dateng ke nikahan aja pake penilaian, sungguh penulis dengan kehidupan yang penuh pertimbangan) 1. Cocok-tidaknya kedua mempelai baik secara inner dan tampilan, 2. Kualitas dan kuantitas makanan yang disajikan, 3. Kualitas wedding singernya*

*hanya jika pernikahan yang diadakan di gedung, mengingat kalo diselenggarakan di rumah, biasanya akan memakai musik rekaman. Sekalipun ada penyanyi organ tunggalnya, tidak sudilah saya nilai, kasian, boro-boro mikirin kualitas nyanyi, ngeliat make up mereka yang pada luntur karena kepanasan aja udah keburu iba melihatnya*

Balik ke topik pernikahan kerabat gw. Secara asmara, hubungan suami istri yang sedang melangsungkan resepsi tersebut terlihat dan terasa sempurna. Cocok lah gitu. Makanannya lezat dan variatif. Tapi kemudian, wedding singernya terdengar seperti... butuh lebih banyak waktu buat kursus vokal. Gw ingat, penyanyinya sempat menyanyikan lagu dengan judul From This Moment, sebuah lagu andalan untuk dialunkan di pesta kawinan, yang dinyanyikan dengan suara parau dan intonasi yang berantakan. "From this moment, wife das wawan, from this moment, you wa da wa..." Seperti itu lirik yang dinyanyikannya. Bukan cuma butuh kursus menyanyi, tapi sepertinya sang wedding singer juga butuh segera didaftarkan di LBPP LIA cabang Slipi.

Kualitas makanan di pernikahan kerabat gw pun menjadi terasa kurang seiring diperdengarkannya lagu yang dinyanyikan sang penyanyi amatir tersebut. Memberi restu kepada mempelai pun menjadi terasa semakin berat ketika tau bahwa gw harus menghabiskan 60 menit waktu dengan alunan melodi neraka sang wedding singer. Kenapa sih. Kenapa sih harus memaksa menyanyi? Kenapa sih ngga cari kerjaan lain seperti membuka gubuk tahu gejrot atau bakso Malang, yang kebetulan tidak terdapat di pernikahan kerabat gw?

Kenapa sih harus menyanyi? Sebuah pertanyaan yang sering gw ajukan ke tokoh yang membuat perubahan mendadak ini:



Kira-kira, sebanyak 6 orang dari total 15 temen di hidup gw ini (temennya dikit, pantes nyinyir), ngadu ke gw soal perubahan mendadak sang biduan. Sungguh perubahan yang mencengangkan, bukan? Bagaimana tidak, dari yang tadinya bak manusia berbentuk risol gulung isi kornet, kemudian sekarang berubah menjadi seperti gitar spanyol. Dari yang sebelumnya terlihat gemar sarapan kambing guling, sekarang tampil seperti orang yang makan siang sehari-harinya hanya secangkir buah stroberi dan semangkuk kembang kantil. Siapa sangka, gadis yang kini tampil rupawan dan singset, tadinya berwujud tak ubahnya sebagai sapi Australia? Siapa yang bakal menyangka hal tersebut akan terjadi di diri penyanyi tanpa kelas ini?

Aku tidak menyangka. Baru kali ini gw memiliki prediksi yang salah terhadap sesuatu. Gw kira, Aurili akan menjadi sebagai mana seharusnya Aurili; akan selamanya kurang menarik, tidak akan pernah menjadi diva di dunia hiburan manapun (baik yang nyata maupun kasat mata), dan tidak akan menjadi rupawan dengan kulit bak wanita yang setiap hari mandi susu dan mengoleskan lotion Citra halus lembut di sekujur tubuhnya. Prediksi gw salah. Aurili telah berubah.

Pernah ada satu orang dari luar pertemanan gw yang bilang bahwasanya Aurili itu sebenarnya cantik dan menarik asalkan dia mau berusaha. Terlepas dari komentar yang disampaikan oleh orang dengan kualitas dandanan yang tidak lebih rapih dibanding dandanan seseorang yang baru keluar dari terjangan badai tornado (rambut always berantakan, lipstik ketebelan, dan baju tampak tidak pernah mengenal setrikaan merk Maspion). Bahkan ketika dia menampilkan foto selfie di dunia maya pun, penampilannya masih mengesankan seakan badai tornado terus-menerus terjadi di kehidupannya. Tepi terlepas dari kondisi memilukan sang komentator tersebut, pendapatnya bisa dibilang ada benarnya. Hanya saja, kan kita mempermasalahkan proses dari tampilan biasa saja-menjadi-menariknya si Aurili.

Once, KaDes pernah memberi komentar terhadap penampilan Aurili yang berubah secara mendadak. "Dia emang sering curhat ke aku, ma, aku mau kurus. Aku capek hidup dengan kualitas setidak menarik ini." Kades kemudian melanjutkan, karena itulah Aurili akhirnya niat diet agar mendapatkan tampilan yang lebih menarik.

Masalahnya kemudian, apakah hanya dengan diet lantas kita bisa mendapatkan rahang yang jenjang, alis yang tebal bak iringan ulat bulu cantik, mata lancip bak buah almond impor dari Kanada, bibir tipis sensual bak model majalah dewasa, dan rambut indah bak mayang terurai? Terlebih, semua itu dia dapatkan dalam waktu kurang dari 3 bulan. Apakah tidak bermasalah buat persepsi publik? Mungkin salahnya Aurili juga yang pake curhat masalah kecantikan ke KaDes, selaku ratu suntik sana-sini. Jadinya instan deh perubahannya. Satu yang harus gw syukuri di sini, pita suara ngga bisa dioperasi plastik. Sekali kamu dilahirkan tanpa bakat menyanyi, silahkan pilih cita-cita menjadi insinyur, sutradara, penjaga warteg, tukang pijit, atau karir lain, selain penyanyi. Tapi siapalah gw bisa ngasih pendapat ke artis semulia Aurili itu, toh?

Bulan lalu, ada salah satu temen kantor gw yang melakukan perubahan mendadak. Profil dia selama ini adalah ibu rumah tangga berambut panjang yang ngga terlalu begitu gaul tapi pengen masuk ke lingkungan gaul++ yang penuh dengan apresiasi sesaat. Kemudian suatu hari dia datang ke kantor dengan rambut cepaknya (ya, dia seorang ibu) dan tank top yang dipadu dengan kain ikat. Sesaat gw ngerasa Bunda Dorce masih jauh lebih cantik dari dia. Perubahannya terlalu tiba-tiba dan memancing cibiran.

Mungkin akan ada yang berpendapat, ya itu kan suka-suka dia aja mau ngapain. Buat apa kita harus sebegitunya mengurusi tindak-tanduk orang lain? Ya betul juga. Kita bisa bebas ngapa-ngapain, selama semuanya itu dilakukan di pulau tidak berpenghuni atau ketika planet Mars sudah bisa dihuni. Buang sampah ke teras rumah sambil pake bikini aja bisa jadi cemooh orang kan? Masalahnya lagi, ngga semua orang paham dengan konsep semua bisa dilakukan semau kita. Tiap liburan, gw sangat berhasrat buat upload foto liburan gw sebanyak-banyaknya di media sosial. Tapi akhirnya, gw harus sortir, harus pasang inner circle buat nentuin pihak mana aja yang kiranya ngga akan terganggu dengan postingan liburan gw (ya, postingan liburan, bukan postingan yang ada unsur sara atau materi anonohnya), harus sebisa mungkin buat menghindari cibiran dan ketidaksukaan orang atas foto-foto liburan gw. Semuanya (terpaksa) ngga bisa dilakukan sesuka-suka kita karena, ngga semua (atau bahkan ngga ada) orang yang paham bahwa semuanya bisa dilakukan seenak jidat kita.

Jadi Aurili, boleh share kiat-kiat cantiknya ke Fatiningsih sekarang?

Rabu, 25 Desember 2013

(Belajar untuk) Tidak Heran

Sering ada yang ngomong ke gw, "Kok lo kerjaannya tiap hari komen terus sih? Ini dikomplen, itu dikomplen, yang sana dikritik, yang di situ dihina, sikat gigi mama dipake, rokok bapak dimakan, sepeda adik kamu bakar, kabel listrik kamu kepang. Kamu tuh sebenernya kenapaaa?"

