Kamis, 29 Agustus 2013

Where's Your Brain at?

Tadi malem, gw ceritanya lagi ngantri buat ngambil uang di mesin ATM di salah satu sudut ibukota yang ruwet dan penuh masalah ini. Kebetulan di dalem ATM tersebut masih ada orang, jadi sudah barang tentu gw harus nunggu orang tersebut keluar ruangan ATM, baru kemudian giliran gw untuk mengambil uang di ATM tersebut - yang kalo saldonya belum nambah, berarti kegiatan gw di ATM tersebut cuma ngecek saldo dan sedikit membanting helm ke mesin ATM tersebut.

Tapi masalah gw di sini bukan soal apakah saldo gw udah nambah atau belum atau apakah akhirnya gw pukul-pukul mesin ATMnya pake martil (selain bawa helm, juga sering bawa martil kemana-mana), melainkan soal orang yang ujug-ujug dateng-ngelongok ke dalem ruangan ATM-kemudian masuk ke ruangan ATM dan mengantrilah dia di dalem sana. Singkat kata, gw diselak.

Orang tersebut punya 3 kesalahan:
1. Nyelak antrian
2. Antri di dalem ruang mesin ATM, yang sudah jelas dilarang sama otoritas keuangan nasional
3. Dia bau ketek.

Yang gw heran, apakah orang itu ngga ngeliat kehadiran gw yang lagi ngantri ATM (juga)? Ataukah gw hanya terlihat tak ubahnya seperti keset, baik yang merknya Welcome atau LV, yang keberadaannya hampir tak pernah digubris oleh kebanyakan orang? #NP: Kekasih Tak Dianggap by Pingkan Mambo dengan iringan marching band dari personil TNI AD Kodam Jaya.

Kalau dilihat dari umurnya, sepertinya orang tersebut berumur 35-40an jadi tidak mungkin dia belum ngerti soal tata cara mengantri di ATM. Atau dia habis jatuh dan kepalanya membetur daun lidah buaya ketika mengejar Metromini sehingga menyebabkannya amnesia? :( Simply bikin gw bertanya-tanya, pikirannya kemana?

Seperti juga pengendara motor yang melawan arus tapi malah mereka yang ngerasa benar dan harus dimaklumi, Nikita Marjani dengan segudang masalah baku hantamnya yang terjadi sebulan sekali, atau Farhat Asbes dengan komentar ngga bermutu-tapi-yaudahlah-apa-yang-musti-kita-harapkan-dari-pengacara-lulusan-universitas-kidzania-itu?. Pikirannya pada kemana? :(

Minggu lalu, salah satu stasiun televisi swasta menggelar hajatan ulang tahunnya yang ke-lupa. Stasiun tivi tersebut membuat MEGAshow (*background banteng lari* <- *Mega yang lain*) dengan judul Eks Faktor Around the World. Tau kan Eks Faktor itu apa? Iya, yang pemenangnya si botol Yakult bersuara ngap-ngap'an itu. Pesertanya dihadirkan dari Australia, Eropa, dan Indonesia. Jurinya ada Paula Abdul, Daniel Bedingfield, Anggun, dan Ahmad Dini. Concern gw tentu saja ke Ahmad Dini. Kenapa juga musti Ahmad Dini yang didapuk jadi juri? Apa sih nilai jualnya Ahmad Dini (sebagai juri)? Kenapa sih dia mau sama Mulan? Kenapa sih jenggotnya ngga pernah dipotong?

Sementara juri yang lain mengomentari peserta dengan menggunakan bahasa Inggris karena judul acaranya aja udah pake embel-embel "World", Ahmad Dini konstan menggunakan bahasa Indonesia yang ternyata ngga kalah kacaunya ketika dia ngomong pake bahasa Inggris. Maksudnya kemana, yang diucapin apaan. Kadang gw berpikir Ahmad Dini ini sudah mendonorkan otaknya ke orang lain di masa lampau. :(

Belakangan gw tau kalo acara tersebut ternyata bukan kompetisi, cuma ajang tampil-tampilan aja. Terus yang jadi pertanyaan, kenapa musti ada juri segala? Ibarat bikin lomba balap karung tapi ngga ada yang menang dan ngga ada yang kalah. Lah, bikin acara ngerujak bareng aja sekalian biar ngga ngabisin tenaga buat melakukan sesuatu yang ngga ngehasilin apa-apa (hadiah)? Ya kan?