Mereka heran sama gw, selaku tukang komplen. Ya abis gimana? Gw hidup di dunia yang penuh dengan ketidaksempurnaan ini. Baru keluar rumah, tau-tau macet karena ada komunitas yang minta sumbangan pembangunan mesjid di tengah jalan, yang kagak keliatan pembangunannya ada di mana, mungkin di dalam tanah. Baru ujan dikit, udah macet total karena ada terowongan jalan layang yang 3/4 lajurnya ditutup oleh pemotor yang berteduh. YA LU PAKEIN BUAT KONDANGAN ANAK LU AJA SEKALIAN ITU KOLONG JALAN LAYANG, BIAR NGGA PERLU NYEWA TENDA. Nanti lagi asik-asik nikmatin macet Jakarta, mendadak ada iringan pejabat yang minta dikasih jalan, yang lebih pengen gw kasih santet aja.

Tapi ya, gw ngga boleh terlalu heran sama kelakuan mereka yang begini-begitu. Dulu (sekitar tahun 2007), ada dosen  gw yang bilang bahwa kacaunya cara berkendara pemotor itu, ya karena mayoritas dari mereka uneducated atau less educated, atau fully educated tapi cuma sebatas kepemilikan ijazah aja. Bener juga sih.

Tapi itu dulu. Kalo sekarang, menurut gw, pengendara motor udah hadir dari kalangan kelas A-, B, dan C. Semua pakai. Uneducated bikernya jadi berkurang dong? Ya ngga. Makin banyak toh kita liat di jalan raya, pemotor ABG tanpa helm; yang cowo sambil ngerokok, yang cewe seakan bangga dengan rambutnya yang berkibar-kibar kena angin minta dijambak. Pasti dia ngga pernah ke salon. Gw mah sayang deh rambut kena asap knalpot gitu. Makin banyak juga kita liat pemotor nyelonong aja padahal lampu lalu lintas lagi berwarna merah. Kalo dibilang buta warna, pasti tidak. Karena motor mereka pastilah colorful, mereka tahu cara memilih motor yang lebih berwarna dibanding padanan make upnya Ashanty.

Kenapa makin banyak pemotor berkelakuan minus padahal pengendara motor udah ngga cuma hadir dari kalangan uneducated saja? Karena kebodohan itu menular, sedangkan kepandaian susah untuk ditularkan. 1000 orang pintar akan kalah dengan 200 orang bodoh. Dari 10 pemotor yang berhenti di lampu merah, 6 darinya akan menerobos lampu merah, 2 pemotor akan kemudian ikut-ikut menerabas, dan sisanya ragu-ragu karena pada dasarnya melanggar lampu merah itu sungguh tempting dan mudah dilakukan buat pemotor. Kebodohan itu menular.

FPI, Forum Betawi Rempug, Forum Betawi Ala-ala, Forum Ummat Terbelakang, dan forum-forum lainnya makin berkembang. Fungsi mereka apa? Ngga ada. Besarnya forum mereka juga ngga bikin monorail atau MRT jadi cepat terbangun. Membahananya aksi mereka ngga membuat lokasi prostitusi di Jakarta Utara berkurang, malah makin seger. Padetnya aksesoris di badan ketua mereka ngga membuat tampilan ketuanya jadi lebih enak diliat. Terutama Habieb Resik, dokter-dokter operasi plastik di Korea juga bakal angkat tangan ngeliat muka bang Habieb. Jadi, forum mereka itu sebenernya ngga menawarkan solusi, ngga menjanjikan masa depan, ngga bikin pinter, and the most important thing is forum mereka ngga bikin ganteng.

Tapi forum mereka semakin besar aja. Kenapa bisa begitu? Karena lebih mudah membuat (kumpulan) orang bodoh dibanding menciptakan orang pintar. It takes decades for people to create an engineer, a doctor, a pilot, a nurse, a lawyer, a copywriter, etc. But it only needs 10 minutes for brainless people to create another brainless creature. Menularkan kebodohan itu no effort. Jadi ya jangan heran kenapa gerombolan mereka makin banyak. Bikinnya gampang!

Dunia hiburan Indonesia juga ngga kalah ruwetnya dengan lalu lintas Jakarta. Satu yang jadi concern gw adalah saluran tivi nasional Tranz dengan tayangan YKS (Yuk Kita Sembrono) nya. Tayang setiap hari mulai bulan Agustus 2013 dan sampai hari ini ngga mati-mati juga. Kenapa bisa tayang terus padahal isinya tidak mendidik--bahkan tidak menghibur?

Mari kita jabarkan beberapa pengisi acaranya di sini:

1. Deni Cagur: Tidak cakep, tidak lucu, tidak bisa bawain acara, bisa joget (tepatnya cuma satu joget; 100 hari acara, per acara durasinya 3 jam, cuma mengandalkan keahlian satu jogetnya doang, ngga mending pulang aja ke rumah nemenin istrinya kutekan?). Kesimpulan: tidak layak menghibur.

2. Raffi Ahmed: Tidak bisa melucu, ganteng sih (tapi masih lebih ganteng Chico Jericho), pembicaraan ngawur (bahkan kadang gw meyakini dia hadir dengan sisa mabok 40%), dan ngga bisa bawain acara. Coba deh kalian tonton 10 menit aja pas Raffi lagi ngelucu. Boro-boro ketawa, tersenyum pun tidak. Kesimpulan: belum layak keluar Lapas.

3. Cinta Laureuz: Mahasiswa Amerika, katanya udah diangkat jadi asisten dosen, dan IPnya cum laude. Tapi kok mau-maunya tampil di YKS dan joget-joget bareng artis murahan. Bitch, please? Kalo mau ngebohong soal study-nya, mbok ya jangan sampe muncul di tivi dan bisa diliat oleh gw. Ngelucu ngga bisa, bawain acara apalagi, nyanyi? Mungkin cuma dia dan nyokapnya aja yang bisa nikmatin. Akting? Di film "hollywood" ala-ala aja, dia cuma kebagian satu bait dialog dan adegan jatuh dari dari Monas, sungguh adegan yang gw harapkan bisa benar-benar terjadi buat Cinta. Kesimpulan: cocoknya masuk Universitas Bung Karno jurusan Teknik Mesin, instead of Columbia University, America.

4. Olga Syahputri: Jujur, dulu gw sempet anggap dia lucu, lho. Tapi makin lama, kemampuan ngelucunya ngilang. Jadi gemar menghina, ngomong seenak jidat, kelakuan urakan, dan suka memakai heels. Gw juga gemar menghina sih, tapi at least gw ngga suka memakai heels. Gw suka menghina, tapi alasan gw kuat soal apa yang gw lagi hina. Penyanyi dengan suara jelak, contoh. Penari dengan liukan tubuh sekaku adonan donat yang kurang air, misalnya. Tapi Olga? Seakan menghina tanpa disertai pikiran yang jernih dan otak yang pernah diisi pelajaran PPKn dan Bahasa Indonesia kelas 1-6 SD. Pernah dia komen ke salah satu penyanyi seriosa papan atas seperti ini: "Bapak ngga cape mulutnya mencong-mencong gitu pas nyanyi?" Cong, please? Kesimpulan: Sudah tidak pantas diberikan kehidupan di dunia ini.

5. Caisar si pemilik goyang Caisar: Udah? Udah belum jogetnya? Ya, cuma bisa joget yang itu-itu aja. 6 bulan, setiap hari, jogetnya itu-itu lagi bentukkannya. Gw ngeliatnya aja bosen tanpa pernah sebelumnya menyukai joget tersebut. Yang bisa dilakukan selain joget? Ngerokok, ngomong, jalan kaki, duduk, melihat, naik tangga, makan, minum, bernafas. Kesimpulan: lanjutin SMP sampe kelar aja dulu.

Dari kelima (dengan total tauk lah ada berapa) pengisi acara YKS tersebut, semuanya ngga ada yang layak menghibur di mata gw. Tapi kok acaranya laris? Ya karena 80% komposisi penonton tivi nasional adalah mereka-mereka yang, sebutlah tidak pintar. Acara yang ngga pintar memang cuma bisa ditonton oleh orang-orang dengan kemampuan berpikir yang ngga tinggi-tinggi amat. Simplenya, ngga mungkin lah ada alay mau nonton program Brain Games di Natgeo atau ada cabe-cabean yang sudi nonton Primetime News di Metro TV.

Jadi, jangan heran soal kenapa YKS bisa banyak iklannya padahal acaranya ngga lucu dan ngga sedikitpun mendidik. Lah wong penontonnya juga ngga ada yang terdidik. Selama mayoritas penonton tivi nasional belum memiliki kualitas otak seperti layaknya isi otak yang dimiliki oleh lulusan diploma, tayangan YKS dan yang serupanya juga akan terus diminati dan berkibar di negeri ini.

Jadi, masih mau heran dengan ketidaksempurnaan-yang-gw-maksudkan-di-topik-ini yang ditawarkan di negeri kita ini? Kalo gw sih, tidak. Gw akan coba berhenti heran ketika melihat penyanyi dengan kualitas suara yang tidak lebih merdu dari suara Jessica Iskandar tapi kok laku. Ya karena mayoritas penikmat musik lebih melihat ke paras dan sensasi yang ditawarkan si penyanyi kelas karbit.

Gw akan berhenti ngga habis pikir kenapa Enji bisa setega itu meninggalkan Ayu Ting-ting seperti halnya gw akan berhenti heran soal ayahnya Ayu Ting-ting yang kemayu dan bertutur kata lembut seperti putri-putri jawa itu.


Katanya, penjualan albumnya udah memasuki angka 7x platinum (1 platinum = 75.000 keping album rekaman). Iiih, banyak ya? Gw awalnya heran banget. Malah sempat curiga. Albumnya kan dijual di store KFC, mungkin orangnya salah ngitung kali. Instead of ngitung penjualan albumnya Fatin, mas-masnya malah ngitung penjualan ayam paha KFC harian. Ketuker gitu. Masa bisa banyak banget yang beli album si penyanyi seukuran botol kecap ini?

Tapi ya, gw ngga boleh heran. Mungkin emang publik cuma membeli dramanya Fatiningsih; gadis lugu yang bersuara emas (plis deh), gadis berperawakan desa, yang lebih cocok mencuci baju di sungai Cisadane-kemudian-terbawa-hanyut-arus-aliran-banjir-kiriman, namun ternyata (dianggap) bisa nyanyi, dan karna Fatin adalah juara X-Factor Indonesia. Semua orang fokusnya ke Fatin sebagai juara X Factor, tanpa melihat bahwa juri X Factor Indonesia itu salah satunya adalah Ahmad Dini, yang buat ngejuriin lomba balap karung tingkat RT aja sebenernya dia ngga akan kompeten, secara otak dan sikap. Juri lainnya? Ah yasudahlah. Alhamdulillah acara tersebut sudah berakhir dan menelurkan satu artis orbitannya yang suaranya tidak lebih baik dari juara-4 lomba nyanyi di Mal Taman Anggrek.

Belakangan, Fatin ngeluarin buku yang menurut gw, covernya lebih cocok buat dijadiin cover album foto versi Fuji Film. Fokus ke gaya hormat Fatin di depan Musee du Louvre di foto atas. Oh, please. Ngga ada gaya lain? Itu ngajak orang foto buat cover buku atau lagi foto-foto buat kepentingan study tour? Fotografernya gimana? Yang ngedesign cover albumnya gimana? Semua pihak nampak tidak total, sama dengan keahlian bernyanyi Fatin. Jadinya ya ngga heran. Fatin selalu dikelilingi oleh orang-orang yang sekualitas dengannya; manajemennya, krunya, dan penggemarnya, semuanya datang dengan kualitas yang sama dengan Fatiningsih dan tentunya mendukung dan mencintai kekurangan dia.

Di lagu Fatin dengan judul Aku Memilih Setia, semua bagian dinyanyikan dengan teknik ngeden, suara serak-serak basah yang gagal, dan tanpa bagian-bagian klimaks sehingga membuat lagu menjadi datar-sedatar alunan cerita sinteron Tukang Bubur Naik Haji episode ke 1000 yang ditayangakan pada tanggal 25 Desember. Oh dear, Fatin. Sesungguhnya dari kesan awal aja, nama kamu lebih cocok dijadikan sebagai nama Warteg: Warteg Fatin. Atau Warnet Fatin. Atau Pijit Bu Fatin. Pokonya bukan nama artis.

Sebagai penyanyi, aura bintang ngga ada, kualitas diva ngga punya, suara emas (mudah-mudahan sampe tua) juga ngga dapet. Yaudah lah. Mumpung masih banyak uang, mending beli tanah dan bikin empang buat disewain untuk pemancingan warga.

Aku sih ngga heran.

Selasa, 05 November 2013

Berandai-andai

Eh, topik yang kayak gini udah pernah gw bahas belum sih? *ngerasa lama-lama kayaknya topik pembicaraan gw itu-itu saja* *oknum yang dibicarakan juga itu-itu aja sih* *ENYAH KAU FATIN dan AUREL dari pikiran gw!!* *kemudian Aurel dan Fatin lari tunggang langgang dengan penuh perasaan bahagia*

Berandai-andai. Salah satu kegiatan yang hampir semua manusia suka untuk lakukan, termasuk gw. Iya, walaupun hati gw dark, kelakuan tidak terpuji, omongan ngga bisa dipercaya, tapi gw tetaplah manusia. Gw pun suka berandai-andai. Berandai-andai jikalau artis Indonesia pada lebih berkualitas lagi, pastilah gw ngga akan menjadi orang yang nyinyir seperti sekarang. Berharap kalau penyanyi-penyanyi pendatang baru Indonesia pada bisa lebih merdu suaranya--paling tidak suaranya ngga bikin penonton berucap astagfiruloh--, mungkin gw ngga akan menjadi orang yang penuh iri dan dengki seperti sekarang. Coba saja temen-temen gw semuanya berkelakuan normal, ngga dandan menor terus foto selfie ribuan kali dan diupload di fesbuk ratusan kali, ngga bentar-bentar foto pake jilbab, besoknya foto pake kaos dan kacamata item padahal lokasinya lagi di depan sekolah dasar, yakinlah bahwa gw akan memiliki hati yang suci, ngga akan segelap ini. Andai saja.

Berandai-andai untuk yang sudah terjadi
Gw dan banyak manusia Jakarta lainnya: "Coba tadi bangunnya lebih pagi! Ngga akan gw telat begini"
Marshandeuh: "Andai gw ngga upload video gw di Youtube beberapa tahun lalu, pastilah gw ngga perlu repot-repot berjilbab biar mengesankan kalo gw udah waras sekarang"
Pretty Asmara: "Kalau saja gw lebih bisa mengatur pola makan" | "Ngga sih, mba! Ngga akan bisa. Percaya gw!" <-- *gw yang jawab*
Musdalifiuhh: "Andai aku bisa lebih punya waktu untuk pilih suami kedua, pasti bedak dan lipstik aku ngga akan cepat habis karna dipakai suami seperti ini..." | "Ya macam bisa dandan aja, mba. Tampil di tivi aja mukanya polos ngga pake bedak, kalah sama kesemek. <-- *masih gw yang jawab*

Di satu buku yang berjudul La Tahzan (Jangan Bersedih), yang kebetulan gw cuma baca 10 halaman pertama karena gw ngga bakat baca sesuatu yang serius dan panjang-panjang, ada satu tulisan yang melarang kita untuk terlalu larut berandai-andai akan apa yang sudah terjadi karena hal tersebut merupakan perbuatan yang sia-sia dan membuang waktu. True.  Tapi ada ngga sih buku yang judulnya Jangan Menyinyir? Aku mau baca... :(

Di banyak qoutes juga banyak yang bilang kalau kita harus fokus melihat ke depan dan hanya sesekali saja melihat ke belakang untuk introspeksi. "Hari ini adalah 10 tahun jadian kita, andai masih bersama," demikian salah satu status di media sosial berbunyi. Woelah, mbak. Hari ini juga 23 tahunnnya gw untuk pertama kalinya memakan tempe. TERUS KENAPE? Move on nape.