Kembali ke Eks Factor. Pun acaranya dibikin kompetisi, bakal memalukan Indonesia sih dengan kehadiran Fatin Sodakiah sebagai pemenang asal Indonesianya. Suara jelas kalah jauh dibanding peserta dari luar negeri lainnya. Kalo dia lagi nyanyi, kadang gw juga bingung suasana yang mau dia bawa seperti apa. Lagu sedih, dibikin seperti lagu religi. Lagu kisah cinta, dibawakan seperti lagu religi. Lagu kemenangan, masih juga dinyanyiin seperti lagu religi. Mendengarkan Fatin bernyanyi itu yang terbayang jadi suasana silaturahmi lebaran, belah-belah ketupat, tuang opor ayam ke piring, terus kasih kucing. Dear Fatin, masalah kita belum usai sampe lo bisa belajar dandan yang ngga menor kayak peserta Jember Fashion Karnaval itu!

Pikirannya di mana?
https://www.facebook.com/photo.php?fbid=475478605881135&set=a.413924528703210.1073741829.413908868704776&type=1&theater

Postingan tersebut gw liat di Facebook beberapa hari yang lalu. Yang diceritakan oleh artikel tersebut adalah perbandingan dua buah potong semangka di mana salah satu semangka diperdengarkan lagu Peterpan dan satu potong semangka yang lain diperdengarkan ayat suci suatu agama yang sayangnya  kebetulan agama yang gw anut.

Musik Peterpan dan ayat suci tersebut diperdengarkan ke semangka selama 3 jam. Yang terjadi setelah 3 hari kemudian? Semangka yang diperdengarkan lagu Peterpan membusuk, yang satunya lagi tidak. Artikel tersebut (ingin) membuktikan soal bahaya musik bagi manusia. Ada hubungannya dengan kabar diharamkannya musik yang ramai dibicarakan di media soasial beberapa hari kemarin? Kurang tau. Yang jelas, penelitian tersebut janggal.

Pertama, hal tersebut diuji ke semangka, bukan ke manusia. Lah, tiap hari gw denger musik Taylor swift, yang pada dasarnya ngga jauh lebih nista dari musik Peterpan, tapi gw ngga busuk-busuk juga. Buat semangka mungkin bisa bikin busuk, buat manusia ya beda soal. Hati yang busuk, mungkin. Jelas, penelitian tersebut ngga apple to apple. Atau watermelon to watermelon dalam kasus ini.

Kedua, yang diuji cuma dua potong semangka. Lah ya, komestik Tje Fuk aja paling dikit butuh 500 tikus hidup buat nguji apakah bahan merkuri di bedaknya bikin manusia gatel-gatel atau ngga... Lah ini, cuma dua potong semangka.

Terus, gimana kalo yang diperdengarkan ke salah satu semangka tersebut bukan lagu Peterpan? Apakah semangka tersebut mendadak terbakar ketika didengarkan lagu Lady Gaga? Mungkinkah semangka tersebut menjadi lemes dan melambai tak beraturan ketika didengarkan lagu Sm*sh? Ataukah semangka tersebut berubah menjadi nangka busuk ketika dilantunkan lagu milik Fatin atau berubah menjadi jilbab dengan corak leopard yang ada bolongan di punggungnya ketika disetel lagu milik Anjel Lega? Ibarat penyusunan skripsi, penelitian di artikel tersebut masih tergolong berada di tahap daftar isi dan penyusunan daftar ucapan terimakasih.

Banyak memang pihak yang bikin kita bertanya-tanya "Pikirannya kemana ya?" Tapi sebagaimanapun itu, just make sure aja kalo kita masih punya pikiran yang paling sehat di antara yang terkesan brainless yang gw bicarakan di tulisan kali ini.