Berandai-andai untuk yang belum terjadi (antisipasi)
Mengatur Plan A dan Plan B kalau bahasa kerennya. Kalau ternyata hari hujan, terpaksa bazarnya kita pindahkan ke dalam gedung. Jikalau yang datang ke pernikahan kita hanya sedikit, lebih baik makanan catering kita sumbangkan ke panti jompo sebelah biar tidak mubajir. Jikalau memang tidak diberkati suara yang merdu, ya jangan bikin single. Kalau muka ngga cantik-cantik amat, jangan keseringan muncul di tivi. Jikalau tetep mau jadi artis, ya luluran dulu atau suntik putih dulu biar keliatannya ngga burem dan ganggu mata penonton. #DearAurel

Dibanding beranda-andai untuk masa lalu, memang akan lebih baik jika kita ngayal soal yang akan terjadi di depan saja. Buat ancang-ancang aja soal apa yang mau kita lakukan. Seperti yang dilakukan oleh penguasa wilayah ujung Jakarta yang bernama Ratu Kentut. Mungkin dalam bayangan dia, dalam 3 tahun muka dia akan penuh keriput, kulit dia akan kusam, rambutnya akan rontok, dan hidungnya akan memesek 1 cm tiap 6 bulan. Jadi dia rajin perawatan di luar negeri yang biayanya miliaran. Kulitnya mulus memang, tapi wilayah yang dia pimpin jadi ngga keurus, seakan kontras dengan licinnya muka beliau.

Karena gw punya sodara yang tinggal di wilayah yang dimaksud di atas, jadi lumayan sering gw berkunjung ke sana, sebutlah kawasan BCD. Mewah, jalannya mulus, mal-mal gres ada di sana, dilengkapi hiasan hijau pohon-pohon yang mungkin dibiayai oleh developer perumahan di sana. Tapi kalo minggir sedikit dari megahnya jalan utama BCD, kondisinya amit-amit. Ada jalanan yang dari jamannya gw belum lancar bahasa Inggris, masih juga rusak sampe sekarang. Pernah sekali gw lewat situ, lipstik nyokap gw pindah ke jidat dan bulu mata gw rontok ke pipi saking bikin berguncang-guncangnya jalanan di sana. *dulu belum ngetrend bulu mata anti badai btw* Ribet ngurusin masalah sendiri, masalah orang lain jadi (yang sebenrnya jadi masalahnya juga) dilupakan. Saking asik ngerencanain yang jauh di depan, yang ada di depan mata ngga keurus.

Masih ngomongin Ratu Kentut barusan, beberapa hari lalu gw dikirimin foto si ratu dengan jilbab merah dan mukanya yang juga merah karena muka hasil perawatannya ngga kuat kepanasan (panas matahari di luar ruangan). Matching sih. Jilbab merah, muka merah. Tapi apa jadinya kalo dia lagi pake jilbab kuning terus kepanasan? Muka merah, jilbab kuning. Warna-warni macam barisan getuk yang dijual abang-abang pake gerobak itu. Terbukti teknologi belum cukup memuaskan sang Ratu. Sabar ya, Ratu. Kamu sih perawatannya lebay.

Eh, tapi gw menyampaikan belasungkawa atas kandasnya kisah cinta bitchy and the beast antara Andi Suralaya dan ... Siapa namanya suaminya? Gw cuma inget muka suaminya aja, lumayan bikin shock sih perawakannya, jadi gampang diinget, namanya sih lupa. Mereka akhirnya bercerai setelah menikah selama... 2 tahun ada ngga sih? Kayaknya dia nikah pas ruko di belakang rumah gw mulai dibangun. Sekarang rukonya masih 3/4 jadi, mereka udah cerai. Lah gimana sih ini?

Andi termasuk orang yang juga terlalu concern sama apa yang akan terjadi di depan. Dia mungkin khawatir nantinya ngga akan ada orang yang bisa membiayai glamornya kehidupan dia, membayar mahalnya tas Andi, dan membelikan Andi apartemen mewah di tengah Jakarta. Dinikahilah pria pengusaha batu bara yang secara tampang, mungkin yaaa... Memang terlalu sering bergumul dengan batu bara panas. #Geseng #Kumel #AbangAbang #TampangKayakGituJugaBanyakDiSenen

Andi menikah tanpa takut dicemooh teman-temannya, tanpa khawatir bagaimana perasaan anaknya menanggapi perubahan dari tampang bapaknya yang sebelumnya berkulit putih bak pualam, kemudian berganti menjadi geseng bak... Sebutlah batu bara. Andi tidak sadar siksaan batin setiap hari karena menikahi pria yang dari daftar 1 miliar orang terganteng di ASEAN pun suaminya ngga akan masuk urutan. Andi ngga sadar bahwa setiap pagi (bangun tidur), dia akan melihat seseorang di sampingnya yang tidak lebih indah dari pantat cobek (ulekan). Berlimpah harta mungkin telah andi dapatkan, tapi jutaan cemooh dan sayatan batin akan menyiksa dia kemudian.

Kemudian diketahui bahwa suami Andi Suralaya itu memilih cerai karena Andi matre. Yaaa, begini ya. Beberapa alasan kuat utama perempuan memilih lelaki adalah karena hal-hal berikut:
1. Lelaki tersebut ganteng
2. Lelaki tersebut membuat nyaman
3. Chemistry
4. Lelaki tersebut banyak uang
5. Dijodohkan
6. Tidak ada lelaki lain
7. Punya hutang budi
8. Ingin balas dendam terhadap ibu dari lelaki tersebut dengan menghabisi harta kekayaan keluarganya

Alasan Andi menikahi suaminya sudah barang tentu bukan karena alasan nomor 1, 2, 3, 6, 7, 8. Ganteng? Masih lebih ganteng Mandra didandanin. Chemistry? Yakali ah, pasangan macam heels merk LV dengan sendal jepit merk Sinar Baru (<-- nama hotel di kawasan Serang) gitu. Jadi seharusnya sang suami sadar kalo tujuan Andi menikahinya adalah karena uang. Karena apalagi?
  
Ngomong-ngomong soal cemooh, dulu gw sempat bekerja di perusahaan yang dipimpin oleh wanita yang, sebutlah hedon dan tajir. Di setiap kehidupan hariannya selalu mengesankan (dan memang membuktikan) kalau dia memang tajir. Ke kantor pake mobil yang harganya di atas 1 miliar, handphonenya 10juta, make upnya harus beli New York, member Pilates di tempat heboh, jadwal clubbing seminggu sekali, dan lain yang hedon-hedon. Suatu ketika, dia pergi ke Singapura dan sepulangnya dari sana dia membawakan oleh-oleh buat para pegawainya. Apa oleh-olehnya? Jam dengan merk Gucci, Guess, dan LV yang KW laknat dengan harga 50ribuan (mungkin bisa ditawar sampe 7ribu kalo memang mau).

Temen gw-A: "Ini beli di Glodok apa yak?"
Temen gw-B: "Masih lebih mahalan harga tisu WC deh kayaknya..."
Gw: *gali tanah* *buat nguburin jam tangan yang ngga lebih berharga dari daun pepaya seiket*

Oleh-oleh memang harus diapresiasi, jangan lihat harganya. Tapi kan bisa ngasih yang lain. Jam tangan 50ribuan tanpa merk kan lebih asik. Makanan 20ribuan kan lebih enak. Lah ini, mau diihat wah, tapi kok maksa dan mencerminkan kalo malah dia ngga punya selera? Seharusnya dia bisa lebih antisipasi nyinyiran yang bakal dia terima karena memberikan karyawannya oleh-oleh jam tangan bermerk KW-yasudahlah. Sekali lagi, orang yang nyinyir ngga pernah salah. Yang salah adalah kenapa ada orang yang musti mancing kita buat nyinyirin situ.

Sama halnya dengan istri Daus Mono. Tiap tampil di layar kaca, sangat mengesankan kalau dia mau jadi orang terkenal juga. Orang biasa mau terkenal? Harus punya skill dan kecantikan! Skill? Tidak ada. Kecantikan? Biar aku jabarkan. Tampilan mbak-mbak, diet ngga pernah, rambut entah kapan terakhir dicreambath, wajah haus facial. Jadi musti gimana? Menikahi artis lah jalan satu-satunya untuk menjadi terkenal. Tapi, artis mana yang mau menikahi perempuan dengan kondisi tanpa skill dan kecantikan yang sudah gw jabarkan di atas? Artis mana yang mau? Daus Mono.

Istri Daus Mono pun terlalu fokus ke impian buat jadi artis. Asal menikahi orang yang ngga akan membuatnya bahagia. Mungkin bahagia sih, gw ngga tau juga istrinya bahagia atau tidak telah menikahi Daus Mono. Tinggi badan mungkin bisa diukur, tapi dalamnya hati dan kebahagiaan tidak. Sampai sekarang, istri Daus Mono cuma muncul sesekali ketika dia lagi ganti popok anaknya dan memasak di dapurnya yang reot, instead of menyanyi dan menari di panggung yang megah atau akting di sinetron yang berkualitas. Well, ngga ada juga sinetron berkualitas di Indonesia sih. Impian tinggallah impian jika tidak disertai pondasi yang jelas.

Ancang-ancang dengan apa yang mau dilakukan, fokus dengan yang ada di depan mata, dan evaluasi soal apa yang udah terjadi. Jadi begini, sahabat super... *lah ngapa jadi Mario Rebus?* Camel Petir dan Dewi Sanca. Mereka ngga jelas mau ngapain. Cita-citanya terlalu tinggi buat jadi terkenal dengan (cuma) bawa-bawa ular sanca ke pasar dan komen ngga penting di tivi soal artis yang ngga kalah pentingnya.

Kalo sekarang lagi ngetren artis pendatang baru yang tempo-tempo jadi presenter, tapi besoknya nyanyi di acara tivi, besoknya ngelawak di acara lain, besoknya lagi muncul di FTV jadi cameo. Masalahnya, suaranya fals, ngga lucu, dan ngga bisa akting. Jadi ngga jelas mereka tuh maunya jadi apa selain mengganggu penontonnya.

Kalo gw, sekarang sih gw udah jelas sama hidup gw ke depannya. Mau fokus terjun ke dunia hiburan, bikin single, nguluncurin RBT, dan ngebuka penyewaan lapangan futsal khusus berhijab (baik pria maupun wanita) di penjuru Jakarta.

Kalo kamu?

Senin, 16 September 2013

Ngungkit-ngungkit

Beberapa bulan lalu, gw dapet kesempatan buat nonton (gratis) sebuah film yang berjudul Laura&Marsha, film Indonesia yang kayaknya cuma sebentar banget tayang di bioskop--at least ngga lebih lama dari tayangnya film Pokun (Pocong Kuntilanak) di bioskop. Karena nonton gratis, yang diadakan oleh salah satu majalah anak muda ternama di Indonesia, tentu saja kegiatannya diselenggarakan pagi banget (jam 09:00) dan di akhir film akan diselingin dengan diskusi dan kuis seputar "Sebutkan salah satu rubrik di majalah kami" atau "Sebutkan salah satu artis yang pernah menjadi cover majalah kita!" Like, meneketehe? Tapi ada aja lho (ABG) yang bisa jawab. Tadinya gw mau jawab rubrik Ekonomi atau Mobil Dijual aja, tapi kayaknya ngga mungkin mengingat yang ditanyakan adalah majalah remaja. Ahyasudahlah.

Tapi yang mau gw bahas di sini bukan soal itu. Film Laura&Marsha bercerita tentang dua orang gadis yang melakukan perjalanan ke Eropa. Gadis yang satu tipenya cewe banget, yang satu kelewat tomboy--sampe gw kira di akhir film kedua gadis itu akan menikah di Belanda. Di puncak dramanya, mereka bertengkar hebat walau akhirnya baikan juga. Di akhir baikan, cewe yang satu bilang (gw lupa nama artisnya siapa), "Maafin gw ya, udah ngomong kasar kemaren" dan kemudian dibales sama si satunya "Yaudahlah, kan udah lewat. Ngapain dibahas lagi?"

"Yaudahlah, kan udah lewat. Ngapain dibahas lagi?" Jujur, di bagian itu gw agak tersentak karena gw selama ini adalah orang yang suka memperpanjang kasus. Rasanya enak aja bisa bikin hidup orang lain jadi ngga gampang-gampang amat.

Pulpen gw ilang nih. Lo yang minjem kan? Ngaku!
Iya, sorry gw lupa bilang...
Alah alesan! Kemaren lo minjem sisir gw juga ngga bilang-bilang!
Gw udah bilang ke temen lo kok kalo gw mau minjem sisir...
Kenapa ngga bilang ke gw? Minggu lalu lo minjem cermin gw juga ngga pake ijin!
Sorry, kirain gw ngga masalah.
Bulan lalu, lo matahin pinsil alis punya nyokap gw (<-- ngga mau ngaku kalo punya sendiri) juga ngga merasa bersalah!
Iya, sorry...
Tahun lalu, lo juga...

Oke baiklah. Kita hentikan contoh kasus yang berasal dari pengalaman hidup gw dan beralih ke ngomongin orang lain aja karena ngomongin orang lain itu lebih enak, lebih lepas, dan ngga dosa. *sumber:dirahasiakan*

Yaudahlah, kan udah lewat. Ngapain dibahas lagi?
April lalu, kita dikejutkan dengan meninggalnya salah satu ustad ternama Indonesia. I give all my respects to him karena dia udah berhasil membawa angin segar dan suasana "baru" di dunia perdakwahan yang mungkin gw cuma tonton di hari-1 dan kedua Ramadhan aja. Dia meninggalkan seorang istri dan dua orang anak yang (menurut gw) kurang bisa move on. Tiap tampil di tivi, sedih-sedihan. Hobinya flashback ketika ayahnya masih ada. Kemudian si anak perempuan terjun ke dunia tarik suara yang kentara banget dipaksakan dan pake embel-embel kehilangan ayahnya. Terus si Pipiek (istri ustad) juga menyatakan mau terjun ke dunia dakwah dengan membagikan pengalaman sedihnya sewaktu ditinggal ustad. Lah masa dari satu pesantren ke ratusan pesantren lain ngebahasnya itu-itu doang?

Yaudahlah, kan udah lewat. Ngapain dibahas lagi? Gw juga ngeliatnya sedih, beneran. Tapi bisa ngga sih ngebahas hal lain aja? Tempe mahal, rupiah melemah, IHSG anjlok, mobil Gazton Kastanyo terbakar di beberapa minggu menjelang pernikahannya dengan Julia Perez, Mulan menjenguk Dul, Apple ngeluarin iPhone murah, dan Ashanty bedaknya ketebelan tapi ngga pernah sadar. Begitu banyak topik yang betebaran di dunia ini, tapi kenapa saban hari ngebahasnya topik #RinduAyah mulu? Move on, Piek. :( Allah tidak suka ummatnya yang terlalu lama tenggelam dalam masa lalu. *courtesy: Roma Irama dalam film Berkelana*

Serupa halnya dengan Vena Melinjo si Ratu Salsa gedung DPR. Awalnya dia bilang, "Saya ngga akan ngebahas perceraian saya di publik karena hal ini merupakan ranah privat". Tapi kenyataan selanjutnya berbeda. Vena bongkar semua masalah rumah tangganya, sampe mungkin semua orang juga tau apa warna celana dalem suaminya. Dia bongkar pendapatan suaminya yang katanya cuma Rp 40 juta/bulan dan dirasa masih kurang. Yaolooo, tiap hari masak sayur oyong pake kuah berlian ni orang? Dia beberkan sifat buruk suaminya, dia bongkar semua, bongkar! Tapi yang jadi permasalahan gw sekarang, Nassar KDI kemana ya?
Ngilang dia? Udah ngelahirin belom? Ngilang gitu tuh orang. Dunia entertainment jadi 45% lebih straight tanpa dia... *sedih*

Minggu-minggu ini, hampir semua media ngebicarain soal kecelakaan si Doel di tol Cibubur yang menewaskan 5 orang penumpang mobil Gran Max. *Kenapa Gran Max rutin banget jadi korban kecelakaan ya? Momok banget tuh mobil lah.* Sebenernya berita Doel ini belum bisa masuk ke topik ngungkit-ngungkit gw sih. Tapi percayalah, beberapa bulan ke depan, media akan (masih) ngebicarain soal betapa sedihnya keluarga yang ditinggalkan korban dan polisi akan masih ribet ngurusin siapa yang bisa dijadiin tersangka. Semua diungkit-ungkit biar drama.

Lepas dari itu, banyak orang yang mempertanyakan kenapa Doel diperbolehkan menyetir mobil padahal belum cukup umur untuk memiliki SIM--yang hari gini anak umur 8 tahun juga sebenernya bisa punya SIM asalkan ada uang. Kalo menurut gw, ya itu haknya Doel untuk mempersiapkan masa depannya. You know, Republik Cinta mana tau bakal bangkrut. Yaaa, lagu-lagu terbitan Republik Cinta juga kan ngga ada yang berkembang, semua lagu dibuat mirip, lagu The Virgin mirip lagu Dewi-Dewi, lagu Alexa Keys mirip lagu Dewi-Dewi, lagu Mulan mirip lagu Dewi-Dewi, suara penyanyinya apalagi... Mirip semua. Gw ngerasa ngga ada yang salah dengan Dul bisa nyetir di umurnya dia yang belia ini. Itu kan bisa jadi back up karir masa depannya dia. Ngangkot, naksi? Sekolah Doel juga pasti ngga jelas. Jadi, bakal bisa apa dia selain kerja serabutan ketika semua harta ayahnya udah habis?

Yaudahlah, kan udah lewat. Ngapain dibahas lagi? Kalo temen udah minta maaf, yaudahlah maafin aja. Ngapain pake diinget yang jelek-jelek. Kecuali kalo kalian kebetulan lagi berantem sama Aurel Herminsyah. Yaudah, apa boleh buat. Mau sampe kapan pun juga, yang keinget ya bakal yang jelek-jelek aja. Maafin temen, ngga usah pake banyak syarat kayak promo pendaftaran tempat fitnes di mal.

Kalo ternyata nampak tidak bisa termaafkan, yaudah putuskan pertemanan tanpa embel-embel yang ribet. Lo jangan ngehubungin gw sampai kapan pun! Apus nomer gw dari buku telepon lo! <-- drama terjadi pada tahun 90an ketika buku telepon masih merupakan kebutuhan. Sign out lo dari tempat pilates gw biar kita ngga usah ketemu! Jangan sekali-kali lo lewat meja kerja gw! Lo benerin tuh pintu air Manggarai!! <-- lagi berantem sama Jokowi. Ngga usah ribet banget kayak gitu lah. Situ manusia apa kelurahan yang harus pake ribet dan proses berbulan-bulan cuma buat nerbitin e-KTP? Banyak orang yang pengen apa-apa serba instan, teknologi serba cepat, akses internet serba kilat, tapi untuk urusan hati aja lamanya kayak masak rendang pake kompor kayu bakar.

Kita sebagai temen temen juga ngga perlu keribetan ngurusin masalah orang lain... Ngomongin boleh, tapi kalo sampe ngurusin masalah orang lain, itu udah berlebihan. Temen abis kehilangan hape, ngga perlu ditanya sampe bertele-tele soal kapan kejadiannya, siapa pelakunya, hapenya beli berapa juta waktu itu, berapa banyak foto yang disimpen di hape itu, berapa ratus kenangan yang tersimpan di hape itu, sekarang mau beli hape yang kayak gimana lagi, nyesek atau ngga hape mahalnya ilang. Ngga perlu lah lebay kayak gitu.

Andai semua orang di sini bisa kayak Teh Rinai, istri tua (literally tua) AA Gymnasium. Dia orangnya nerimo, kalem, ngga banyak omong di media, ngga banyak bongkar-bongkar masalah pribadi, ngga pernah ngungkit-ngungkit rasa sakit hatinya terhadap istri muda AA walaupun secara penampilan Teh Rinai jelas kalah saing dengan  istri muda AA Gymnasium. Tapi kenapa sih kita ngga bisa kayak Teh Rinai? Dunia damaaai gitu rasanya. Ngga neko-neko orangnya, apa adanya, ke salon aja juga kayaknya ngga pernah, warna bajunya ngga pernah mencolok yang gw bisa pastikan di lemarinya cuma berisi pakaian monokrom berwarna tak lebih dari hitam dan abu-abu. Greeeeyyy gitu kayaknya dunia hiburan tiap ada liputan soal Teh Rinai. Sabar ya, Teh.... :( *mendoakan teteh sambil sisiran bareng Bella Saphireus di pinggiran danau penuh Piranha* *topik awal tulisan jadi kabur*

Sekian dulu ya.

Kamis, 29 Agustus 2013

Where's Your Brain at?

Tadi malem, gw ceritanya lagi ngantri buat ngambil uang di mesin ATM di salah satu sudut ibukota yang ruwet dan penuh masalah ini. Kebetulan di dalem ATM tersebut masih ada orang, jadi sudah barang tentu gw harus nunggu orang tersebut keluar ruangan ATM, baru kemudian giliran gw untuk mengambil uang di ATM tersebut - yang kalo saldonya belum nambah, berarti kegiatan gw di ATM tersebut cuma ngecek saldo dan sedikit membanting helm ke mesin ATM tersebut.

Tapi masalah gw di sini bukan soal apakah saldo gw udah nambah atau belum atau apakah akhirnya gw pukul-pukul mesin ATMnya pake martil (selain bawa helm, juga sering bawa martil kemana-mana), melainkan soal orang yang ujug-ujug dateng-ngelongok ke dalem ruangan ATM-kemudian masuk ke ruangan ATM dan mengantrilah dia di dalem sana. Singkat kata, gw diselak.

Orang tersebut punya 3 kesalahan:
1. Nyelak antrian
2. Antri di dalem ruang mesin ATM, yang sudah jelas dilarang sama otoritas keuangan nasional
3. Dia bau ketek.

Yang gw heran, apakah orang itu ngga ngeliat kehadiran gw yang lagi ngantri ATM (juga)? Ataukah gw hanya terlihat tak ubahnya seperti keset, baik yang merknya Welcome atau LV, yang keberadaannya hampir tak pernah digubris oleh kebanyakan orang? #NP: Kekasih Tak Dianggap by Pingkan Mambo dengan iringan marching band dari personil TNI AD Kodam Jaya.

Kalau dilihat dari umurnya, sepertinya orang tersebut berumur 35-40an jadi tidak mungkin dia belum ngerti soal tata cara mengantri di ATM. Atau dia habis jatuh dan kepalanya membetur daun lidah buaya ketika mengejar Metromini sehingga menyebabkannya amnesia? :( Simply bikin gw bertanya-tanya, pikirannya kemana?

Seperti juga pengendara motor yang melawan arus tapi malah mereka yang ngerasa benar dan harus dimaklumi, Nikita Marjani dengan segudang masalah baku hantamnya yang terjadi sebulan sekali, atau Farhat Asbes dengan komentar ngga bermutu-tapi-yaudahlah-apa-yang-musti-kita-harapkan-dari-pengacara-lulusan-universitas-kidzania-itu?. Pikirannya pada kemana? :(

Minggu lalu, salah satu stasiun televisi swasta menggelar hajatan ulang tahunnya yang ke-lupa. Stasiun tivi tersebut membuat MEGAshow (*background banteng lari* <- *Mega yang lain*) dengan judul Eks Faktor Around the World. Tau kan Eks Faktor itu apa? Iya, yang pemenangnya si botol Yakult bersuara ngap-ngap'an itu. Pesertanya dihadirkan dari Australia, Eropa, dan Indonesia. Jurinya ada Paula Abdul, Daniel Bedingfield, Anggun, dan Ahmad Dini. Concern gw tentu saja ke Ahmad Dini. Kenapa juga musti Ahmad Dini yang didapuk jadi juri? Apa sih nilai jualnya Ahmad Dini (sebagai juri)? Kenapa sih dia mau sama Mulan? Kenapa sih jenggotnya ngga pernah dipotong?

Sementara juri yang lain mengomentari peserta dengan menggunakan bahasa Inggris karena judul acaranya aja udah pake embel-embel "World", Ahmad Dini konstan menggunakan bahasa Indonesia yang ternyata ngga kalah kacaunya ketika dia ngomong pake bahasa Inggris. Maksudnya kemana, yang diucapin apaan. Kadang gw berpikir Ahmad Dini ini sudah mendonorkan otaknya ke orang lain di masa lampau. :(

Belakangan gw tau kalo acara tersebut ternyata bukan kompetisi, cuma ajang tampil-tampilan aja. Terus yang jadi pertanyaan, kenapa musti ada juri segala? Ibarat bikin lomba balap karung tapi ngga ada yang menang dan ngga ada yang kalah. Lah, bikin acara ngerujak bareng aja sekalian biar ngga ngabisin tenaga buat melakukan sesuatu yang ngga ngehasilin apa-apa (hadiah)? Ya kan?

Kembali ke Eks Factor. Pun acaranya dibikin kompetisi, bakal memalukan Indonesia sih dengan kehadiran Fatin Sodakiah sebagai pemenang asal Indonesianya. Suara jelas kalah jauh dibanding peserta dari luar negeri lainnya. Kalo dia lagi nyanyi, kadang gw juga bingung suasana yang mau dia bawa seperti apa. Lagu sedih, dibikin seperti lagu religi. Lagu kisah cinta, dibawakan seperti lagu religi. Lagu kemenangan, masih juga dinyanyiin seperti lagu religi. Mendengarkan Fatin bernyanyi itu yang terbayang jadi suasana silaturahmi lebaran, belah-belah ketupat, tuang opor ayam ke piring, terus kasih kucing. Dear Fatin, masalah kita belum usai sampe lo bisa belajar dandan yang ngga menor kayak peserta Jember Fashion Karnaval itu!

Pikirannya di mana?
https://www.facebook.com/photo.php?fbid=475478605881135&set=a.413924528703210.1073741829.413908868704776&type=1&theater

Postingan tersebut gw liat di Facebook beberapa hari yang lalu. Yang diceritakan oleh artikel tersebut adalah perbandingan dua buah potong semangka di mana salah satu semangka diperdengarkan lagu Peterpan dan satu potong semangka yang lain diperdengarkan ayat suci suatu agama yang sayangnya  kebetulan agama yang gw anut.

Musik Peterpan dan ayat suci tersebut diperdengarkan ke semangka selama 3 jam. Yang terjadi setelah 3 hari kemudian? Semangka yang diperdengarkan lagu Peterpan membusuk, yang satunya lagi tidak. Artikel tersebut (ingin) membuktikan soal bahaya musik bagi manusia. Ada hubungannya dengan kabar diharamkannya musik yang ramai dibicarakan di media soasial beberapa hari kemarin? Kurang tau. Yang jelas, penelitian tersebut janggal.

Pertama, hal tersebut diuji ke semangka, bukan ke manusia. Lah, tiap hari gw denger musik Taylor swift, yang pada dasarnya ngga jauh lebih nista dari musik Peterpan, tapi gw ngga busuk-busuk juga. Buat semangka mungkin bisa bikin busuk, buat manusia ya beda soal. Hati yang busuk, mungkin. Jelas, penelitian tersebut ngga apple to apple. Atau watermelon to watermelon dalam kasus ini.

Kedua, yang diuji cuma dua potong semangka. Lah ya, komestik Tje Fuk aja paling dikit butuh 500 tikus hidup buat nguji apakah bahan merkuri di bedaknya bikin manusia gatel-gatel atau ngga... Lah ini, cuma dua potong semangka.

Terus, gimana kalo yang diperdengarkan ke salah satu semangka tersebut bukan lagu Peterpan? Apakah semangka tersebut mendadak terbakar ketika didengarkan lagu Lady Gaga? Mungkinkah semangka tersebut menjadi lemes dan melambai tak beraturan ketika didengarkan lagu Sm*sh? Ataukah semangka tersebut berubah menjadi nangka busuk ketika dilantunkan lagu milik Fatin atau berubah menjadi jilbab dengan corak leopard yang ada bolongan di punggungnya ketika disetel lagu milik Anjel Lega? Ibarat penyusunan skripsi, penelitian di artikel tersebut masih tergolong berada di tahap daftar isi dan penyusunan daftar ucapan terimakasih.

Banyak memang pihak yang bikin kita bertanya-tanya "Pikirannya kemana ya?" Tapi sebagaimanapun itu, just make sure aja kalo kita masih punya pikiran yang paling sehat di antara yang terkesan brainless yang gw bicarakan di tulisan kali ini.

Rabu, 26 Juni 2013

It's Over

SS5. Konser Super Junior yang kelima. Konser mereka yang pertama di Indonesia diselenggarakan tahun... Lupa sih ya. 2010? 2011? Ya anggaplah dalam 3 tahun, mereka udah konser 5 kali. Jadwal minum obat cacing tahunan gw juga kalah. Kayaknya ngga akan selesai-selesai sampe ada SS XII. Ngga salah sih. Namanya juga banyak yang suka. Tapi, emang karyanya udah banyak banget? 3 tahun udah punya 30 lagu? Ntar pas konser, nyanyi lagu itu lagi - itu lagi. Cuma dibedain cara pembawaannya aja; kali ini pake saksofon, bulan depan pake piano, atau taun depannya dinyanyiin dengan mengucapkan "Selamat malam" sebelum tampil yang pastinya merupakan kejutan yang SANGAT luar biasa dan bertalenta buat penontonnya. Tapi ya fansnya banyak banget sih.... Tapi kan?

"Suburrr...Waktumu sudah habis, Subuurrr...." *badan bergetar-getar* Baik aksi perdukunannya Subur, maupun karir infotainmentnya Arya Wiguna, semuanya ngga selesai-selesai. Tampang kurang-layak-tampilnyanya si Arya Wigogon juga ngga selesai-selesai...

Minggu lalu, Nastar KDI bertitah akan menyewa body guard buat anak-anak kesayangannya. Dia tidak peduli dengan apa kata orang, pokonya dia tetap akan menyewa bodyguard buat anak-anaknya. Well, selama ini dia kan dikenal suka pamer harta, sombong, dan agak keperempuan-perempuanan. Tapi seakan tidak mau dibilang pamer kekayaan, Nassar secara berapi-api --dengan tetap ngondek- mengatakan bahwa hal tersebut dilakukan demi keselamatan putri-putrinya.

Demi keselamatan. Padahal, hal-hal yang bersifat demi kecantikan dan demi keayuan mungkin akan lebih cocok diterapkan ke anak-anaknya Nastar. I am not saying bahwa anaknya Nassar itu ngga lebih mulus dari bagian dasar panci yang udah 1324 kali pemasakan atau tidak lebih enak dilihat dibanding tempe mendoan sisa kemaren yang udah dipanasin 3 kali tapi belum ada yang makan, lho. Bukan. Cuma kan agak membuang uang kalo sampe menyewa pengawal putrinya yang sebenernya bisa dilakukan oleh ayahnya sendiri. Memang kesehariannya Nastar ngapain sih? Tampil di tivi juga jarang. Gw ngga yakin dia di rumah sibuk modifikasi motor dan utak-atik mobil lama atau main futsal bareng bapak-bapak sekompleknya. Kan bisa, sebelum merajut baju hangat, antar dulu anaknya sekolah. Selama anaknya sekolah, bisa disambi membeli sayur-sayuran di pasar. Ketika anaknya tiba di rumah, bisa dilanjutkan hobinya memasak. Kan ngga pake biaya.

Mending sewa bodyguardnya buat Nastar pribadi aja. Kan ketawan ada gunanya. Ummm.. Cucok!

It's over. Padanan kata itu bisa berarti Oh sudahlah atau Oke, lebay deh. Kelebayan bisa terjadi karena kita ngga sadar bahwa udah waktunya berhenti melakukan kegiatan tertentu karena ya mungkin... Ya lebay aja sih ya. Kelebayan kerap terjadi pada orang yang baru jadian. Media sosial seakan gedung bioskop atau kafe tempat mereka pacaran. Mereka ngga sadar bahwa di timeline itu ngga ada bunga-bunga indah seperti kalo kita pacaran di taman, ngga ada makanan enak seperti kalo kita pacaran di kafe, atau ngga ada asap kenalpot seperti kalo kalian pacaran di fly over Pasar Senen. Yang ada di timeline cuma penonton yang suka sirik, iri hati, bergunjing, dan mengunfollow kalo kita kelebayan pacaran di media sosial.

Bahkan, sesuatu yang disampaikan tidak secara lebay pun bisa jadi dianggap lebay oleh kita-kita. Seperti status di media sosial yang bunyinya "Alhamdulilaaah..." Atau "Puji Tuhan...". Singkat, tapi bikin sirik. Timeline itu sensitif.

Lagi banyak dirundung masalah juga bisa bikin lebay. Temen ngga bisa ketemu sekali karena agak sibuk, dibilang ngga care. Telepon ngga diangkat dua kali, dibilang "Buat apa lo punya handphone?"-- yang mungkin jawabannya "Ngga cuma buat angkat telepon lo". Atau ngeliat kumpulan orang lagi ngobrol, langsung ngerasa semuanya lagi ngomongin lo. Padahal ngga semuanya di dunia ini care sama lo tau... Even alasan matahari bersinar juga bukan buat menghangatkan lo kayaknya... Jangan sepede itu.

Baru gabung MLM juga bisa bikin lebay. Newsfeed media sosial bakal diisi sama kisah hidup sukses petinggi MLMnya yang gemar posting foto mobil dan rumahnya yang ngga tau juga belinya pake uang yang mana. "Ayo, gabung! Ngapain cape-cape bangun pagi, kita enak dong kerja di rumah!". Helloooo... Gw udah cape bangun pagi, terus musti tambah cape ngeliat usaha lo ngoceh-ngoceh di newsfeed. "Modal cuma 5.000 bisa dapet penghasilan 9 juta per bulan". Helloooo... Ngga sekalian nawarin langsung masuk surga dan lancar meniti jembatan sirotol mustakim aja? Tapi itu hak mereka sih. Dan hak gw juga untuk mendelete orang MLM itu dari rantai pertemanan dan ngomongin mereka di sini.

It's over. Fatin Sodakiah, juara Eks Factor yang tidak perlu diragukan lagi kemamupuannya dalam mengacak-acak lirik lagu orang. Tercatat ada dua kali dia lupa lirik di panggung.Yang paling parah adalah ketika dia menyanyikan lagu dengan judul Everything at Once. 3/4 lagu dia lupa lirik dan cuma "Nggggg, ah, ngga! Nnnnggg... Ah! *kemudian diiringi isakan tangis yang tidak lebih memilukan dari suara tikus kegencet pintu*" Yaolooo. Gw juga ngga tau apa yang menyebabkan dia lupa lirik begitu. Mungkin habis kepleset dan kepalanya membentur meja belajar atau mungkin banyak pikiran sebagaimana layaknya anak sekolah yang bimbang antara berangkat les atau main ke kos-kosan pacar. Tapi apapun itu alasannya, mudah-mudahan dia ngga lupa lirik karena kebanyakan ngapalin hijab tutorial di Youtube.

Seharusnya kalo mau lebih berpikir, sehabis tragedi lupa lirik itu, Fatin memutuskan untuk mengakhiri karirnya di dunia musik aja. Mundur dari Eks Factor, pulang ke rumah, mandi, solat, dan bunuh diri. It's over. Ngga ada yang perlu dilanjutkan lagi karena semuanya sudah jelas. Talenta Fatin biasa aja--sebiasa dandanan Maribeth tahun 2013, suara Fatin tidak istimewa, dan Fatin terlalu alay buat di panggung orang dewasa. Tapi apa nyana, sekarang wajah Fatin sudah terpampang di majalah Hai (edisi Ramadan?) yang kalau dilihat sekilas, jadi nampak seperti majalah Aku Anak Soleh edisi menyambut akhir jaman. Apa boleh buat. Dia tidak menyadari bahwa segalanya sudah harus diselesaikan sejak dia lupa lirik 3/4 lagu pada kala itu, ketika 140juta orang dan 230ribu mahkluk halus marah melihat penampilan dia yang ngga lebih menghibur dari nyanyian pengamen jalanan yang lagi mabok lem.

"Berhenti makan sebelum kenyang". Kalimat yang tepat buat gw pribadi dan buat banyak orang, termasuk Fatin Sodakiah. Tau kapan musti berenti dan tau bahwa kalo kelewatan bakal jadi lebay. Seperti Atjieee Pangestu yang akhir-akhir ini gembar-gembor soal pacar barunya yang umurnya 20 tahun lebih muda darinya. Walau banyak orang yang bilang bahwa Atjieee dan kekasihnya terlihat seperti ayah dan anak, tapi gw lebih melihat mereka bak capster dan pelanggannya. Sudahlah, Atjieee. Keemasaanmu sudah berakhir, even sejak sinetron Tersanjung tamat. Sudahlah, jangan lebay.

Cikita Mede, Eno Lari-larian, dan beragam aris-artis cilik 90an lainnya yang maksa mau terkenal lagi di jaman sekarang. Maksa mau terlihat dewasa yang malah jadi terlihat seperti tante-tante. Terlebih Cikita Mede. Bulan lalu, gw lihat dia di televisi dengan tampang dan make up yang tak ada bedanya dengan tukang kredit panci dan pinjaman keras yang biasa ngider di pasar-pasar tradisional.

Julia Pedes dan Galon Kastanyet. Even yang maha kuasa mungkin juga ngga akan paham kapan pasangan tersebut akan menikah karena tak kunjung mendapatkan restu dari ibunda Julia Pedes, yang penampilannya jauh dari kesan elegan, baik secara ucapan maupun tampilan. Mbok ya kalo ngga direstui, anaknya dipasung aja, dikurung di kamar mandi, atau diasingkan di pulau Rote... Jangan malah dibiarin jalan bareng, nginep bareng di Bali, tampil di tivi bareng sambil melas-melas restu. Gimana sih, bu? Rakyat cape ngeliatnya, bu. Capeee... :(

Tulisan kali ini akan ditutup dengan Aurel Herminsyah. Ada 1 hal yang musti gw puji dari dia, yakni karena dia udah ngga seaktif dulu muncul di publik. Seakan dia pelan-pelan pamit dari gemerlapnya dunia hiburan, dunia yang selama ini telah dia padamkan atas talentanya yang ibarat membawa bencana kemanusiaan. Mungkin dia berangsur-angsur sadar bahwa vokalnya tidak lebih bagus dari Yulia Rahman yang dalam 1 lagu mungkin 3/4nya diisi dengan fals. Atau mungkin akhirnya dia paham bahwa parasnya tidak lebih enak dilihat dibanding anak-anaknya Nastar KDI seperti yang gw ceritakan di atas. Di media sosial pun, dia sudah ngga terlalu banyak kelakar dengan masalah hidup dan percintaannya. Yang dulu mungkin bisa mention nama pacarnya 60 kali dalam sejam. Sekarang mungkin cuma seminggu sekali di mana gw yakin dalam setiap mention, pasti ada fee yang musti dibayar ke pacarnya. Ya seperti kita tahu, ketulusan cuma akan menghampiri oleh orang-orang yang memiliki kelebihan. Karena cantik, dapet banyak perhatian dan traktiran dari bermacam-macam lelaki. Karena suara emas, dapet banyak undangan untuk tampil di beragam acara. Karena pandai, dapet pelbagai beasiswa dari puluhan insititusi pendidikan. Lantas, sudah jelas terlalu berlebihan kan kalau Aurel mengharapkan suatu ketulusan (tanpa embel-embel bayaran) yang dimaksud? I just can't be wrong about this.

Jadi, mari kita sadar kapan kita musti berhenti melakukan sesuatu karena yaaa... Udah ngga tepat aja kalau diterusin, atas kepentingan orang lain dan kenyamanan hidup kita sendiri. Kayak blog ini, rasanya udah harus ditutup sementara sebelum Ramadan. Kalo pun ada dari kalian yang membaca tulisan ini di bulan Ramadan, ya silahkan nikmati sendiri dosanya. Jangan bawa-bawa gw karena gw kan nulis ini pas sebelum Ramadan. Bisa gitu kan? Ngga ya?